Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Waduh, Tertangkap Cahaya Senter Saat Tarawih

3 Juni 2018   16:13 Diperbarui: 3 Juni 2018   16:29 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak memang sebaiknya didampingi oleh orang tua saat berada di masjid (dok.windhu)

Dag..Dig..Dug... Jantung mulai berdegup saat tahu ada bapak petugas keamanan itu akan melintas. Kami pun mulai bersenggolan. Nggak mau nantinya kena cahaya senter, yang langsung diarahkan kepada kami.Segera bangkit berdiri, mengikuti imam dan para jemaah lainnya yang lebih dulu telah berdiri.

"Cepat. Berdiri yang benar," kata mbak Eno. Perempuan yang berusia tertua, barengan kami salat tarawih saat itu. Mukena pun dirapikan. Kemudian langsung mengikuti gerakan-gerakan shalat sesuai dengan arahan imam salat. Takut ketahuan kalau tak serius saat salat.

Bocah-bocah usia sekolah dasar memang sering tak segera berdiri, meskipun imam dan yang lainnya sudah takbir dan mulai membacakan ayat-ayat dalam salat. Banyak saling bercanda. Membuat sedikit gaduh ruangan masjid, yang harusnya hening dan hanya untuk ibadah. Cukup mengganggu para jemaah lain. 

Bapak petugas keamanan itu tampaknya tahu. Saat salat tarawih digelar di masjid, begitu imam sudah berdiri dan mulai memerintahkan untuk merapihkan shaf salat, saat itulah petugas keamanan itu beraksi dengan senternya yang berwarna kuning tajam menyala.

Tepat langsung mengarah pada anak-anak yang belum segera berdiri, bahkan sampai salat sudah dimulai. Sinar lampu senter itu terkadang mengenai langsung wajah-wajah bocah kecil, yang segera panik berdiri.

Entah senter apa yang digunakan. Cahaya senter itu bulat besar. Terang dan menyebar. Dulu, lampu-lampu di dalam masjid tidaklah seterang masjid saat ini. Sehingga, nyala terang senter itu masih bisa menyorot tepat pada sasaran. Kalau sekarang, tentu tidak bisa digunakan seperti dulu. Masjid-masjid sekarang sudah sangat terang dimana-mana. Senter sebesar dan seterang apapun, manalah mempan.

Namun dulu, buat anak perempuan, sorotan nyala senter menambah kepanikan. Buru-buru berdiri karena juga harus merapikan mukena, yang terkadang cuma dipakai seadanya saja.

Belum lagi, di sela-sela salat ada yang mencopot mukenanya sebentar. Terutama saat jeda antar rakaat salat tarawih selesai karena merasa gerah. Panas, sehingga perlu berkipas-kipas dulu.

Salat di masjid yang kami datangi, biasanya setiap dua rakaat salam. Terakhir ditutup witir 3 rakaat. Terkadang, dengan alasan gerah, anak-anak ini berpikir bisa istirahat sebentar.

Pendingin dan penyejuk udara bernama AC (air conditioner) yang terpasang seperti masjid saat ini, belum ada. Kipas angin sudah ada, tapi jumlahnya tak seberapa. Itupun jika sedang dalam keadaan bisa berputar semua. Satu dua kipas tak menyala walau sudah menarik beberapa kali, untaian ali menjulur untuk menghidupkan kipas angin yang ditaruh di  dinding masjid.

Selain itu, terkadang rasa lelah dan mengantuk datang, ketika imam salat senang sekali membaca  surat-surat panjang. Bacaan yang tak sepenuhnya dipahami bocah-bocah ingusan yang masih duduk tingkat sekolah dasar, sementara kaki mulai terasa pegal. 

Walau merasa lelah dan akhirnya memilih duduk dulu ketika panggilan salat selanjutnya sudah dimulai, tetap mesti hati-hati. Waspada jika para petugas keamanan itu lewat agar tidak tertangkap sinar senter yang diarahkan itu. Bisa dag dig dug nggak karuan.Takut dan merasa bersalah langsung menyergap.

Petugas keamanan masjid itu seakan-akan tak ubahnya seperti polisi patroli. Biasanya, kalau sudah begitu akan saling menyalahkan bisa sampai ketahuan. Tersorot tajamnya cahaya senter kuning besar. Meski tidak diapa-apakan dan hanya diperingatkan nantinya, tapi rasa malu dan takut  yang lebih menang di hati.

Dulu, masjid belum ditingkat meski cukup luas dan terdiri atas dua ruangan, yang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan. Namun seingat saya, kala itu jemaah sangat banyak. Melebihi kapasitas masjid saat bulan ramadan, yang setiap malamnya mengadakan salat tarawih. 

Jemaah- jemaah salat itu meluber dan memenuhi ruas jalan sepanjang luas masjid. Buat jemaah yang datang terlambat, sudah pasti akan kebagian salat di jalan. Suatu hal yang ada untungnya dan ada juga tidaknya.

Jika ada yang ingin salat tarawih secara khusyu sudah dijamin akan terganggu. Berbeda halnya dengan bocah-bocah yang malahan senang kalau di luar. Tentu saja, karena bisa bercanda-canda. Selain  itu, banyak tukang jajanan yang menggoda di luar masjid yang siap menanti untuk dibeli jajanannya, usai salat tarawih selesai.

Anak-anak memang sebaiknya didampingi oleh orang tua saat berada di masjid (dok.windhu)
Anak-anak memang sebaiknya didampingi oleh orang tua saat berada di masjid (dok.windhu)
Ulah Nakal di Masjid

Biasanya pengalaman unik cenderung nakal saat salat tarawih di masjid, hanya terjadi jika berangkat ke masjid tak bersama-sama dengan orang tua. Saat orang yang ada di rumah melepaskan untuk pergi bersama anak-anak tetangga, yang usianya lebih besar.

Namanya juga anak-anak semua, kalau tanpa dampingan orang atau yang usianya lebih tua akan cenderung main-main jadinya. Bercanda-canda terus tanpa mengontrol suaranya dapat mengganggu jemaah yang lain.

Sampai saya dewasa saat ini, saya masih melihat adanya anak-anak yang memang cukup mengganggu waktu shalat.  Saya perhatikan, ulah anak-anak di masjid cukup beragam.

Mulai dari bercanda, berlari-larian di belakang shaf yang kosong di belakang, mengobrol, hingga tidak salat dan hanya menggelar sajadah saja. Tertawa cekikikan membuat berisik.

Ada juga yang bermain-main lantang mengucapkan kata "Aaamin..." menyaingi imam. Ada yang iseng mematikan lampu tatkala salat baru saja dimulai. Ada yang iseng menyembunyikan sandal temannya.

Sekarang berbeda dengan dulu. Kini, saya merasa terganggu oleh ulah anak-anak kecil yang cenderung nakal di masjid. Namun di sisi lain, saya juga seakan teringat pada masa kecil. Saat masih sering main-main, meski hanya kebanyakan bercanda dan tak segera bangkit untuk salat. Cerita masa kecil di bulan ramadan yang selalu teringat.   

Pantas saja, dulu setelah ibu tahu anaknya pun suka main dan bercanda bila bersama dengan anak-anak yang lain di masjid, akhirnya tidak mengizinkan lagi anak-anaknya pergi tanpa dampingan orang dewasa dan lepas tanpa kontrol. "Ke masjid itu untuk ibadah. Bukan untuk main-main. Apa tujuannya kamu ke masjid?"  Tegas ibu berkata.

Duh, Kalian punya pengalaman yang sama?  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun