Ya, keterwakilan perempuan, perspektif gender dan pemberdayaan perempuan memang hal yang patut dan menarik untuk dibahas. Terutama  di dunia politik yang  masih berbalut budaya patriarki. Keterwakilan perempuan, antara lain pada parlemen dan struktur partai sebanyak 30 % masih perlu dimaksimalkan.  Â
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebut keterwakilan perempuan sebesar  30%  dalam partai politik di tingkat pusat. Keterwakilan perempuan 30% pun berlaku untuk penyusunan daftar calon legislatif sebagaimana Pasal 246 Ayat 2.
Sebagai info, Direktur Eksekutif Puskapol Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani pernah mengatakan, keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2009 dan 2014, jumlahnya masih stagnan sebesar 18 persen. Karenanya, seandainya ada partai yang memiliki kebijakan perpektif gender dan pemberdayaan perempuan, tentulah ini akan sangat baik dipilih oleh para perempuan  Indonesia.
Prabowo sebagai paslon no 2 sendiri mengakui, jika keterwakilan perempuan merupakan suatu perjuangan dan belum bisa dirasakan puas. sehingga, partainya  membuka peluang sebesar-besarnya buat emak-emak, perempuan untuk bergerak. "Sekarang pendukung kita paling keras adalah emak-emak di seluruh Indonesia," tukasnya.
Benarkah hal ini? Baiklah, itu bisa saja meski perlu dicek. Apalagi di panggung debat, Prabowo menyebut keterwakilan perempuan hingga struktur terbawah partainya mendekati 40 %. Â Namun perlu diingat, sejauh ini yang dilakukan oleh paslon no 1 Jokowi bisa dikatakan lebih nyata. Ada keterwakilan perempuan di dalam kabinet presiden, pansel KPK, bahkan pada partai pendukungnya dalam struktur kepengurusan, yakni PDIP.
Jadi, siapa yang lebih perspektif gender dan pemberdayaan perempuan? Para perempuan, para emak harus  tahu...
Catatan : artikel ini sebelumnya tayang disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H