Secara langsung, Siti Walidah memberikan pelajaran agama, ilmu umum dan baca tulis. Asrama untuk para perempuan yang belajar pun menyatu dengan rumah kediaman Siti Walidah.
Kelompok pengajian itu akhirnya membesar dengan jumlah anggota yang terus bertambah. Disitulah kemudian timbul pemikiran Nyai Ahmad Dahlan untuk mengembangkan pengajian Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi kewanitaan berbasis Agama Islam
Nama Aisyah dipilih sebagai organisasi Islam bagi kaum wanita.Organisasi tersebut resmi didirikan pada 22 April 1917, tepatnya pada malam peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Namun, kala itu bukan Aisyah yang tampil sebagai ketua. Perempuan berjiwa besar ini dengan pertimbangan tak berlatar pendidikan umum, menyerahkannya pada murid perempuan tercerdas yang ada, yakni Siti Bariyah kemudian tampil sebagai ketuanya.
Nama organisasi Aisyiyah terinspirasi dari istri Nabi Muhammad, yaitu Aisyah, yang dikenal cerdas dan mumpuni. Harapannya, profil Aisyah juga menjadi profil orang-orang Aisyiyah.
Lima tahun setelah didirikan, Aisyiyah kemudian resmi menjadi bagian dari  Muhammadiyah. Selama puluhan tahun, organisasi perempuan tersebut mampu bertahan hingga kini. Â
Banyak hal yang telah dilakukan Nyai Walidah Ahmad Dahlan. Perempuan ini mencontoh langsung tindakan yang bisa dilakukan. Selain membuka asrama dan sekolah-sekolah puteri, Walidah mengadakan kursus-kursus pelajaran Islam dan pemberantasan buta huruf bagi kaum perempuan.
Selain itu juga  mendirikan rumah-rumah miskin dan anak yatim perempuan serta menerbitkan majalah bagi kaum wanita. Awalnya tidak mudah karena mendapat tentangan dari masyarakat Kauman.
Masyarakat sulit menerima jika perempuan belajar baca dan tulis, dengan meninggalkan rumahnya. Secara perlahan, akhirnya perempuan menempuh pendidikan bisa diterima.
Nyai Ahmad Dahlan menolak adanya kawin paksa di budaya patriarki yang begitu kuat. Â Baginya, perempuan adalah mitra bagi suami. Â Meski di sisi lain, perempuan ini harus menerima saat suaminya berpoligami.