Menyusui diyakini dapat membantu mencegah terjadinya masalah gizi dan memberikan perlindungan terhadap infeksi, serta menjamin ketahanan pangan untuk bayi dan balita. Menyusui merupakan cara hemat untuk memberi makan bayi dan anak tanpa membebani pengeluaran rumah tangga, sehingga diharapkan dapat menyelamatkan bangsa kita dari siklus kelaparan dan pengentasan kemiskinan, yang pada akhirnya untuk tercapainya Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan.Â
Situasi praktik menyusui di Indonesia sendiri sebenarnya sudah cukup baik. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan lebih dari separuh bayi lahir (58,2%) telah melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan sebanyak 74,5% bayi usia 0-5 bulan menyusu eksklusif. Selain itu juga diketahui sekitar dari separuh anak (55%) yang menyusu sampai berusia 24 bulan atau 2 tahun/lebih (Survey Demografi Kesehatan Indonesia/SDKI tahun 2017).Â
Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr Kirana Pritasari MQIH menegaskan, ASI yang tidak diberikan akan merugikan keluarga dan Indonesia. Sebanyak 14% dari Anggaran Kesehatan Nasional $256.420.000 Â untuk penanganan diare dan pneumonia disebabkan karena kurangnya ASI.Â
Pencegahan kematian anak baduta disebabkan diare dan pneumonia per tahun dapat ditingkatkan hingga 50%. Sebanyak 13.7% dari pendapatan bulanan pekerja dihabiskan untuk membeli susu formula merek termurah. Kerugian Upah masa depan 1.4% dari PDB 1, 3 juta Dollar. Kerugian Upah Tahunan Kekurangan ASI memengaruhi kemampuan belajar anak, sehingga berdampak pada potensi masa depan mereka.( Alive and Thrive, 2015)Â
Kirana mengatakan, perlu lebih banyak inovasi untuk mendorong ibu agar memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama. Praktik menyusui masih menghadapi tantangan, baik dari pengetahuan ibu/ayah/keluarga dukungan faskes/nakes, hingga gencarnya promosi Pengganti ASI.Â
Ayah dan Ibu Kunci Keberhasilan ASI
Peran seorang ayah atas  keberhasilan ibu dalam menyusui sangat penting. Sayangnya, saat ayah tahu harus bisa mendukung istrinya menyusui, tetapi sering kali terbentur tidak tahu bagaimana caranya.Terkadang, saat menggendong anak pun sudah diprotes. "Komunikasi suami istri berbeda. Jika sudah tahu problem, bisa membantu istrinya. Setiap orang punya problem berbeda, sehingga solusinya pun berbeda," ujar Sogi Indra Dhuaja, dari Ayah ASI.
Melalui Ayah ASI, kata Sogi, para ayah belajar untuk membantu istri yang tengah menyusui. Selama ini informasi mengenai ASI biasanya dikemas untuk ibu. Alhasil, para ayah yang mau membaca sudah merasa risih duluan. "Inginnya hadir dengan bahasa yang lebih ayah dan yang lebih terserap dengan cara ayah. Apa sih problem dalam menyusui itu," tukas Sogi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H