Setiap kali ramadan datang, tahukah yang sangat membuat rindu? Rasa yang selalu menumbuhkan keinginan untuk berjumpa lagi. Berharap akan selalu bisa menikmati suasana yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya yang ada sepanjang tahun. Terlebih di hari-hari terakhir ramadan, yang tinggal menghitung hari menuju lebaran.
Meskipun tahu mungkin dalam bulan ramadan ini, upaya menggapai amalan yang direncanakan selalu saja tak bisa terlaksana dengan baik dan sempurna. Entah dari anggapan diri sendiri, maupun dalam pandangan orang lain, tapi harapan mendapat  poin baik dari Allah Yang Maha Kuasa selalu besar.
Semua boleh jadi bisa tertawa. Aku mau mengakui, jika yang sangat dirindukan saat ramadan adalah suara beduk bertalu dan azan yang kemudian menyertainya. Ya, pasti banyak yang terkejut mendengarnya.  Kemudian akan berkata "Terlalu", seperti  yang diucapkan penyanyi senior Rhoma Irama. Namun, aku yakin banyak yang diam-diam juga mengakuinya.
Favorit aku memang ketika terdengar suara beduk berbunyi dan diikuti azan maghrib saat ramadan. Sejak zaman sekolah dasar dulu, ketika mulai berpuasa itulah yang selalu dinanti-nanti. Pernah dengar selalu ada bercandaan jika acara televisi favorit saat ramadan adalah beduk dan azan maghrib?
Dulu, Â menjelang berbuka puasa dengan sangat tertib menunggu di depan layar televisi. Berharap kultum alias ceramah tujuh menit dari seorang ustad cepat berlalu. Tinggal menunggu bedug dan azan maghrib terdengar, Â kemudian segera berbuka puasa. Â Bukankah disarankan untuk segera berbuka puasa?
Suasana menjelang, saat, serta sesudah beduk dan azan maghrib selalu teringat-ingat. Itulah yang membuat saya merindu suasana beda yang hadir saat ramadan. Jelang beduk dan azan magrib, orang-orang sibuk ngabuburit, saat beduk dan azan maghrib terdengar, semua orang bersama-sama untuk berbuka puasa. Sesudah beduk dan azan maghrib, aku senang melihat orang-orang bergerak segera menunaikan ibadah salat.
Lega rasanya sudah menunaikan ibadah puasa 14 jam setiap harinya saat mendengar suara beduk bertalu dan lantang azan maghrib. Aku senang dengan segala yang manis hadir saat berbuka puasa. Ada kurma, buah manis berbuka yang selalu top di bulan ramadan. Entah kemana si kurma saat ramadan berlalu.
Aku senang melihat kegiatan buka bersama di dalam rumah. Kalau bukan bulan puasa, tentu sangatlah jarang bisa berbuka puasa bersama dengan mayoritas anggota keluarga.
Aku tergugah melihat orang-orang yang berbagi takjil di jalan-jalan. Suatu keberuntungan buat para pengguna kendaraan yang sedang melaju di jalan raya, tapi belum memiliki makanan berbuka puasa.
Aku  terharu melihat kegiatan berbuka puasa bersama yang terselenggara di panti-panti asuhan, dengan teman seprofesi, ataupun buka bersama yang memang disediakan gratis di masjid-masjid ramadan.
Semuanya itu ada karena menyambut  berbuka puasa, yang tentunya diawali dengan beduk bertalu dan suara azan maghrib. Bentuk penanda sudah diperbolehkan untuk menghilangkan dahaga dan mengisi perut yang sebenarnya sudah keroncongan sejak dari siang. Jadi wajar kan, kalau suara beduk dan adzan maghrib merupakan favorit aku selama ramadan?
Sebenarnya,tak hanya beduk dan azan maghrib. Aku menyukai untuk mendengar seluruh beduk dan azan dari salat lima waktu yang ada terdengar selama ramadan. Saat mendekati waktu-waktu itu, selalu saja aku temukan kekhasan yang selalu saja mampu menegaskan jika ramadan adalah bulan suci dan mulia.
Sebelum beduk dan azan subuh misalnya, orang-orang yang akan berpuasa sudah menghentikan untuk bersantap sahur bersama. Coba tanya, berapa banyak keluarga yang masih sempat untuk sarapan bersama bila ramadan usai? Ramadan menyatukan anggota keluarga untuk makan sahur bersama sebelum berpuasa, apapun menunya.
Jelang terdengar beduk dan azan subuh, segera bergerak menuju masjid terdekat untuk menunaikan salat subuh berjamaah. Hanya di bulan ramadanlah, jumlah jamaah salat subuh bisa lebih banyak. Bahkan, ada sebagian yang merupakan jamaah perempuan. Suatu yang mungkin tak banyak ditemui di luar ramadan.
Setelah beduk dan azan subuh yang kemudian dilanjutkan salat subuh, masih ada sisa waktu yang cukup untuk melakukan sejumlah aktivitas rohani sebelum melakukan rutinitas kerja. Masih sempat untuk membaca Al Quran sebelum bekerja.
Kultum di Tengah Aktivitas
Saat melakukan aktivitas siang hari, suara beduk bertalu dan azan salat zuhur yang berkumandang di bulan ramadan pun merupakan pengingat untuk beribadah. Bedanya, ketika bulan-bulan biasa para karyawan atau pekerja saat jam istirahat siang pukul 12.00 biasanya akan bergegas menuju kantin untuk segera makan siang, berbeda dengan saat bulan ramadan.
Jelang beduk dan azan zuhur, jumlah yang datang ke masjid lebih banyak untuk menunaikan ibadah zuhur. Mereka pun lebih anteng untuk mendengarkan kultum atau ceramah yang biasanya dihadirkan khusus setiap hari selama ramadan.
Setelah ramadan usai, biasanya ceramah setelah salat berjamaah belum tentu ada di semua masjid dan mushola. Apalagi, tempat salat yang berada di perkantoran. Beduk dan azan zuhur membuat banyaknya program ramadan yang dibuat oleh tiap-tiap institusi, bahkan hingga  tempat ibadah di perkampungan.
Saat jelang beduk dan azan Ashar di bulan ramadan, memiliki cerita yang sedikit berbeda. Â Tiba-tiba banyak yang ingat untuk segera pulang ke rumah, menyiapkan makanan berbuka puasa, dan berkumpul bersama keluarga untuk berbuka puasa bersama.
Karenanya  jelang beduk dan azan Ashar, jalan-jalan protokol di ibukota Jakarta saat sore biasanya lebih padat, jika tidak ingin dibilang macet. Banyak yang mengarah ingin pulang berkumpul bersama dengan keluarganya.
Hanya di bulan ramadan jelang beduk dan azan Ashar, trotoar dan pinggir jalan berubah menjadi pasar dadakan. Membuat hiruk pikuk, tapi melengkapi kebutuhan berbuka puasa mereka yang ingin berbuka puasa. Memberikan rasa puas pembeli karena tidak perlu repot memasak, tapi sekaligus menerbitkan kebahagiaan para  penjual dadakan untuk meraih pundi-pundi bekal lebaran.
Nuzulul Quran dan Lailatul QadarÂ
Usai bersantap makanan berbuka puasa, hal yang juga membuat rindu adalah jelang beduk dan azan Isya, yang merupakan seruan terakhir ibadah salat dalam sehari.
Namun lagi-lagi ramadan itu memberikan hal yang berbeda. Hanya di bulan ramadan, Â usai menunaikan salat Isya kemudian dilanjutkan dengan salat tarawih dan witir.
Bahkan hanya di bulan ramadan, ada peringatan Nuzulul Quran. Ada kegiatan iktikaf di masjid, terutama sepuluh yang ketiga di ramadan. Ada harapan untuk bisa mendapatkan Lailatul Qadar. Semua itu hanya ada usai beduk dan azan Isya.
Rindu Mengulang RamadanÂ
Kini menjelang datangnya  lebaran, rindu mengulang  ramadan mulai menerjang. Rindu untuk mendengarkan setiap beduk dan suara azan penanda salat lima waktu selama ramadan, yang selalu memberikan nuansa  berbeda.
Hari-hari terakhir ramadan, banyak orang yang sibuk. Banyak yang sedang berkendara menuju kampung halaman. Banyak yang sibuk membeli perlengkapan lebaran. Banyak yang repot membuat kue suguhan lebaran. Bunyi petasan dan kembang api menandakan lebaran akan segera tiba.
Ah, saya rindu ramadan, terutama saat jelang beduk dan azan saat ramadan. Hanya di ramadan, ada penerimaan zakat, infaq, dan sedekah terpampang di masjid-masjid.
Saat menulis ini, saya tahu saya pasti merindu. Saya pun jadi ingin untuk melipur lara dengan bersenandung dengan lagu Ya Maulana yang dilantunkan Nissa Sabyan, yang sedang ngetop-ngetopnya ramadan ini. Aku suka liriknya.
Terima sembah sujudku
Terimalah doaku
Terima sembah sujudku
Izinkan ku bertaubat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H