Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Merajut Persaudaraan, Kerukunan, dan Keberagaman dengan Berbuka Puasa di Lintas Rumah Ibadah

30 Mei 2019   23:59 Diperbarui: 31 Mei 2019   00:11 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Wihara Dharma Bakti alias Klenteng Kim Tek Ie yang menjadi rumah ibadah umat Buddha dan Konghucu, umat muslim bisa menjalani berbuka puasa. (foto:Kompas.com)

Ramadan tahun ini memang luar biasa. Jatuh pada bulan Mei, pada bulan yang sama, begitu lengkap contoh keberagaman diperlihatkan. Tidak hanya bagi diri sendiri, melainkan juga bagi seluruh bangsa Indonesia.

 Saat bulan Mei 2019, masyarakat Indonesia masih dalam nuansa  pesta rakyat demokrasi karena digelarnya Pemilihan Presiden untuk Periode 5 tahun, yakni tahun 2019-2024. Perbedaan calon pasangan presiden, merupakan wadah untuk belajar menerima adanya perbedaan pilihan yang tidak perlu dipertentangkan.  

Masih di bulan Mei, ada tiga agama yang menjalankan ibadah sesuai agamanya. Pada bulan Mei, umat Islam menjalankan ibadah puasa bulan Ramadan 1440 Hijriah. Ummat Buddha merayakan Trisuci Waisak 2563 BE, pada Minggu 19 Mei 2019. Umat Kristiani merayakan hari kenaikan Isa Almasih, pada 30 Mei 2019.

Keberagaman  yang terjadi di bulan Mei itu diwujudkan dengan kegiatan bersama  ibadah lintas agama. Contohnya saja, dalam kegiatan refleksi kebangsaan merajut persaudaraan pasca pilpres 2019.

Kegiatan perayaan lintas agama itu salah satu contohnya perayaan Trisuci Waisak 2919 yang kemudian diikuti berbuka puasa bersama, Minggu 19 Mei 2019. Dalam kegiatan bersama yang diselenggarakan oleh Keluarga Besar Wisma Sangha Theravada Indonesia (STI) dan Sahabat Rohani Lintas Iman di Wisma Sangha Theravada Indonesia, Jakarta, dihadiri oleh lintas tokoh.

Sebut saja tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh budaya, tokoh akademisi, tokoh aparat negara, dan tokoh gusdurian. Sebuah hajatan bersama yang indah, keberagaman dan perbedaan yang ada dan muncul, tidaklah memisahkan. Keberagaman yang ada justru menyatukan dan mencerminkan kebersamaan.   

Bila membaca pemberitaan, baik cetak ataupun online. Keberagaman itu juga terpampang jelas. Di Jakarta, misalnya. Di kawasan pecinan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, ramadan tak hanya dirayakan umat muslim.

Di Wihara Dharma Bakti alias Klenteng Kim Tek Ie yang menjadi rumah ibadah umat Buddha dan Konghucu, umat muslim bisa menjalani berbuka puasa. Tidak tanggung-tanggung, pengurus yayasan wihara menyediakan buka puasa gratis untuk yang datang ke wihara mulai dari awal bulan puasa hingga 29 Mei 2019.

Darimana asal dana berbuka puasa? Menurut embina Yayasan Wihara Dharma Bakti Jusuf Hamka, seperti disampaikan dalam Kompas.com,  dana yang terkumpul untuk berbuka puasa berasal merupakan dana dari teman-teman nonmuslim untuk umat Islam. Tahun ini merupakan tahun kedua pelaksanaan.

Kegiatan santapan rohani berbuka puasa di Gereja Kotabaru, Kota Yogyakarta  pun diangkat oleh harian Republika cetak pada Selasa 28 Mei 2019.  Umat katolik menyediakan makanan berbuka puasa dan takjil untuk umat Islam saat bulan puasa.

Romo Paroki Kota Baru Maharsono mengatakan, umat Katolik menginginkan ingin berbuat lebih banyak mendukung umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa.  Namun, keinginan tersebut seringkali terbentur kekhawatiran-kekhawatiran ihwal pemahaman umat  Islam. Khawatir tidak sesuai dengan keinginan para muslim.

Merajut Kebersamaan dalam Keberagaman 

Apa yang dicari dengan mengikuti berbagai kegiatan buka bersama lintas agama saat  bulan Ramadan? Sekedar mencari takjil dan makanan kotak berbuka puasa? Tentu tidak. Ada rasa yang berbeda bila menyempatkan diri untuk ikut mencoba hadir.

Dengan berbuka puasa lintas agama  di tempat ibadah milik orang lain, ada rasa persaudaraan dan kerukunan yang terjamin. Sekaligus mencerminkan kebersamaan dan keberagaman.

Setidaknya itulah yang saya pernah rasakan sat mengikuti kegiatan berbuka puasa di Gereja Katedral, Jakarta. Dalam kegiatan itu, bisa bergaul dengan berbagai kelompok teman dari berbagai latar belakang.

Bagi umat muslim yang belum pernah memasuki tempat ibadah Gereja Katedral, saya melihat antusiasme yang memancar.  Saat itu sebelum berbuka puasa, seluruh peserta diizinkan berkeliling gereja.

 Hasilnya, tentu saja lebih menghargai keragaman agama dan etnis yang ada. Tidak perlu lagi membedakan asal-usul siapa yang hadir. Berbeda agama bukanlah suatu permasalahan, karena yang tercipta justru rasa damai dan kerukunan.

Kebersamaan itu terwujud tak hanya lintas agama saja, sebenarnya. Saat waktu  berbuka puasa, di masjid-masjid, contohnya Masjid Istiqlal juga tersedia takjil dan makanan berbuka puasa. Tidak pernah ditanyakan darimana berasal untuk mendapatkan makanan dan minuman yang dibagikan secara gratis.

Jika ditilik, semangat keberagaman pun hadir saat tengah berada di dalam perjalanan. Dari pinggir jalan, banyak komunitas atau lembaga yang membagi-bagikan begitu saja takjil untuk berbuka puasa.

Apakah ditanya soal asal usul? Tidak. Apakah ditanya soal agama? Tidak juga.  Semangat keberagaman memang menyemarakkan Ramadan tahun ini. Semoga selalu tercipta kerukunan dan kebersamaan karena negara kita Indonesia, memang terdiri atas Bhineka Tunggal Ika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun