Hanya mau sesekali saja, bila benar-benar sudah mulai merasa payah dan tidak sanggup lagi menahan rasa masuk angin. Kenyataannya, mau diakui atau tidak, setelah dikerok badan memang terasa lebih segar. Terutama setelah dibantu dengan beristirahat atau tidur sejenak.
Biasanya, usai  dikerok tubuh mulai terasa hangat. Setelah itu, perlahan-lahan mulai ingin bersendawa.  Biasanya saya mengeluarkan angin melalui bagian tubuh belakang atau yang biasa disebut kentut. Â
Seperti halnya yang saya lihat pada salah seorang anggota  di samping gedung Sarinah Thamrin, kebiasaan kerokan dengan mudah saya temukan dimana saja. Di pasar, di kost, di kantoran, ataupun saat sedang berwisata ke suatu daerah sesekali ada teman yang minta tolong untuk dikerok.
Biasanya, saat melihat balur-balur merah di leher, saya segera mengetahui seseorang baru dikerok. Bila di rumah biasanya yang dikerik pada bagian punggung, dada, dan leher, ternyata ada juga yang mengerik pada pagian lengan hingga ke arah kaki. Wow, sebegitu dahsyatnya.
Itu sebuah pertanyaan yang sudah lama saya simpan. Saya tak menampik betapa manjurnya budaya warisan tradisional yang melekat begitu kuat di masyarakat Jawa pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Nyaris bisa dibilang, rata-rata pernah merasakan kerokan sepanjang hidupnya. Â
Namun, satu hal yang tidak habis saya pikir adalah rasa tidak lega belum kerokan bila sudah masuk angin bagi yang sudah terbiasa. Di sisi lain, beredar informasi yang tidak-tidak jika melakukan kerokan dala posisi tiduran dapat menyebabkan terkena angin duduk, sehingga dapat menyebabkan meninggal dunia. Ups...
Penjelasan ilmiah mengenai kerokan akhirnya saya dapatkan dari Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS), Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo,dr, PAK, MM, M.Kes.
Dokter ramah ini menuturkan, sebenarnya asal usul kerokan, masih belum diketahui secara benar, apakah itu asli kepunyaan Indonesia atau dari China, yang kemudian melewati Thailand, Vietnam, lalu masuk ke Jawa.
Namun pastinya, di Jawa atau di Indonesia, kerokan merupakan upaya mencari kesembuhan dan budaya mencari pengobatan pada masyarakat yang biasanya  pada golongan bawah. Meski demikian, banyak juga kalangan berada yang meyakini dan merasakan manfaat  metode penyembuhan kerokan yang diwariskan nenek moyang. Keluarga besar Prof. Dr Didik pun melakukan kerokan secara turun temurun.