Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kerokan, Pengobatan Tradisional yang Mudah, Murah, Manjur, dan Mesra

26 November 2017   23:57 Diperbarui: 27 November 2017   00:14 4133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola kerokan (materiprof.Didik)

SEBUAH siang pertengahan November 2017, di trotoar jalan samping gedung Sarinah Thamrin yang menghadap Djakarta Theatre XXI. Alunan musik tradisional angklung yang biasa dimainkan oleh sekelompok pemusik jalanan terhenti. Di pinggir tembok, seorang lelaki duduk menelungkupkan kepalanya.

Seorang lelaki lainnya memegang punggungnya. Di tangan lelaki itu, ada sebuah uang logam. Dengan cekatan, dia mengerik bagian leher lelaki yang sedang telungkup. Beberapa temannya yang lain, memperhatikan kegiatan itu.

"Dia masuk angin. Dari tadi mual-mual mau muntah. Makanya harus dikerok dulu biar sehat," ujar salah seorang pemusik jalanan itu kepada saya yang melihat kejadian itu.

Saya tersenyum. Wajah pemuda yang bersemu merah dan disebut masuk angin mulai memudar. Terlihat mulai segar. Musim pancaroba seperti saat ini, terkadang hujan dan berhawa dingin membuat orang mudah mengalami masuk angin. Apalagi, bila selalu berada di ruangan terbuka, seperti para pengamen musik jalanan tersebut.

"Nggak perlu minum obat. Habis dikerok nanti juga sembuh masuk anginnya," kata salah seorang dari mereka tertawa.

Ah, saya jadi teringat orang tua di rumah. Sejak dulu, bapak dan ibu selalu menyarankan untuk dikerok saja, bila salah seorang anggota keluarganya mulai merasa tidak enak badan atau greges. Mulai merasa mual-mual, batuk, atau suara sedikit berubah.

Kebiasaan ini sudah sejak saya kecil dilakukan. Pada keluarga besar yang memang berasal dari Jawa Tengah, bahkan sudah mulai menerapkan kerokan pada anak-anak bayi dan balita. Dengan menggunakan minyak bawang merah, yang sedang tidak enak badan dikerok secara perlahan dan lembut.

Semakin beranjak besar, untuk melicinkan bagian yang dikerok mulai digunakan sejumlah minyak-minyakan yang sekaligus dapat membantu untuk menghangatkan. Mulai dari minyak kayu putih, minyak pijit, hingga balsam. "Dikerok saja ya, supaya cepat sembuh." Itu biasanya anjuran ibu.  

Alat kerokan yang digunakan, cukup sederhana. Tidak ada alat pengerik khusus karena terkadang ada atau tidak. Alat yang paling mudah dan selalu ada, yaitu uang logam.

Biasanya, dipilih uang logam yang sisi-sisinya diperkirakan cukup lembut saat digesekkan ke kulit. Untuk mengetahuinya, cukup diraba saja sisinya. Setelah itu, uang logam kemudian dicuci sebelum digunakan.

Saat masih di Sekolah Dasar, saya termasuk paling gampang masuk angin. Badan saya kala itu begitu ringkih dan kurus. Karenanya, kakak selalu semangat sekali untuk mengerok bagian punggung saya. Saking seringnya, terkadang terasa panas dan perih sehingga saya mulai enggan dikerok setelah remaja.

Hanya mau sesekali saja, bila benar-benar sudah mulai merasa payah dan tidak sanggup lagi menahan rasa masuk angin. Kenyataannya, mau diakui atau tidak, setelah dikerok badan memang terasa lebih segar. Terutama setelah dibantu dengan beristirahat atau tidur sejenak.

Biasanya, usai  dikerok tubuh mulai terasa hangat. Setelah itu, perlahan-lahan mulai ingin bersendawa.  Biasanya saya mengeluarkan angin melalui bagian tubuh belakang atau yang biasa disebut kentut.  

Seperti halnya yang saya lihat pada salah seorang anggota  di samping gedung Sarinah Thamrin, kebiasaan kerokan dengan mudah saya temukan dimana saja. Di pasar, di kost, di kantoran, ataupun saat sedang berwisata ke suatu daerah sesekali ada teman yang minta tolong untuk dikerok.

Biasanya, saat melihat balur-balur merah di leher, saya segera mengetahui seseorang baru dikerok. Bila di rumah biasanya yang dikerik pada bagian punggung, dada, dan leher, ternyata ada juga yang mengerik pada pagian lengan hingga ke arah kaki. Wow, sebegitu dahsyatnya.

Seorang ibu mengerok anaknya (dok.slidemateri)
Seorang ibu mengerok anaknya (dok.slidemateri)
Kenapa  harus kerokan?

Itu sebuah pertanyaan yang sudah lama saya simpan. Saya tak menampik betapa manjurnya budaya warisan tradisional yang melekat begitu kuat di masyarakat Jawa pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Nyaris bisa dibilang, rata-rata pernah merasakan kerokan sepanjang hidupnya.  

Namun, satu hal yang tidak habis saya pikir adalah rasa tidak lega belum kerokan bila sudah masuk angin bagi yang sudah terbiasa. Di sisi lain, beredar informasi yang tidak-tidak jika melakukan kerokan dala posisi tiduran dapat menyebabkan terkena angin duduk, sehingga dapat menyebabkan meninggal dunia. Ups...

Penjelasan ilmiah mengenai kerokan akhirnya saya dapatkan dari Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS), Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo,dr, PAK, MM, M.Kes.

Dokter ramah ini menuturkan, sebenarnya asal usul kerokan, masih belum diketahui secara benar, apakah itu asli kepunyaan Indonesia atau dari China, yang kemudian melewati Thailand, Vietnam, lalu masuk ke Jawa.

Beragam alat kerokan yang digunakan (dok.materiprof.Didik)
Beragam alat kerokan yang digunakan (dok.materiprof.Didik)
Kenapa? Karena budaya kerokan juga terdapat di negara-negara Asia itu, yakni China  disebut Guasha, Vietnam dinamakan Goh Kyol, dan Thailand  dikatakan Cao gio. Mereka pun menggunakan alat bantu yang beragam, mulai dari batu giok, tanduk kerbau, dan sendok porselen.

Namun pastinya, di Jawa atau di Indonesia, kerokan merupakan upaya mencari kesembuhan dan budaya mencari pengobatan pada masyarakat yang biasanya  pada golongan bawah. Meski demikian, banyak juga kalangan berada yang meyakini dan merasakan manfaat  metode penyembuhan kerokan yang diwariskan nenek moyang. Keluarga besar Prof. Dr Didik pun melakukan kerokan secara turun temurun.

Di Indonesia, kerokan dimaknakan sebagai suatu upaya pengobatan tradisional Jawa dengan cara menekan dan menggeserkan secara berulang-ulang benda tumpul pada kulit dengan pola tertentu, sehingga terjadi bilur-bilur berwarna merah. Dulu, biasanya digunakan uang logam zaman Belanda benggol  yang terbuat dari tembaga .

Pola kerokan di dada dan lengan (dok.slideprof.Didik)
Pola kerokan di dada dan lengan (dok.slideprof.Didik)
Umumnya, masyarakat melakukan kerokan untuk mengobati  penyakit-penyakit, seperti masuk angin, nyeri otot, perut kembung, mual, nyeri kepala, nyeri haid,meriang, kolik dan lainnya.

Pola dan bagian yang dikeriki secara tradisional umumnya pada dada dan lengan. Lalu seperti apa pola yang benar? Menurut profesor Didik, polanya dari atas turun ke bawah, baik untuk kerokan bagian punggung maupun bagian leher. "Bagian yang tidak boleh dikerik adalah leher depan," ujar Prof. Didik.

Pola kerokan yangtepat menurut ahli (materiProf.Didik)
Pola kerokan yangtepat menurut ahli (materiProf.Didik)
Pola kerokan (materiprof.Didik)
Pola kerokan (materiprof.Didik)
Mudah, Murah, Mesra, dan Manjur

Profesor Didik secara khusus melakukan penelitian mengenai kerokan, sehingga disebut profesor kerokan. Menurutnya, kerokan rupakan pengobatan holistik, yang  mengandung unsur 4M, yakni Mudah, Murah, Mesra, Manjur.

Kerokan Itu Mudah

Betul juga. Siapa pun bisa melakukan kerokan dimana saja.Mau di kantor, di kamar, di ruang tamu, di tempat penginapan, di pasar, bahkan hingga di pinggir jalan. Ya, seperti para pemusik jalanan yang saya jumpai di trotoar samping gedung Sarinah.

Kerokan Itu Murah

Lha, alat dan bahan yang digunakan untuk kerokan sangat mudah didapat. Seperti sudah disebutkan, cukup butuh minyak-minyakan atau balsem sebagai pelicin. Paling sip menggunakan Balsem Lang, karena sekaligus mampu menghangatkan tubuh.  Alat yang digunakan bila tak ada alat pengerik, sendok porselen atau uang logam pun jadi.  

Kerokan Itu Mesra

Betul banget. Kerokan membutuhkan dan menimbulkan kontak fisik dan sentuhan kasih. Misalnya saja, kasih seorang ibu kepada anaknya, rasa sayang antar sesama pasangan suami istri, bahkan rasa kepedulian seorang teman kepada temannya yang sedang masuk angin.

Kerokan Itu Manjur

Tidak ada yang bisa membantah jika hasil kerokan sangat cespleng. Sakti nggak perlu pakai minum obat. Kepala pusing, punggung dan leher terasa pegal bisa hilang setelah angin dalam tubuh hilang usai sendawa.

kerokan bisa dilakukan dimana saja, kapan saja akrena mudah, mudarh, manjur, dan mesra (materiprof.Didik)
kerokan bisa dilakukan dimana saja, kapan saja akrena mudah, mudarh, manjur, dan mesra (materiprof.Didik)
                                             

Kerokan,  Terkesan Kampungan Namun Dahsyat

 Prof Didik yang sudah mengeluarkan buku berdasarkan penelitiannya mengenai kerokan mengakui,  budaya kerokan seringkali dianggap remeh, kampungan, tidak bisa diilmiahkan. Itulah yang mendorongnya melakukan penelitian mengenai kerokan, meski ada yang menganggap tindakannya membuang waktu dan tenaga .

Prof. Didik melakukan penelitian beberapa tahap. Tahap 1 melalui metode questioner, interview ,survey untuk mencari data pengguna kerokan. Hasil yang diperoleh ternyata bahwa di Solo hampir seluruh responden 90% mengenal kerokan. Sebanyak 85% sudah merasakan manfaatnya.

Penelitian tahap 2 dilakukan biopsi kulit yang dikeriki dari peneliti, tahap 3 berupa penelitian Biomolekuler. Hasil, guru besar kelahiran tahun 1948 itu mampu membuktikan fakta- fakta kerokan bermanfaat untuk masyarakat Indonesia.

Meski demikian, Prof. Didik menyarankan jangan terlalu sering sekali. Saat kerokan terjadi pengeluaran suatu hormon dari dalam tubuh yang namanya endorfin. Itu menyebabkan kecanduan.

Endorfin atau  Endo morfin merupakan morfin alami, yang dikeluarkan oleh tubuh sendiri. Kalau endomorfin keluar, tubuh akan mengalami euforia, seger, rasanya lebih enak.

Penelitian yuang dilakukan Prof. Didik ini mampu membantah sinisme terhadap kerokan, yang diduga menyebankan serangan jantung atau angin duduk karena mitos.

Kenyataannya, banyak orang  yang kerokan tidak perlu berobat ke fasilitas kesehatan karena sudah sembuh secara mudah, murah, mesra, dan manjur. Kerokan merupakan warisan budaya lestari.

Kerokan dapat menggunakan Balsem Lang yang menghangatkan (foto:instagramSobathangat)
Kerokan dapat menggunakan Balsem Lang yang menghangatkan (foto:instagramSobathangat)
Kerokan dan Kehangatan Balsem Lang

Sebagai orang modern masa kini, untuk kerokan saya merasa sudah nggak zaman lagi menggunakan minyak goreng atau minyak yang bisa menimbulkan bau. Saya merasa lebih cocok menggunakan balsem yang digunakan sebagai pelicin sebelum dikerok dengan uang logam. Setelah itu, balsem dibalurkan ke bagian tubuh yang dirasa masuk angin.

Balsem Lang merupakan balsem yang paling banyak digunakan untuk kerokan. Balsem Lang dari Cap Lang merupakan pelopor balsem hijau yang populer dan menjadi market leader di kelasnya.

Balsem Lang yang memiliki tagline Dikit-Dikit Jangan Minum Obat, memiliki kandungan bahan alami yang dapat mengatasi masuk angin, pusing, mual, pegal-pegal, dan gatal akibat gigitan serangga. Menggunakan aromaterapi yang dapat meredakan masuk angin.

Satu hal yang saya suka saat kerokan dengan Balsem Lang adalah keunggulannya yang tidak lengket, memiliki aroma yang menenangkan, dan mengurangi rasa nyeri. Semua itu karena bahan aktif yang terkandung di dalamnya, seperti L-Menthol, Eucalyptus Oil, Methyl Salicilate, dan Champor. Kemasannya pun ada yang kecil sehingga bisa dibawa di dalam tas saat dibutuhkan.

Saya tidak ragu lagi dan semakin yakin dengan manfaat kerokan. Apalagi bila saat kerokan menggunakan  Balsem Lang, yang mampu menghangatkan tubuh sehingga segera pulih dan terasa segar untuk beraktivitas !  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun