Menyaksikan film pendek karya pelajar SMA di Indonesia ternyata begitu memukau karena tidak hanya teknik sinematografinya yang bagus, aliran cerita pun sangat apik. Jika saya tidak tahu sejak awal jika film pendek yang diputar adalah kategori pelajar, saya akan menduga dibuat oleh para sineas yang cukup profesional.
Selain film  Izinkan Saya Menikahinya, ada empat film pendek lainnya yang diputar dalam final FFPI di Bentara Budaya. Film-film itu adalah Mata hati Djoyokardi karya pelajar SMA Khadijah yang menjadi pemenang kedua. Film pendek ini pun mampu mengaduk perasaan lantaran mengangkat kisah seorang kakek tua yang bekerja serabutan rela mengasuh Indah anak berusia 12 tahun yatim piatu, yang mengalami keterbelakangan mental.
Melalui film pendek ini, pesan yang disampaikan begitu kuat adanya nilai kemanusiaan yang dimunculkan bahwa untuk menolong sesama pun dapat dilakukan dengan kondisi ekonomi terbatas. Bahkan Djoyokardi berharap tidak meninggal lebih dulu agar dapat merawat Indah. Â
Film pendek Terminalkarya  SMK Negeri 2 Kuripan,Nusa Tenggara Barat, yang menjadi  juara III FFPI 2016  mengajarkan adanya nilai-nilai kejujuran yang tetap dipegang seorang anak jalanan yang hidup di Terminal Mandalika. Sebuah tas seorang calon penumpang bus yang tertinggal meski sempat menjadi rebutan dari dua anak jalanan yang memiliki niat berbeda akhinya berhasil dikembalikan kepada pemiliknya.
Ada nilai-nilai kebaikan yang tersampaikan dalam film pendek Terminal. Meski hidup di dalam dunia yang keras, rasa kemanusiaan untuk menolong, kejujuran, dan saling berbagi tetap ada pada anak-anak jalanan.
Dua film pendek lainnya meski tak meraih juara, yakni film pendek Kihung (Jalan Menikung) karya SMK Negeri 5 Bandar Lampung dan Dua Hari karya SMA Negeri Muara Enim, Sumatera Selatan juga memikat. Â
Kihung (Jalan Menikung) mengisahkan perjuangan anak-anak sekolah di SD Batu Pucuk yang harus berjuang untuk memperoleh ilmu dan pendidikan. Jalan di desa yang masih terisolir itu masih berupa tanah, dan menanjak. Anak-anak sekolah harus menyeberangi aliran sungai sebelum sampai ke sekolahnya. Sebuah perjuangan luar biasa untuk bersekolah, yang bisa jadi tidak pernah dialami oleh anak sekolah yang tinggal di kota.
Film pendek Dua Hari, karya SMA Negeri Muara Enim mengisahkan gadis perempuan,murid sekolah baru pindahan Jakarta yang semula khawatir akan ada penerimaan yang berbeda di sekolah barunya. Namun, selama dua hari bersekolah, yang ditemui adalah tidak adanya pembedaan terhadap seluruh siswa, baik secara etnis suku, agama, maupun status sosial kaya miskin. Semua siswa diperlakukan sama, termasuk dalam pemberian hukuman meski salah satu pelanggarnya adalah anak orang kaya.
Perkembangan media sosial yang sangat pesat saat ini menginspirasi para mahasiswa untuk Institut Kesenian Jakarta (IKJ) menjadikannya sebuah film pendek berjudul I Love Me.Film Pendek ini mengisahkan seorang remaja putri yang memanfaatkan media sosial yang dimilikinya untuk menyebarluaskan hal-hal yang bermanfaat kepada masyarakat. Semua yang unik ditemuinya di jalan, disampaikannya melalui foto yang diunggap melalui media sosial instagram.
Tak hanya itu, film ini juga menceritakan saat baterai ponsel penyampai pesan habis, penyelamat yang memberikan bantuan charging gratis malahan seorang tukang nasi goreng pinggir jalan, yang menjadi langganannya. Padahal, sebelumnya, perempuan ini sudah meminta bantuan ke beberapa orang, termasuk ke sebuah toko namun ditolak.