Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bertemu Owa Jawa, Si Langka yang Monogami di Gunung Gede Pangrango

21 November 2017   23:59 Diperbarui: 22 November 2017   06:31 1576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Owa Jawa menjalani rehabilitasi di Java Gibon Centre TNGG Pangrango dan menjalani habituasi di Gunung Puntang, Malabar (dok.pertamina)

Sebagai  satwa yang berkembang biak secara monogami, susah bereproduksi, dan selektif dalam memilih pasangan, Owa Jawa (Hylobates moloch) terancam kepunahan. Itu pun masih dibayangi dengan adanya tindakan perburuan liar untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan. Upaya rehabilitasi dan habituasi terhadap Owa Jawa pun dilakukan Pertamina bersama Yayasan Owa Jawa sejak tahun 2013.

BERUNTUNG ! Itu kata yang diucapkan oleh Igud, salah seorang pemandu yang menyambut rombongan  Kompasiana Visit bersama Pertamina "Save Owa  Jawa", yang baru saja tiba di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede  Pangrango, Bodogol, Jawa  Barat, Senin 13 Mei 2017.

Tangannya menunjuk pada seekor Owa Jawa yang tengah berada di atas pohon. Sesekali berlompatan sambil membawa anaknya dalam dekapan. Seakan tidak peduli, Owa Jawa itu berpindah ke dahan pohon yang lain. 

Saya terkesima. Mata saya mengikuti  arah tangan Igud. Seperti halnya teman yang lain, saya segera beraksi mengabadikannya meski tak begitu jelas tergambar dengan kemampuan kamera ponsel yang tak memadai.

Melihat Owa di ketinggian pepohonan (dok.windhu)
Melihat Owa di ketinggian pepohonan (dok.windhu)
PPKAB Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (dokpri)
PPKAB Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (dokpri)
Owa Jawa itu lebih jelas dipandang dengan mata telanjang. Saya senang dan tampaknya yang lain juga. Baru pertama kali, saya melihat langsung Owa Jawa, primata langka yang hampir punah.

"Owa Jawa tidak selalu menampakkan diri. Beruntung bisa menyaksikannya secara langsung," ujar Igud.

Haha, mungkin Owa Jawa itu tahu kalau rombongan kami datang jauh-jauh dari Jakarta. Berkumpul sejak pagi di Bentara Budaya Jakarta dan tiba di hutan Bodogol untuk mengunjunginya dengan gambar diri Owa Jawa dan kalimat Save Owa Jawa, yang tertera di kaus putih yang dikenakan semua peserta.     

Ibu Badiah dari TNGG Pangrango menjelaskan tentang Owa Jawa (dok.windhu)
Ibu Badiah dari TNGG Pangrango menjelaskan tentang Owa Jawa (dok.windhu)
Sebenarnya, kedatangan kami ke PPKAB itu agak kesiangan. Sudah lewat pukul 10 pagi. Kami ketinggalan Morning Call. Suara saling bersahutan antara Owa Jawa setiap pagi, untuk menandakan wilayah kekuasannya.

"Kalau datang lebih pagi, bisa mendengarkannya langsung Morning Call selamat pagi," kata ibu Badiah, Kepala Bidang Wilayah 3 Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. .

Tiba dari Jakarta, kami masih melanjutkan perjalanan menggunakan mobil jep yang menempuh jalan sekitar 7 KM untuk mencapai  Bodogol. Sebuah perjalanan yang cukup menegangkan karena medan yang harus ditempuh berupa tanah licin.

Jalan menuju TNGG Pangrango harus dilalui dengan jeep (dok.windhu)
Jalan menuju TNGG Pangrango harus dilalui dengan jeep (dok.windhu)
Melintasi jalur yang llicin (dok.windhu)
Melintasi jalur yang llicin (dok.windhu)
Kiri dan kanan jalan semak penuh belukar yang terkadang daunnya  menampar kami yang berada di dalam mobil dalam posisi duduk berhadapan. Tanah yang becek, licin, dan tidak rata membuat mobil sempat terhenti beberapa kali untuk bisa melewati jalan.

Kami yang di dalam mobil pun terantuk-antuk. Terguncang ke arah kiri dan kanan. Sesekali becek tanah yang beradu dengan roda menciprat airnya ke dalam mobil, mengenai  jaket yang digunakan. Tak apa, ini perjuangan seru karena kami akhirnya bisa bertemu dengan primata bernama Owa Jawa, si langka monogami yang dilestarikan di Bodogol.

Menurut Ibu Badiah,  Owa Jawa merupakan hewan yang sangat sensitif. Apalagi, bila bertemu dalam jumlah kerumunan orang banyak. Saat itulah saya baru menyadari alasan hanya 5 orang teman kami, yang mendapatkan keistimewaan melihat langsung Owa Jawa yang sedang menjalani rehabilitasi.

Owa Jawa, satwa langka yang monogami (dok:pertamina)
Owa Jawa, satwa langka yang monogami (dok:pertamina)
Namun, saya dan teman lainnya tetap beruntung karena masih dapat melihat Owa Jawa yang tidak sungkan pagi itu menampakkan diri di ketinggian pohon. Cuek bergelayutan dlihat dua puluh pasang mata orang kota, yang berdecak kagum.

Owa Jawa, yang merupakan primata tidak memiliki ekor memang sangat setia. Di TNGG Pangrango Bodogol, jumlahnya hanya ada 13 keluarga. Ya, Owa Jawa hidup serupa manusia. Berkeluarga dan memiliki anak-anak.

Owa Jawa, setia pada satu pasangan dan hidup berkeluarga (dok.pertamina)
Owa Jawa, setia pada satu pasangan dan hidup berkeluarga (dok.pertamina)
Tidak sama seperti satwa lain, misalnya monyet, Owa Jawa memiliki kekeluargaan yang kuat. Tak akan pernah berganti pasangan hingga akhir hayatnya. Hal ini menjadi salah satu tantangan dalam melindungi Owa Jawa. Belum lagi, Owa Jawa seakan taat pada program KB. Hanya bereproduksi tiga hingga empat tahun sekali. Biasanya yang dilahirkan satu ekor. Jumlah anak yang dimiliki pun hanya sekitar 3-4 ekor.

Bila terjadi perburuan liar atau pasangannya mati, Owa Jawa yang  merupakan orang  tua bisa mengalami stress. Kehilangan anggota keluarga yang disayangi dapat  mengantarkannya pada kematian.Sehingga, Owa Jawa masuk dalam kategori Endangered Spesies.

Owa Jawa menjalani rehabilitasi di Java Gibon Centre TNGG Pangrango dan menjalani habituasi di Gunung Puntang, Malabar (dok.pertamina)
Owa Jawa menjalani rehabilitasi di Java Gibon Centre TNGG Pangrango dan menjalani habituasi di Gunung Puntang, Malabar (dok.pertamina)
Untungnya, di TNGG Pangrango, perburuan liar  dan penebangan liar sudah berkurang. Setelah menjalani rehabilitasi di Jakarta Gibbon Centre kemudian dihabituasi ke Gunung Puntang, Malabar, Bandung Selatan, Jawa Barat. Karenanya, dianggarkan Rp.500 juta per tahun untuk pelestarian Owa Jawa.

Di wilayah Jawa Timur, Owa Jawa sudah punah. Status IUON 2008  mencatat, jumlah Owa Jawa kurang dari 40.000 spesies. Karena itulah gerakan #SaveOwaJawa dilakukan.

Bila ada Owa jawa yang berada di masyarakat, selain rehabilitasi, dilakukan habituasi untuk dikembalikan pada alam. Kembali pada habitatnya agar tetap bertahan hidup.

Igud, pemandu sedang menjelaskan tentang primata. Owa Jawa menjadi endagered sprecies (dok.windhu)
Igud, pemandu sedang menjelaskan tentang primata. Owa Jawa menjadi endagered sprecies (dok.windhu)
Agustian Fahrudin Community Development Officer  Pertamina EP Subang Field menyampaikan kondisi Owa Jawa mendorong Pertamina bekerja sama dengan Yayasan Owa Jawa, yayasan yang bergerak di rehabilitasi dan habituasi Owa  Jawa sejak tahun 2013.

Selain itu, dilakukan penanaman 1000 pohon pakan. Penanaman pohon ini perlu agar Owa Jawa bisa bertempat tinggal di habitat yang sesuai dan nyaman. Lingkungan yang hijau merupakan  prasyarat satwa ini dapat lestari.

PPAKB TNGG Pangrango terbuka untuk umum (dok.windhu)
PPAKB TNGG Pangrango terbuka untuk umum (dok.windhu)
Kawasan TNGG Pangrango, Bodogol  saat ini adalah sesuai untuk Owa Jawa. Hingga kini, sudah dilakukan pelepasliaran dan pemantauan terhadao 18 ekor Owa Jawa. “Sebanyak dua anak lahir di exsite untuk pertama kalinya sejak tahun 2013,” kata Agustian, usai menikmati sajian durian Warso.

Menurut  Agustian, edukasi pun dilakukan di lebih 1000 sekolah, media, juga kepada masyarakat Gunung Puntang. Semuanya untuk menyelamatkan Owa Jawa! Si langka yang sensitif namun setia pada pasangannnya.  Pemantauan terhadap Owa Jawa yang menjalani rehabilitasi dan habituasi diupayakan agar tidak ada yang keluar dari hutan lindung!

Inilah catwalk yang biasa digunakan untuk mengamati keadaan sekitar TNGG Parangango (dok.windhu)
Inilah catwalk yang biasa digunakan untuk mengamati keadaan sekitar TNGG Parangango (dok.windhu)
Berfoto satu kelompok di Catwalk (dok.humaidy)
Berfoto satu kelompok di Catwalk (dok.humaidy)
Menapaki Canopy Trail  

Selain Owa Jawa, di TNGG Pangrango terdapat juga sejumlah hewan langka lainnya, yakni Elang dan Macan Tutul. Keberuntungan kedua adalah saya dan teman-teman berhasil melihat Elang Jawa secara langsung melintas di langit, saat berada di catwalk.

Burung Elang Jawa  merupakan burung langka yang menjadi penyeimbang populasi ekosistem hutan. Satwa predator toppada rantai makanan ini melintas, saat kami berada menara pengamatan atau catwalk.

Catwalk? Haha, sebutan ini muncul karena dulunya tempat berjalan kucing hutan, dilihat dari jejak kotorannya. Dari catwalk, dapat melihat pemandangan hutan dari ketinggian dan juga mengamati burung Elang Jawa.

TNGG Panagrango kaya akan tanaman obat. Ini Kirapet. (dok.windhu)
TNGG Panagrango kaya akan tanaman obat. Ini Kirapet. (dok.windhu)
Tanaman hujan (dok.windhu)
Tanaman hujan (dok.windhu)
Melewati tanaman Luna (dok.windhu)
Melewati tanaman Luna (dok.windhu)
Sangat menyenangkan kala tahu TNGG Pangrango, Bodogol ternyata menyimpan banyak hal mengenai alam hijau. Menyusuri  tapakan tanah yang licin  sepanjang 1,3 KM peserta visit  #saveowajawa dibagi menjadi beberapa kelompok.

Didampingi Igud dan ditemani polisi hutan bernama Ike, kekaguman terhadap kekayaan alam membuncah. Berjalan kaki, kesegaran hawa menjelang hujan di hutan Bodogol terasa menyegarkan.  

Beristirahat sejenak setelah berjalan kaki di tanah yang licin dan memerlukan kehatihatian (dok.windhu)
Beristirahat sejenak setelah berjalan kaki di tanah yang licin dan memerlukan kehatihatian (dok.windhu)
Pengetahuan mengenai satwa dan tanaman bertambah. Sepanjang perjalanan, Igud menjelaskan banyaknya tanaman obat yang bisa ditemukan. Takjub. Inilah pentingnya satwa dan tumbuhan harus dijaga dan dicintai.

Di beberapa tempat yang ditandai,di dalam hutan Bodogol terdapat plang papan penjelas. Salah satunya mengenai Owa Jawa, Surili, dan Lutung. Ketiga jenis primata ini merupakan fauna endemik di Pulau Jawa yang  bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai penyebar benih, dari biji-bijian sisa-sisa makanan yang dimakan (buah) dan terbuang melalui kotoran.

Masuk ke dalam hutan menurun, keluar hutan trek menanjak (dok.windhu
Masuk ke dalam hutan menurun, keluar hutan trek menanjak (dok.windhu
Nah, dari biji-bijian yang mereka sebar ini akan menjadi cikal bakal pohon di hutan. Jadi jika Owa jawa punah, berarti hutannya sudah tidak bagus. Dekat sungai, kami melalui habitat herpetofauna atau satwa melata. Belajar perbedaan katak dan kodok sebagai  amphibi, beda ular berbisa dan tidak berbisa.

Melintasi dalam hutan Bodogol,  Igud sang pemandu menjelaskan banyak mengenai tumbuhan untuk pengobatan.  Ada  paku rane, Kirapet, Luna, hingga tumbuhan hujan. Paku Rane, biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk pengobatan. Mulai dari mengobati jerawat dan penghalus kulit, mengobati penyakit maag dan pengobatan ibu pasca melahirkan, sebagai obat  batuk, dan harendong sebagai obat gatal-gatal.

Kami melalui jembatan kanopi pertama di Indonesia, yang dibangun di hutan pada tahun 1998 dengan menggunakan 4 pohon besar untuk menunjang jembatan ini. Panjang jembatan kanopi ini, yaitu 100 meter dengan ketinggian yang bervariasi, 5-25 meter.

