Saat lebaran, anak-anak senang karena punya banyak uang, sedangkan bagi yang sudah bekerja dan sebagai pihak pemberi tentu harus memiliki persediaan uang yang cukup banyak. Bahkan bila pulang kampung, dana angpau yang yang harus disiapkan harus dalam jumlah lebih besar lagi.
Kenapa? Karena harus memberikan pada orang-orang tua atau orang-orang yang dianggap perlu diberikan angpau. Makanya, saat lebaran berlalu banyak yang merasa kehabisan uang. THR sudah lenyap tak bersisa.
Mendidikah Angpao?
Saya pernah merasa bahagia sekali saat SD, begitu tahu uang yang saya kumpulkan dari ikut bersilahturahmi ke beberapa tempat ternyata jumlahnya cukup besar. Saya bisa membeli sesuatu yang sudah lama saya inginkan dari uang itu. Saya bisa membeli buku-buku cerita di toko buku gramedia.
Tahun lalu, keponakan saya malah bisa memberi smartphone dari uang amplop lebaran yang terkumpul. Memang bukanlah yang mahal karena hanya cukup untuk kelas low end di bawah Rp. 1 juta. Namun, bocah SMP itu senangnya bukan main saat bisa memiliki hape seperti kawan-kawannya.
Mungkin contoh yang dikemukakan terdengar konsumtif, tapi menurut saya, pemberian angpao lebaran itu cukup baik karena sebagai bentuk berbagi keberkahan.
Memberi uang lebaran itu tidak apa-apa, bila :
1. Mengajarkan berbagi
Berbagi itu indah. Meski nilainya tidak seberapa, sebuah pemberian terkadang merupakan suatu hal yang bisa membahagiakan. Dalam silahturahmi lebaran, tidak semua yang datang adalah anak-anak dari kerabat atau saudara yang memiliki kehidupan berada atau mencukupi. Lebaran, merupakan saat bagi mereka untuk memiliki sedikit uang lebih.
Memang ada yang menerapkan pemberian uang  berdasarkan prestasi beribadah selama bulan puasa. Namun menurut saya, hal itu hanya bisa berlaku pada keluarga inti atau keluarga yang sangat dekat.
Untuk keluarga yang bersilahturahmi jarang-jarang, apalagi hanya bertemu saat lebaran saja, lebih baik menerapkan sesuai dengan jenjang pendidikan saja jumlah uang yang diberikan. Asumsinya semakin tinggi sekolah, kebutuhan pendidikan dan lainnya semakin banyak. Misalnya anak SD pasti beda jumlahnya dengan anak SMA. Â Â