Pulang malu tak pulang rindu
Karena nasib belum menentu
Pada siapa aku mengadu
Pulang malu tak pulang rindu
Kamu tahu Dinda, beberapa hari menjelang lebaran seperti ini hatiku terasa nyeri. Terlebih saat mendengarkan lagu grup musik Armada yang kudengar lewat radio. Aku merindukanmu. Sudah bertahun-tahun kita berpisah jarak. Kamu disana dan aku disini. Tapi maaf seperti tahun kemarin, sepertinya aku belum bisa pulang.
Tunggulah yang sabar, semoga tahun depan hidupku lebih baik. Jadi aku tak sungkan jika harus bertemu dengan keluargamu dan teman-teman masa sepermainan dulu. Pahit rasanya jikalau saat berkumpul, mereka mulai beraksi dan saling celoteh kehebatan mereka.
Sejak aku menyadari aku sudah memasuki usia menikah dan belum mempunyai pekerjaan menentu yang bisa membuat orang lain kagum, aku enggan rasanya datang ke sebuah pertemuan. Termasuk pertemuan saat lebaran.
Ya, aku takkan ragu bilang jika aku membenci hari raya. Kamu tahu, saat hari raya itu, orang-orang akan berkumpul. Saat itu, orang akan mulai usil. Tanya-tanya nyinyir mulai berselewiran.
Halo teman, masih jomblo saja dirimu? Belum menikah? Sudah lama tidak bertemu, tidak ada yang berubah dengan dirimu. Masih begini-begini saja? Gaya berpakaianmu pun sama! Â Apa jabatanmu sekarang?
Biasanya aku hanya tersenyum. Awalnya aku menjawab, tapi lama kelamaan memilih tidak berkomentar apapun. Â Senda gurau yang menurut mereka hiburan, buatku menyakitkan. Di balik mereka tertawa-tawa, aku merasa terperosok ke dalam lorong yang panjang. Â Â
Teman-teman pulang kampung dengan kendaraan pribadi yang masih mengilat. Aku merasa jengah. Apalagi  jika mereka sudah mulai bergandengan tangan dengan pasangannya. Terlihat bahagia dengan anak-anak mereka. Seakan pamer kemesraan. Cepat-cepat  kamu menyusul Kanda. Supaya kamu tidak kesepian terus seperti ini, hahaha. Begitu biasanya, kata mereka. Â