Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Inspirasi dan Edukasi dari Nonton Bareng Rudy Habibie Bersama Merchant Bank BRI

23 Juli 2016   23:58 Diperbarui: 24 Juli 2016   00:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mengandalkan pada sumber daya alam itu kalah dan salah. Harus mengandalkan pada sumber daya manusia,” kata Habibie.

Prof. Dr. BJ Habibie, bersama jajaran direksi BRI menyaksikan nonton bareng film Rudy Habibie, yang mengisahkan masa kecil dan masa kuliahnya di Jerman (foto:riapwindhu)
Prof. Dr. BJ Habibie, bersama jajaran direksi BRI menyaksikan nonton bareng film Rudy Habibie, yang mengisahkan masa kecil dan masa kuliahnya di Jerman (foto:riapwindhu)
Menurut Habibie, tiga elemen seperti agama, budaya, dan ilmu pengetahuan teknologi sangat baik dikuasai. Namun, itupun belum tentu dapat membawa seseorang pada keunggulan dan memiliki daya saing yang tinggi. Masih dibutuhkan adanya lapangan pekerjaan dalam bidangnya masing-masing. Manusia mengalami proses keunggulan sehingga semua itu harus dipersiapkan sedini mungkin.

Habibie menyampaikan, sektor turisme pun tidak bisa diandalkan begitu saja. Turisme akan datang bila ada orang yang berduit. Lebih dibutuhkan SDM yang mampu membuat produk yang unggul dan memiliki daya saing. Semua ini membutuhkan waktu.

Sehingga,  tidak cukup hanya pada budaya, pendidikan, dan kesehatan yang jitu. Sementara di sisi lain lagi-lagi Indonesia masih mengimpor barang-barang dari luar negeri. Isyu orang kerja harus menjadi yang utama.

Penyerahan cindera mata dari BRI ke Prof.Dr. BJ Habibie (foto:riapwindhu)
Penyerahan cindera mata dari BRI ke Prof.Dr. BJ Habibie (foto:riapwindhu)
Harus dapat memproduksi barang sendiri dan setiap produk yang dimanfaatkan dibayar dengan pekerjaan dan dengan jam kerja. Karena hanya orang bekerja yang bisa membayar pajak, sedangkan orang yang tidak bekerja bisa ribut karena tidak memiliki uang.

Habibie yang kini berusia 80 tahun memiliki definisi sendiri dengan menyebut siapa pun yang dibawah 41 tahun sebagai cucu intelektual dan siapa pun yang di bawah usia 65 tahun adalah anak intelektual.

Dengan film yang diputar itu, Habibie berharap yang menontonnya akan memperoleh ilham, tidak hanya untuk yang menonton melainkan juga bagi anak-anak masa depan lainnya. Habibie menegaskan jika Jerman adalah negara yang tidak mengandalkan pada sumber daya alam (SDA) melainkan SDM (sumber daya manusia).

Inspirasi Film Rudy Habibie

Film Rudy Habibie yang memiliki durasi tayangan lebih dari dua jam ini diawali dengan masa kecil Habibie, yang diwarnai masa penyerangan sekutu saat masih tinggal di Pare-Pare. Sebelum akhirnya pindah ke Gorontalo, tempat asal Alwi ayah Habibie.

Sejak kecil, Rudy Habibie sudah sangat menyukai pesawat terbang. Meski kemudian ayahnya meninggal dunia secara mendadak akibat serangan jantung, ketertarikan Rudy pada pesawat terbang tidak berkurang.  Sampai saat kemudian memutuskan melanjutkan kuliah di RWTH Ancheen, Jerman, keinginan Rudy untuk membangun industri pesawat terbang di tanah air Indonesia tidak pernah pupus.  

 Namun, semuanya tidaklah selalu mudah bagi Rudy yang dibiayai sendiri oleh Tuti, maminya di Bandung. Rudy dibullykarena adanya senioritas dari sesama mahasiswa Indonesia di Jerman. Belum lagi terkadang menghadapi masalah keuangan karena telatnya kiriman uang dari maminya, sehingga terpaksa harus menahan lapar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun