"On my own I will just create, and if it works, it works, and if it doesn't, I'll create something else.
 I don't have any limitations on what I think I could do or be."
 -- Oprah Winfrey--
Keren ! Biasanya itu yang langsung terlintas dalam pikiran saya saat membaca artikel atau menonton tayangan televisi, yang mengupas kemampuan perempuan  menembus batas. Mencapai suatu posisi karir yang seringkali dianggap orang suatu yang tidak mungkin atau belum pernah dicapai oleh perempuan manapun. Menjadi pendobrak. Menjadi yang mengawali.
Dari para perempuan hebat, saya akan memperoleh inspirasi. Kekaguman muncul. Membangkitkan semangat untuk terus memperjuangkan yang diinginkan hingga berhasil. Menjadi yakin tidak akan ada yang bisa membatasi kecuali diri sendiri.
Itu pula yang saya rasakan saat membaca artikel yang banyak ditulis di berbagai media tentang adanya seorang perempuan muda Kapten Agustin Fitriyah (35), nakhoda wanita pertama Indonesia kapal tanker Pertamina.
Wah, hebatnya. Bekerja di sebuah bidang yang dianggap maskulin bagi masyarakat Indonesia. Â Tidak mainstream, kalau mau disebut begitu, seperti yang teman-teman saya bilang. Kapten Agustin menjadi perempuan yang mampu berkiprah dan menjelajah samudera, di saat perempuan lain bisa jadi tak sempat berpikir atau berkeinginan ke arah sana.
Perempuan ini menahkodai kapal yang memiliki anak buah kapal mayoritas para laki-laki. Sudah pasti, tak hanya sekedar kecerdasan dan kemampuan mengerjakan tugas. Kemampuan memimpin pun pasti dimilikinya.
Kapten Agustin menjadi nakhoda kapal tanker menjawab tantangan Karen Agustiawan, perempuan yang menjadi Dirut Pertamina saat itu. Satu-satunya dirut perempuan yang pernah menjabat di BUMN energi Pertamina.
Namun, satu hal yang membuat saya lebih kagum lagi adalah tugas yang harus dilakukan Kapten Agustin. Dengan kapal tanker MT Merbau yang dinakhodainya, Agustin yang bekerja di Pertamina sejak tahun 2007, membawa 3.500 ton DWT (Deadweight Tonnage) alias total total bobot yang dapat ditampung kapal untuk membuat kapal terbenam sampai batas yang diizinkan. Muatannya mencapai 4.000 kiloliter.
Agustin mengangkut ribuan liter bahan bakar minyak (BBM) untuk didistribusikan hingga ke sudut-sudut pulau di wilayah Indonesia. Â BBM memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, tak terkecuali hingga daerah yang ada di seluruh Indonesia.
Menyalurkan energi ke penjuru energi menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh perusahaan energi nasional. Padahal di sisi lain, jaringan distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia itu tergolong njelimet. Bahkan bisa dikatakan paling rumit sedunia.
Walau begitu, Pertamina tetap harus mengoptimalkan berbagai cara untuk menyalurkan BBM Â berhasil sampai di daerah-daerah.Setidaknya tercatat jumlah pelabuhan/terminal yang dioperasikan dan/atau dilayani, terdiri atas 104 terminal/pelabuhan khusus pertamina dan 31 pelabuhan PEP/KKS. Jumlah kapal tanker yang dioperasikan Pertamina pada tahun 2016 mencapai 227buah, baik sewa ataupun milik.
Ah, ya. Distribusi BBM. Tugas inilah yang diemban seorang Kapten Agustina untuk membawa kapal tanker yang menyalurkan BBM hingga tepat ke daerah yang dituju. Konon, masih terdapat daerah tertinggal, yang harus bergelap ria karena kurangnya pasokan energi.
Tahun 2015, paling tidak sebanyak  29,24 juta KL BBM, 48,44 juta KL minyak mentah, dan 17.62 juta KL (Non-BBM) dengan jumlah total 95.3 juta KL yang diangkut dengan kapal pertamina.
Di sisi lain, Bandara Internasional Lombok merupakan salah satu bandara tersibuk di wilayah kerja Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V. Setiap harinya, DPPU BIL menyalurkan Avtur rata-rata 100 KL atau melayani rata-rata 40 penerbangan per hari. Selain itu DPPU BIL juga mempunyai DPPU aneksasi yaitu DPPU Salahuddin di Bima. Bandara International Lombok pun merupakan salah satu embarkasi dan debarkasi penerbangan Haji untuk wilayah Nusa Tenggara.
Sebagai Kepala DPPU, Rina bertugas mengawasi penerimaan, penyaluran, dan pengecekan stock produk bahan bakar Aviasi seperti Avtur atau Avgas di DPPU yang dipimpinnya. Selain itu seorang Kepala DPPU juga bertanggungjawab dalam memastikan pelayanan pengisian pesawat udara ke customer (airline) terlaksana dengan aman dan lancar serta membina hubungan komunikasi yang baik dengan customers & stakeholders. Selain itu, dalam keseharian, Rina juga harus memastikan kesinambungan stock di DPPU mulai dari memperhatikan jadwal tanker yang membawa Avtur di TBBM, proses pengangkutan dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Â ke Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU), hingga menerima pelayanan komplain dari customer.
Sejak awal bergabung dengan Pertamina, Rinna sudah menyiapkan diri jika suatu saat ditempatkan di lokasi-lokasi Aviasi Pertamina yang jauh dari rumah, medan sulit, dan jarang pulang. Termasuk memberi pengertian kepada orang tua. Terlebih, bertugas di lingkungan yang beda adat, budaya dan perilaku masyarakatnya. Tantangan-tantangan yang ada malah dijadikan Rina semangat.Â
Mendistribusikan energi ke pelosok negeri Indonesia bukanlah hal yang mudah, tapi harus. Tidak ada satupun daerah yang mau terlewatkan pasokan BBM. Saya sendiri nggak terbayang kalau tinggal di suatu daerah yang kekurangan pasokan BBM. Jangan sampai.
Sebagai BUMN energi, beragam upaya harus dilakukan pertamina supaya bisa menjangkaunya. Termasuk yang ada di wilayah ujung timur Indonesia. Â Darat, laut, dan udara merupakan cara yang ditempuh agar BBM bisa dinikmati di daerah.Â
Nah, dalam penditribusian BBM, ternyata setiap daerah, memiliki tantangan tersendiri. Misalnya, pola Distribusi BBM di wilayah Sumatera. Medan distribusinya tak mudah dilalui. Jalan kendaraannya  jauh dari kata rata dan halus.
Di Sumatera, contohnya dari terminal bahan bakar minyak (TBBM) Bengkulu masih perlu dibawa ke SPBU pedalaman 300 Km. Maka tak heran biaya distribusinya mencapai Rp 1.177,-/liter
Sementara di Rote Ndao, penyaluran BBM sering menghadapi kesulitan karena  kondisi ombak yang tingginya mencapai 2 meter. Pola distribusi BBM di tempat ini, setelah dari TBBM Tenau, diangkut dengan mobil tangki-drum, Kapal kayu/kapal laut motor, truk, hingga ke agen premium, minyak, dan solar (APMS).
Tantangan penyaluran distribusi BBM pun terjadi di Kalimantan. Pola distribusi BBM-nya, dimulai dari terminal BBM, dibawa mobil tangki, dimasukkan ke drum, dibawa melalui kapal long boat, baru disampaikan ke APMS. Jarak dari TBBM Samarinda (Kaltim) ke APMS Ratah Indah (Kaltim) mencapai 560 Km.
Bila tiba di daerah riam atau jeramnya yang tidak bisa dilalui long boat, BBM harus dipindahkan ke drum yang lain di hulu riam. Saat akan melewati riam/ jeram yang sulit, beban BBM harus dikurangi setengahnya. Kemudian  diangkut dua kali. Sungai perlu ditembus dengan berbagai jenis kapal.
Dari TBBM Pontianak (Kalbar) Â berjarak 255 Km keTBBM Sintang (Kalbar). Biaya distribusi Terminal BBM Samarinda/APMS Hulu Sungai Mahakam mencapai Rp 1.051/liter.
Untuk distribusi ke masyarakat Papua lebih rumit lagi. Distribusi BBM dilakukan melalui metode darat, laut/sungai, dan udara. Untuk wilayah pegunungan yang sulit dijangkau, misalnya sekitar Wamena, Oksbil, dan pegunungan bintang dilakukan dengan pesawat udara.
Untuk wilayah Merauke dan sekitarnya,menggunakan tongkang/landing craft tank maupun via darat (mobil dan tangki barang berisi drum). Akibatnya, hal ini tengtu saja menyebabkan biaya distribusi BBM ke wilayah Maluku dan Papua relatif cukup tinggi.
Mendistribusikan BBM jalur pegunungan Papua harus melakukan bongkar muat BBM di Bandara Sentani, bongkar muat BBM di Bandara Wamena, Â dan memerlukan pesawat transportasi pengangkut BBM saat ini.
Meski jalur distribusi BBM Â memiliki tantangan masing-masing di setiap daerah, terutama yang terluar, terpencil, dan tertinggal (3T), pemerintah telah mencanangkan Program BBM Satu Harga yang mulai dilaksanakan 1 Januari 2017.
Hal ini untuk mewujudkan pemerataan bagi seluruh rakyat Indonesia. Setuju banget sih dengan kebijakan ini. Nggak boleh ada yang merasa diperlakukan nggak adil karena distribusi BBM.
Untuk menuju program BBM Satu Harga, pemerintah menugaskan pertamina untuk membangun lembaga penyalur di 148 kabupaten/kota hingga 2019 yang harga BBM-nya masih mahal. Program ini ternyata efektif, lho! Harga premium dan solar sejumlah wilayah sebelum dan sesudah program BBM satu harga ada perubahan.
Bila sebelumnya di Kecamatan Ilaga Papua, BBM mencapai  Rp 50.000 -- Rp 100.000 per liter dan di Kecamatan Anggi Papua Barat/liter BBM menyentuh harga Rp 15.000 -- 30.000 per liter, ada perubahan setelah dilakukan BBM satu harga. Premium menjadi Rp 6.450/liter dan Solar 5.150/liter.
 Pastinya, masyarakat yang dulunya terpaksa membeli BBM di daerah dengan harga mahal kini bisa tersenyum lega. Perekonomian bisa lebih bagus. Hidup juga lebih membaik karena bisa melakukan sesuatu dengan uang yang tidak harus terpaksa keluar lebih banyak.
Perempuan dan BBM
Nah, bicara mengenai harga BBM dan perekonomian ternyata pas sekali dengan perempuan. Saya memang tinggal di kota Jakarta dan terbebas dari masalah distribusi BBM yang sangat rumit seperti di daerah-daerah terluar, terpencil, dan terdalam. Tidak merasakan hal-hal terlalu pahit karena distribusi BBM atau harga BBM yang melambung mahal seperti di daerah 3T. Penerangan lampu selalu ada.
Namun, menurut saya, perempuan dan BBM tetap seperti dua sisi yang selalu bertemu. Haha, kenapa? Ya, karena di rumah, pengendali untuk penggunaan BBM, terutama itu perempuan. Setidaknya untuk urusan masak-masak di rumah. Kening bisa  berkerut saat harus mengeluarkan uang lebih banyak kala harga BBM merangkak naik.
Saya masih ingat juga saat warga se-RW dikumpulkan untuk mendapatkan pembagian tabung gas melon. Banyak yang takut-takut untuk menggunakannya karena takut bocor atau takut meledak meskipun lama kelamaan akhirnya pasrah dan belajar menggunakan gas untuk keperluan sehari-hari.
Ah, bisa sih peristiwa ini dibilang masa lalu dan sekarang masyarakat sudah terbiasa meskipun di kampung  sejumlah kampung mungkin saja masih ada yang menggunakan kompor minyak tanah memasak.
Saat saya pulang kampung ke sebuah desa di Jawa Tengah hingga saat ini, masih ada rumah tangga, terutama pada perempuan yang sudah tua tetap memilih untuk menggunakan kompor minyak tanah. Selain memang masih takut, mereka  merasa lebih nyaman menggunakannya.Â
Baiklah, kenyataannya di kota semua sudah beralih. Para penjaja makanan keliling saja sudah menggunakan tabung gas melon. Bahkan, rumah tangga perkotaan saat ini sudah pasti merupakan pemakai gas elpiji. Untuk di rumah, penggunaan tabung gas 12 Kg baru cukup untuk sebulan. Soal harga saat ini? Sekitar Rp 145.000. Saya hanya berharap harganya tak akan berubah naik dan tetap bisa terjangkau.
Lalu apalagi yang terkait BBM dengan perempuan? Bensin di SPBU. Seperti masyarakat umum lainnya, saya selalu mengidentikkan BBM itu dengan minyak tanah, elpiji, dan bensin. Saat ini pengguna kendaraan bermotor tak hanya laki-laki. Sejak Premium ditarik dari pasaran, masyarakat berada pada pilihan Pertamax dan Pertalite, yang memiliki kadar oktan lebih tinggi.Â
Memang, ada kenaikan harga menjadi Rp 7.350 untuk Pertamax dan Rp 8.050 untuk Pertalite, berdasarkan tarif per 5 Januari 2017 di wilayah DkI Jakarta dan sekitarnya. Namun, ternyata memakai dua jenis BBM ini lebih untung karena lebih bersih. Selain itu, jarak tempuhnya menjadi lebih jauh.
Pertamina mengungkapkan adanya perubahan perilaku konsumen bahan bakar minyak (BBM) dan Premium yang beroktan 88 ke Pertamax (RON 92) dan Pertalite (RON 90). Ini terlihat dari lonjakan permintaan BBM jenis Pertamax dan Pertalite hingga kuartal 1 tahun 2017
Jarak tempuh mencapai 11,6 Km bila menggunakan Pertalite per liter sedangkan Pertamax 12,5 Km per liter. Wuih, adik perempuan saya semakin tidak bisa lepas dari bermotor ria untuk beraktivitas dan pulang pergi kantor. Saya pun sering terlonjak ikut semangat. Dia selalu membeli BBM di SPBU walaupun ada juga yang menjualnya di pinggir jalan.
Perempuan masa kini memang aktif berkarir mewujudkan cita. Lagipula kenapa harus berhenti mengejar impian selagi mungkin dan mampu? Seperti kata Oprah Winfrey, tidak ada yang membatasi diri.
Kapten Agustin Fitriyah menjadi nakhoda wanita pertama Indonesia kapal tanker Pertamina mampu mendistribusikan BBM ke seluruh Indonesia. Rinna Maulinda Rustam sanggup menjabat posisi Kepala Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Bandara International Lombok (BIL). Kiprah kedua perempuan itu wanita pekerja Pertamina sudah dalam posisi yang sejajar dengan para pria.
Jajaran wanita hebat saat ini telah menduduki berbagai posisi di Pertamina, mulai dari Kapten Kapal hingga CEO, Top Level maupun Kepala Operasi Pertamina yang diidentikkan pekerjaan maskulin dan membutuhkan skill khusus, ketangkasan, daya tahan, dan keberanian menghadapi kerasnya dunia.
Pekerjaan tidak akan terhambat apakah wanita atau pria yang melaksanakannya. Selagi ada kemauan pasti ada jalan. Kedua perempuan ini telah membuktikannya. Â Perempuan lain pasti juga bisa melakukan yang sama. Kalau ini kesampaian, wah semakin banyak perempuan yang membantu distribusi BBM semakin lancar ke daerah-daerah.
***
Sumber : Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H