Dengan menggambar, Â pun terasa lebih mudah saya dekat dengan anak-anak teman saya. Termasuk kini dengan para keponakan-keponakan, yang biasanya mendekati saya dengan membawa buku gambar, kertas putih, pensil, dan pensil warna.
Bila ada waktu, saya akan mulai menggambar. Biasanya, Arya, keponakan saya pun akan tertawa bangga dan memamerkan gambarnya sambil bertanya,"Tante bagus kan gambarku? "
Biasanya, saya akan mengangguk. Soal warna yang dipilih, untuk anak-anak tidak perlu dipersoalkan. Saya setuju pak Tino Sidin, yang selalu mengatakan "Bagus" untuk setiap hasil karya yang dibuat anak-anak.
Satu hal, dengan menggambar, menggoreskan pensil, dan mewarnainya, sebuah komunikasi dengan mudah terhubung antara saya dan anak-anak. Gambar menjembatani bahasa saya yang dengan mudah diterima mereka yang masih anak-anak. Â Bagus atau tidaknya gambar yang dibuat, itu sangat relatif sekali. Banyak hal yang menjadi penilaian. Namun bagi saya, rasa bahagia yang hadir itu lebih dari segalanya.
Melalui gambar pula, saya yang dulunya sangat pendiam ini akhirnya mulai bisa menumbuhkan percaya diri saya secara perlahan. Dulu, saya pun tidak mengerti ketika beberapa teman sekolah meminta untuk digambarkan wajahnya.
Saya penuhi permintaan itu. Untuk mengatasi kurang mampunya saya menggambar langsung, biasanya saya meminta mereka memberikan pas foto untuk saya tiru.
Gambar yang saya buat memang lebih banyak meniru atau mencontoh. Ternyata itu saja  sudah membuat  teman-teman senang.
Termasuk ketika saat lomba kaligrafi antar kelas yang pernah digelar saat sekolah menengah. Saya tidak tahu kenapa saat itu yang tadinya akan menjadi peserta akhirnya mundur. Sayang karena tidak ada wakil dari kelas, akhirnya saya menawarkan diri.
Memasuki dunia kerja, kegiatan gambar menggambar agak terlupakan. Maklum, bekerja dalam bidang yang tidak ada hubungannya dengan gambar menggambar.