Inilah kanopi, yang dibatasi maksimal 5 orang saat melintasinya (dok.windhu)
Inilah kanopi, yang dibatasi maksimal 5 orang saat melintasinya (dok.windhu)
Melewati kanopi (do.windhu)
Melewati kanopi (do.windhu)
Dari kanopi, kami mendengar juga suara Owa Jawa bersahutan (dok.windhu)
Dari kanopi, kami mendengar juga suara Owa Jawa bersahutan (dok.windhu)
Mencintai Alam Melalui Uji Nyali rafting

Keseruan mengenal satwa dan lingkungan di hari pertama berlanjut pada hari kedua, Selasa 14 November 2017. Bangun pagi dari tempat menginap di hotel Amaris, Pakuan, kami bersiap untuk uji nyali melalui rafting di aliran Sungai Cisadane sepanjang 11 KM.

Di atas perahu merah berisi enam orang dengan seorang pemandu bernama kang Udjo, masing-masing memegang dayung untuk mengayuh maju dan mundur.

Rafting di Sungai Cisadane menempuh 11 KM (dok.)
Rafting di Sungai Cisadane menempuh 11 KM (dok.)
Seru ! Ada empat jeram, yakni Jeram Blender, Jeram Kerinduan, Jeram Kuda liar, dan terakhir dam. Melintasi jeram blender,  perahu yang ditumpangi berputar-putar mengikuti aliran air, seperti nama jeram yang diberikan.

Saya terkaget menyaksikan salah seorang teman di perahu saya jatuh saat perahu terhentak  air. Untunglah, sebelum rafting sudah diajarkan sejumlah petunjuk menyelamatkan diri. Dia berhasil menarik tali panjang putih yang diulurkan.

Kegembiraan melintasi sensasi jeram sungai (dok)
Kegembiraan melintasi sensasi jeram sungai (dok)
Sempat berhenti sebentar, dia kembali bergabung dalam perahu  melewati tiga jeram lainnya. Di dam, yang merupakan jeram terakhir, sensasi didapatkan saat perahu melintasi ketinggian 3 meter dan sudut kemiringan 90 derajat.

Dari rafting aliran Sungai Cisadane, saya belajar lebih mengenai alam. Perlunya menjaga sungai dari kebersihan karena memiliki potensi wisata. Saat melintas, sesekali mata saya menangkap tumpukan sampah di sisi kiri dan sisi kanan sungai. Ah, sedih.    

Kekompakan tim dalam mendayung diperlukan. Ini usai melali dam, dengan ketinggian 3 KM dan sudut 90 derajat (dok)
Kekompakan tim dalam mendayung diperlukan. Ini usai melali dam, dengan ketinggian 3 KM dan sudut 90 derajat (dok)
Pemberdayaan Masyarakat dan Pertamina

Menutup rangkaian visit #saveowajawa bersama  pertamina selama dua hari, pengetahuan bertambah dari pemaparan Minanti Putri, Staff CSR Pertamina Asset 3 Subang Field dan Wahyu Widiatmoko, selaku Petroleum Engenering PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field di RM Gumati, Bogor.

Sejenak di Warso Farm (dok.windhu)
Sejenak di Warso Farm (dok.windhu)
Menikmati durian warso yang manis rasanya (dok.windhu)
Menikmati durian warso yang manis rasanya (dok.windhu)
Beragam program solusi pemberdayaan dilakukan Pertamina sebagai upaya mengatasi masalah dalam masyarakat dari hulu ke hilir. Ada pemberdayaan  jamur merang, pengelolaan sampah, rumah inspirasi, hingga penanggulangan HIV dan AIDS.  

Penjelsan mengenai Subang Field Pertamina (dok.windhu)
Penjelsan mengenai Subang Field Pertamina (dok.windhu)
CSR Pertamina beraneka, mulai dari pemberdayaan perempuan, pengelolaan sampah, hingga HIV/AIDS (dok.windhu)
CSR Pertamina beraneka, mulai dari pemberdayaan perempuan, pengelolaan sampah, hingga HIV/AIDS (dok.windhu)
Nah, untuk ikut melestarikan Tuntong Laut dan Owa Jawa, masyarakat bisa berpartisipasi dalam ajang lari Eco Run Pertamina, bertema Lari Lestarikan Bumi,  yang akan digelar pada Sabtu, 16 Desember 2017 di Pantai Karnaval Taman Impian Jaya Ancol. Yuk ah, kobarkan kebaikan dengan #SaveOwaJawa.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun