Bau menyengat dan busuk tercium dari berbagai jenis sampah yang menumpuk di bak penampungan sampah, yang terletak di dekat Kali Krukut dalam Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cilandak, PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) Jakarta. Tak jauh dari bak sampah, air sungai Kali Krukut berwarna cokelat pekat tampak mengalir.
“Setiap harinya petugas kami mengangkut sekitar 6 M3 sampah. Sekarang, apa saja yang ada kami angkut, mulai dari kasur, matras, hingga bangkai binatang,” kata Rizky Darmadi Galuh,Kepala IPA Cilandak, saat visit Kompasiana ke IPA Cilandak, 7 Desember 2016.
Kali krukut mengandung kadar polutan yang tinggi. Kadar amonium, deterjen,dan mangan yang sebagian besar bersumber dari limbah rumah tangga. Padahal, air Kali Krukut merupakan air baku yang digunakan untuk IPA PALYJA . Sumber air yang diolah menjadi air bersih untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Jakarta.
Melihat sampah yang menumpuk dan bau busuk yang menyengat, rasa miris timbul di hati. Dari Kali Krukut yang mengandung polutan tinggi itulah, warga Jakarta menggunakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Bahkan untuk air minum ! Namun tak perlu khawatir, air Kali Krukut telah diolah sehingga layak untuk diminum.
Memang Jakarta memiliki 13 sungai. Namun, hanya dua sungai yang dapat digunakan sebagai sebagai air baku, yaitu Kali Krukut (4 %) dan Sungai Cengkareng Drain (1,7%). Sumber air baku wilayah Jakarta lainnya sebanyak 94,3 % berasal dari luar Jakarta, yakni Waduk Jatiluhur (62,5%), IPA Serpong (3,1%) dan Cikokol (0,8).
Meski menjadi sumber bahan baku untuk Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cilandak, Kali Krukut tercemar polutan. PALYJA mengupayakan sebuah investasi dan inovasi teknologi, yakni memanfaatkan bakteri alami dalam proses pengolahan air minum.
Penerapan teknologi dilakukan di dua dari empat IPA, yakni IPA Taman Kota dan IPA Cilandak. Bila IPA Taman Kota menerapkan teknologi Biofiltasi, IPA Cilandak menggunakan teknologi Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR).
Sebelum ke IPA Cilandak, sebanyak 20 kompasianer memperoleh penjelasan mengenai PALYJA dari Meyritha Maryanie, Kepala Corporate Communication & Social Responsibilities PALYJA. Selain juga diberikan pemaparan mengenai teknologi MBBR dari Emma Nedi.
Emma Nedi menyayangkan masyarakat masih menganggap sungai sebagai tempat sampah tersebesar. Akibatnya, selain berkualitas buruk, sungai-sungai di Jakarta semakin dangkal dan menjadi penyebab banjir.
Sejak awal Tahun 2016, PALYJA menggunakan teknologi Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) yang memanfaatkan mikroorganisme alami yang hidup di dalam air untuk mengeliminasi polutan amonia, deterjen, dan mangan.
MBBR merupakan teknologi pertama di Asia Tenggara. PALYJA menjadi operator pengolahan air pertama di Indonesia yang menerapkan teknologi ini, mengadopsi dari SUEZ, selaku pemegang saham PALYA terbesar.
Sebelumnya, MBBR pertama kali digunakan oleh PALYJA di instalasi pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat pada Tahun 2015, yang diresemikan pembukaannya oleh Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama.
Hasil pengolahan air sungai di Instalasi Pengambilan Air Baku Banjir Kanal Barat dengan teknologi MBBR menunjukkan sebanyak 87 % polutan amonium, deterjen, dan mangan dapat dihilangkan.
Mengingat IPA Cilandak hanya didesain untuk mengolah air secara konvensional dan bukan untuk mengolah air baku dengan kadar polutan tinggi, maka teknologi MBBR pun diterapkan di IPA Cilandak.
Teknologi MBBR di IPA Cilandak sedang memasuki percobaan/trial sebelum digunakan sepenuhnya dalam proses pengolahan air bersih. Sejak awal tahun 2016 hingga bulan Desember 2016, pengerjaannya telah mencapai 95 %.Penerapan teknologi MBBR di IPA Cilandak diharapakan dapat menurunkan konsentrasi amobia hingga mencapai 70 % dengan kadar amonia dalam air baku mencapai 3 mg/L.
Rombongan Kompasianer tiba di IPA Cilandak siang hari. Deretan pepohonan yang teduh langsung menyapa. Satu pemandangan yang sangat mencolok di depan mata adalah banyaknya penanda level banjir.
Kepala IPA Cilandak Rizki Galuh Darmadi mengatakan, IPA Cilandak yang terletak di JL. RA Kartini, Kelurahan Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu,Jakarta Selatan, selalu mengalami banjir sejak tahun 2006. Semakin lama ketinggian banjir semakin meningkat. Pada 17 Agustus 2016 lalu, luapan Kali Krukut yang mencapai ketinggian 4,2 meter, memaksa IPA Cilandak untuk menghentikan produksi selama satu minggu. Saat itu, sebanyak 32 daerah tidak dapat memperoleh pasokan air bersih.
Dengan didampingi Rizky Darmadi dan Alfi, dua wakil IPA Cilandak, para kompasianer berkeliling di IPA Cilandak yang telah beroperasi sejak tahun 1977 ini dengan produksi awal sebanyak 200 liter per detik.
Saat ini IPA Cilandak beroperasi selama 24 jam non stop dengan 17 tenaga operasional. Kunjungan Kompasianer dimulai dari Kali Krukut yang merupakan bahan baku air bersih IPA Cilandak.
Saat menuju Kali Krukut yang berbatasan langsung dengan pagar IPA Cilandak itulah, bak sampah besar yang penuh beraneka sampah berbau terlihat langsung. Menurut Rizky Darmadi,Kali Krukut menghadapi masalah semakin dangkal selain sampah “Dulu ketinggiannya sama. Sekarang Kali Krukut lebih tinggi 80 cm karena endapan,” kata Rizky.
Bagaimana sistem pengolahan air di IPA Cilandak?
Melihat langsung sistem pengolahan air di IPA Cilandak merupakan sebuah pengalaman berharga karena harus menaiki tangga karena sistem pengolahannya berada pada ketinggian 2-5 M. Uraiannya sebagai berikut :
Kali Krukut sebagai Air Baku
Air yang berasal dari Kali Krukut merupakan bahan baku utama untuk pengolahan air bersih di IPA Cilandak. Airnya mengandung polutan amonia, deterjen dan mangan yang mayoritas berasal dari limbah rumah tangga selain limbah industri.
Pada tahun 2015, kandungan amonia air baku jauh di batas standar kadar amonia pengolahan air bersih mencapai 7 mg/L. Berdasarkan standar Keputusan Gubernur No.582 tahun 1995, kandungan amonium seharusnya 1 mg/L. IPA Cilandak sempat menurunkan produksi hingga 50 % karena air bersih yang dihasilkan memiliki kualitas yang tidak terlalu beda dengan awalnya.
Melalui intake, air baku dari Kali Krukut yang mengandung polutan mengalir menuju bak prasedimentasi 1 dan prasedimentasi 2 sebelum kemudian masuk dalam proses pengolahan air bersih.
Lokasi Moving Bed Biological Reactor (MBBR), yakni teknologi yang memanfaatkan mikroorganisme alami yang hidup di dalam air untuk menghilangkan polutan amonium, deterjan dan mangan berada pada area prasedimentasi.Ada dua bak prasedimentasi, yakni prasedimentasi 1 dan prasidementasi 2 dengan kedalaman 2,7 meter.
Darimana datangnya mikroorganisme alami? Menurut Rizky Darmadi, semuanya telah disediakan alam. Hanya saja, diperlukan media bio ball dari HDPE material sebagai tempat tinggal mikroorganisme alami dengan area 500 m2/m3.
Mikroorganisme alami hidup akan memakan semua polutan yang ada dan diharapkan mampu menurunkan sampai 70 % konsentrasi ammonium dalam air baku sekitar 3 mg/L.Selain aerasi, tindakan lain yang dilakukan adalah melalui pemberian karbon hitam.
Pengolahan air bersih plant lama IPA Cilandak memiliki total produksi 200 lps. Pada plant lama, terdapat 2 unit tahap pengadukan (mixing) untuk membentuk flok (pengadukan cepat dan lambat), 2 unit pengendapan lumpur/sedimentasi untuk memisahkan lumpur dan air bersih, dan 6 unit penyaringan air bersih dari polutan yang tersisa sebelum masuk ke reservoir.
Pada plant baru UCD, total produksi mencapai 200 lps. Di plant UCD ini, terdapat 3 unit tahap pengadukan (mixing) untuk membentuk flok (pengadukan cepat dan lambat), 1 unit pengendapan lumpur /sedimentasi untuk memisahkan lumpur dan air bersih, dan 3 unit penyaringan air bersih dari polutan yang tersisa sebelum masuk ke reservoir.
Yang membedakan dengan Plant Lama adalah pada UCD menggunakan sistem penyaringan dengan tangki bertekanan tinggi berbentuk kasus dan memiliki tekanan operasional 3 bar. Tangki ini tinggi dan besar.
Reservoir atau tempat menampung. Ada dua unit reservoir yang ada dengan kapasiatas 1.000 m3. Sebelum air didistribusikan di reservoir dilakukan proses pembubuhan chlorine yang dinamakan proses desinfeksi untuk membunuh semua bakteri yang terdapat dalam air bersih yang dihasilkan.
Rizky Darmadi, Kepala IPA Cilandak menjamin hasil pengolahan air bersih dari IPA Cilandak sangat layak minum. Meski demikian, ketersediaan air baku pengolahan air tetap paling utama karena hingga kini masih defisit air bersih sebesar 9.100 liter/detik.. Mengingat polutan terbesar sungai Jakarta berasal dari rumah tangga, sudah saatnya memulai menangani sampah dari rumah untuk air bersih Jakarta!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H