Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan dan BBM, Dua Sisi yang Selalu Bertemu

2 September 2017   23:00 Diperbarui: 7 November 2017   15:17 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapten Agustin Fitriyah, perempuan nahkoda kapal tanker pertama di Pertamina (www.kompasiana.com/nurhasanah2003)

Bila sebelumnya di Kecamatan Ilaga Papua, BBM mencapai  Rp 50.000 -- Rp 100.000 per liter dan di Kecamatan Anggi Papua Barat/liter BBM menyentuh harga Rp 15.000 -- 30.000 per liter, ada perubahan setelah dilakukan BBM satu harga. Premium menjadi Rp 6.450/liter dan Solar 5.150/liter.

 Pastinya, masyarakat yang dulunya terpaksa membeli BBM di daerah dengan harga mahal kini bisa tersenyum lega. Perekonomian bisa lebih bagus. Hidup juga lebih membaik karena bisa melakukan sesuatu dengan uang yang tidak harus terpaksa keluar lebih banyak.

Perempuan dan BBM
Nah, bicara mengenai harga BBM dan perekonomian ternyata pas sekali dengan perempuan. Saya memang tinggal di kota Jakarta dan terbebas dari masalah distribusi BBM yang sangat rumit seperti di daerah-daerah terluar, terpencil, dan terdalam. Tidak merasakan hal-hal terlalu pahit karena distribusi BBM atau harga BBM yang melambung mahal seperti di daerah 3T. Penerangan lampu selalu ada.

Namun, menurut saya, perempuan dan BBM tetap seperti dua sisi yang selalu bertemu. Haha, kenapa? Ya, karena di rumah, pengendali untuk penggunaan BBM, terutama itu perempuan. Setidaknya untuk urusan masak-masak di rumah. Kening bisa  berkerut saat harus mengeluarkan uang lebih banyak kala harga BBM merangkak naik.

Saat pertama kali konversi minyak tanah ke BBM banyak yang kaget, terutama ibu-ibu. Saat ini, bahkan penjual gerobak pun terbiasa memakai tabung gas melon (dokpri)
Saat pertama kali konversi minyak tanah ke BBM banyak yang kaget, terutama ibu-ibu. Saat ini, bahkan penjual gerobak pun terbiasa memakai tabung gas melon (dokpri)
Saya masih ingat ketika tahun 2007, tepatnya 10 tahun lalu saat pemerintah memutuskan untuk menarik minyak tanah dari peredaran dan menggantinya dengan gas. Banyak perempuan yang kalang kabut karena tidak terbiasa atau bahkan belum pernah masak menggunakan elpiji. Alhasil, kala itu meskipun mahal, minyak tanah tetap diburu meski sudah langka dan harganya sudah melambung.

Saya masih ingat juga saat warga se-RW dikumpulkan untuk mendapatkan pembagian tabung gas melon. Banyak yang takut-takut untuk menggunakannya karena takut bocor atau takut meledak meskipun lama kelamaan akhirnya pasrah dan belajar menggunakan gas untuk keperluan sehari-hari.

Ah, bisa sih peristiwa ini dibilang masa lalu dan sekarang masyarakat sudah terbiasa meskipun di kampung  sejumlah kampung mungkin saja masih ada yang menggunakan kompor minyak tanah memasak.

Saat saya pulang kampung ke sebuah desa di Jawa Tengah hingga saat ini, masih ada rumah tangga, terutama pada perempuan yang sudah tua tetap memilih untuk menggunakan kompor minyak tanah. Selain memang masih takut, mereka  merasa lebih nyaman menggunakannya. 

Baiklah, kenyataannya di kota semua sudah beralih. Para penjaja makanan keliling saja sudah menggunakan tabung gas melon. Bahkan, rumah tangga perkotaan saat ini sudah pasti merupakan pemakai gas elpiji. Untuk di rumah, penggunaan tabung gas 12 Kg baru cukup untuk sebulan. Soal harga saat ini? Sekitar Rp 145.000. Saya hanya berharap harganya tak akan berubah naik dan tetap bisa terjangkau.

Lalu apalagi yang terkait BBM dengan perempuan? Bensin di SPBU. Seperti masyarakat umum lainnya, saya selalu mengidentikkan BBM itu dengan minyak tanah, elpiji, dan bensin. Saat ini pengguna kendaraan bermotor tak hanya laki-laki. Sejak Premium ditarik dari pasaran, masyarakat berada pada pilihan Pertamax dan Pertalite, yang memiliki kadar oktan lebih tinggi. 

Memang, ada kenaikan harga menjadi Rp 7.350 untuk Pertamax dan Rp 8.050 untuk Pertalite, berdasarkan tarif per 5 Januari 2017 di wilayah DkI Jakarta dan sekitarnya. Namun, ternyata memakai dua jenis BBM ini lebih untung karena lebih bersih. Selain itu, jarak tempuhnya menjadi lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun