SEJAKkecil, saya selalu suka melihat rumah besar yang asri. Berhalaman luas dengan aneka tanaman hias, memiliki kolam ikan yang dialiri air gemericik, dan terdengar suara burung-burung berkicau merdu. Duduk berlama-lama menikmati semua itu, menikmati waktu yang berlalu dengan keindahan, pasti terasa menyenangkan.
Begitupun saat ingin pergi ke suatu tempat, ada kendaraan pribadi yang siap mengantar kesana kemari. Pergi wisata sekeluarga ke sejumlah tempat, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk mencicipi berbagai kulineran khas. Berbelanja tanpa takut kehabisan dana atau merasa khawatir mengambil bagian alokasi dana yang lain.
Ibadah pun dapat dijalankan dengan lebih tenang. Bisa berangkat haji dan umroh lebih dari sekali. Menelusuri jejak peninggalan dan sejarah nabi. Bersedekah, membangun masjid, panti asuhan, ataupun lembaga sosial. Berbagi dengan sesama. Semua itu yang saya inginkan.
Terlalu muluk? Tidak juga karena saya rasa banyak orang yang juga mengharapkan hal yang sama. Siapa yang tidak menginginkan kenyamanan dan kemapanan hidup seperti ini? Masa depan yang indah. Masa depan yang menyenangkan.
Saat  berkunjung ke rumah seorang kerabat dalam rangkaian pulang kampung nyekar menjelang puasa di Purworejo, Jawa Tengah,akhir Mei 2016 lalu, saya melihat hal serupa yang berusaha diwujudkan.
Selepas pensiun dari sebuah instansi di Jakarta, Pakde Darto membangun rumah cukup besar. Dekat dengan hijau persawahan yang meneduhkan. Di halaman depannya yang luas, terdapat beraneka tanaman hias. Pada halaman belakang, selain ada tanaman toga, terdapat kolam-kolam ikan. Salah satunya adalah kolam kecil berisi ikan nilem yang akan dipergunakan untuk terapi kaki dengan ikan.
Masa tua yang menyenangkan. Tinggal menikmati saja.  Anak-anak mereka sudah bekerja dan sudah berumah tangga di Jakarta.  Bila pun  ingin keluar kota, seperti Yogyakarta yang cukup dekat jaraknya, ada mobil yang dapat digunakan. Sesekali mereka kesana untuk memperlancar bisnis batik yang dirintis bersama seorang anaknya.
![Memiliki rumah yang nyaman di hari tua adalah sebuah impian (sumber.www.rumahminimal.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/19/rumah-57668d007493736a07498db1.jpg?t=o&v=770)
Dengan uang pesangon kantor yang diberikan secara sekaligus, pakde Sarno membelah rumah yang cukup besar menjadi tiga bagian, dengan harapan akan dijadikan penghasilan pasif, yang dapat mengalir, saat sudah tidak aktif lagi bekerja. Â Satu dihuni sendiri dan dua lainnya dikontrakkan. Uangnya untuk dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.
Semua rencana itu berubah, tatkala salah seorang anaknya tiba-tiba tidak bekerja dan pulang kembali ke rumah orang tua, lengkap dengan pasangan, dan dua anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Kemudian, keluarga muda ini  tinggal di salah satu rumah yang seharusnya dikontrakkan. Sudah pasti mengurangi sumber penghasilan, yang seharusnya dari rumah yang seharusnya dikontrakkan.
Tak beberapa lama setelahnya, bude terserang stroke, yang tentu saja membutuhkan biaya pengobatan dan pemulihan yang cukup mahal. Semua sumber dana tertumpu hanya pada sewa rumah kontrakan yang tidak seberapa. Tidak ada lagi pekerjaan di hari tua dengan kondisi tubuh yang tidak sehat.
Lalu bagaimana dengan saya? Dua kenyataan yang terlihat langsung di depan mata sangat menyadarkan jika masa depan atau masa tua, adalah hal yang tidak bisa dianggap sepele. Tidak bisa hanya dipikirkan sambil lalu, dibiarkan begitu saja tanpa ada persiapan menghadapinya, dan hanya berharap ada yang membiayai kehidupan di saat tua.
Menabung Saja Tidak Cukup
SAYAÂ tak meragukan pentingnya masa depan. Terlebih setelah muncul berbagai pemberitaan di media, mengenai angka harapan hidup semakin lama semakin tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2016 di laman www.bps.go.id menyebutkan, jika angka harapan hidup memiliki kecenderungan meningkat setiap tahun, berdasarkan jenis kelamin dan kota yang ada di Indonesia.
 Rata-rata angka harapan hidup di Indonesia, berada pada usia 70 tahunan. Saat ini, untuk Jakarta saja, misalnya berada pada kisaran usia 74 tahun. Tapi, setahu saya, banyak tetangga yang berusia lanjut lebih dari 75 tahun dan bahkan mencapai angka 90 tahun.
Semua ini membuat saya mau tidak mau harus berpikir masa depan. Seandainya saja memiliki hidup yang lama atau panjang umur, dengan usia saya yang saat ini berkepala 3, berarti masih panjang sekali perjalanan usia yang harus saya tempuh. Masih puluhan tahun lagi hidup yang harus memerlukan biaya. Perlu dana pensiun. Perlu dana hari tua.
![Setiap orang membutuhkan proteksi dalam setiap tahapan kehidupannya, sejak masa lajang, baru bekerja, berkeluarga, saat pensiun, dan masa emas (sumber:www.commlife.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/19/comm1-57668915a423bd9a06cfd389.jpg?t=o&v=770)
Perlu sebuah persiapan matang agar saya tidak mengalami kesulitan di hari tua, seperti kerabat saya di Jakarta Timur, yang saat hari tua, justru anak yang sudah berkeluarga kembali pulang ke rumah. Â
Terkadang, hinggap sedikit rasa cemas apakah saya mampu menikmati masa tua dengan nyaman, tenang, dan indah? Apalagi dengan semua impian yang mungkin menurut banyak orang mengada-ada, dengan kondisi keuangan saya saat ini.
Orang tua memiliki dana pensiun dari sebuah instansi pemerintah tempat dulu bekerja meski tidak seberapa. Lalu saya yang bekerja swasta, bagaimana saat tua nanti? Saya harus bisa mencukupi gaya hidup yang saya inginkan di  masa tua.
Hidup di masa tua dengan penuh kemapanan adalah keinginan setiap orang. Hanya saja, memang saya harus memiliki penghasilan yang lebih baik jika ingin mempunyai masa depan yang indah. Tidak cukup hanya sekedar berdoa kepada yang Maha Kuasa agar dicukupkan. Semua harus dilakukan dengan berusaha.
Karena itu, upaya menabung yang sudah diperkenalkan oleh orang tua sejak kecil, masih saya lakukan hingga kini di beberapa bank yang letaknya berdekatan dengan rumah. Mulanya, saya membuka beberapa rekening, yang salah satunya khusus menabung dan satunya lagi untuk keperluan sehari-hari.
![Menabung sedikit demi sedikit itu perlu. Namun, menabung saja di tabungan dan deposito tidak cukup. Perlu melakukan investasi (foto:riapwindhu)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/19/duit-5766897fb07e614a0b497c2f.jpg?t=o&v=770)
Dalam buku itu, juga disampaikan, seberapa pun uang yang kita dapatkan hari ini pasti akan habis, mau dihabiskan sekarang atau nanti. Perencanaan keuangan harus dilakukan sejak dini. Sebelum berinvestasi, harus dilakukan financial check up,mengenai kondisi keuangan yang ada sekarang. Bangkrut, cukup, atau punya uang lebih untuk disimpan. Membuat catatan keuangan sehari-hari, misalnya pembelian terhadap sesuatu.
Siapapun dapat melakukan hal ini tidak hanya orang yang berpenghasilan besar. Â
Tinggal tentukan kapan, berapa banyak, dan menentukan caranya. Untuk persiapan masa depan, harus melakukan investasi. Pilihannya beragam,mulai dari tabungan, deposito, reksadana, saham, emas, asuransi,tanah, dan properti. Ingin rasanya berinvestasi di semua kemungkinan yang ada.
Namun, kembali pada mana yang tepat? Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dan sumber daya yang ada, dengan kesiapan menghadapi setiap risiko investasi.
Dengan penghasilan yang saya miliki, selain tabungan, akhirnya saya membeli produk asuransi sejak 6 tahun lalu.
Saya membutuhkan proteksi sekaligus juga menginginkan dapat pensiun pada usia 55 Â tahun. Saya mengambil asuransi dwiguna dengan lama pembayaran premi 15 tahun dengan uang pertanggungan tertentu (UP), yang memiliki penjadwalan keluar dana pensiun pada usia 55 tahun dan pembayaran setiap ulang tahun polis selama 5 tahun setelahnya.Pada asuransi ini, saya menambahkannya dengan sejumlah rider, yakni kesehatan, kecelakaan dan pembebasan bayar premi.
Tiga tahun berikutnya, saya akhirnya mengambil produk asuransi unitlink pensiun. Kali ini dengan nilai UP yang kecil dengan proteksi yang juga kecil. Harapannya, akan ada hasil investasi yang cukup besar sesuai dengan harga unit link. Pilihan investasi unitlink keseluruhannya saya masukkan pada saham. Penambahan uang yang alokasinya 100 % investasi Â
Berkomitmen dan disiplin untuk selalu dapat melakukan pembayaran yang sudah terjadwal menjadi tantangan tersendiri. Saya harus menahan diri untuk mengurangi pengeluaran atau belanja hal yang tidak perlu saat ini. Semua untuk masa depan yang tidak ingin bergantung pada siapa pun. Kalaupun saat usia tua bekerja tidak lebih sekedar mengisi waktu dan bukan sumber nafkah utama.
Saya sadar, jika disebut investasi yang dimiliki saat ini mungkin saja masih belum optimal. Ke depannya, saya pun ingin meningkat pada reksadana, saham, dan properti. Tentu saja, dengan catatan  saya harus lebih memperbesar penghasilan atau memperkecil pengeluaran. Semoga terlaksana
![Nangkring Kompasianan bersama Commonwealthlife dengan tema arti hari ini untuk masa depan (foto:riapwindhu)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/19/commlife-57666d08f492731907fbfa34.jpg?t=o&v=770)
BICARA mengenai rencana keuangan sebagai tujuan masa depan, saya teringat saat menghadiri acara nangkring Kompasiana Bersama Commonwealth Life, bertema Arti Hari Ini Untuk Masa Depan, pada 19 Mei lalu di Conclave Coworking Space.
Denny Karim, sebagai Associate Director Operations Commonwealth Life, mengungkapkan sebagai bagian dari group commonwealth bank of asia (CBA),  Commonwealth Life merupakan perusahaan asuransi jiwa terbaik dengan sejumlah produk asuransi. Salah satu unggulannya adalah Investra Titanium yang memiliki pilihan investasi optimal.
Investra titanium merupakan salah satu program asuransi jiwa menarik yang memadukan asuransi jiwa dan pertumbuhan investasi dengan optimal. Program yang dapat digunakan untuk persiapan dana pendidikan bagi putra-putri, persiapan dana di hari tua, atau sebagai akumulasi pertumbuhan, juga sekaligus melindungi kekayaan.
![Investra Titanium, produk asuransi jiwa dengan pilihan investasi optimal (foto:riapwindhu)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/19/investra-titanium-57666af0f87e610116431e52.jpg?t=o&v=770)
Dengan perlindungan hingga usia 99 tahun, siapa saja sudah dapat ikut serta sejak berusia 15 hari hingga usia 70 tahun.Jenis preminya terdiri atas premi berkala minimal Rp.12 juta/tahun, premi top up berkala minimal Rp.1.200.000/tahun, dan premi top up tunggal minimal Rp.1.000.000/transaksi.
Tidak mengerti dengan perencanaan keuangan? Â
Saatnya membuka laman www.commlife.co.id. Â Berbagai pengetahuan mengenai perencanaan keuangan dapat langsung diketahui dengan mudah. Coba saja financial calculator yang tinggal diisi sesuai dengan perencanaan keuangan yang dibutuhkan dan diinginkan.
Data yang dibutuhkan adalah nama, jenis kelamin, usia, Â status single/menikah, punya anak, pekerjaan, dan pilihan profil risiko. Selain itu juga ditanyakan kesanggupan dan lama pembayaran premi, sehingga akhirnya muncul kapan jangka waktu sebuah keinginan, misal membeli rumah, dapat terlaksana.
![financial calculator pada website untuk memudahkan perencanaan keuangan (sumber:www.commlife.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/19/financialcal-57666c3182afbd2706b92506.jpg?t=o&v=770)
Merencanakan masa depan adalah suatu bentuk keharusan yang harus dimulai dari saat ini. Memulainya adalah dengan cara memproteksi diri dan kemudian melakukan investasi. Sekarang dan tidak ada tawar menawar jika menginginkan hidup yang lebih sejahtera di hari tua tanpa harus bergantung kepada orang lain, di kala tidak produktif. Menetapkan suatu tujuan akan menjadi penyemangat meskipun semua itu harus dibayar dengan konsiten, penuh disiplin dan menahan diri di saat ini, hingga semua impian masa depan tercapai. Â
Setidaknya, saat masa tua nanti bisa berharap keteduhan. Seperti yang diungkapkan Warrent Buffet, dalam kutipannya, yakni "Someone's Sitting in The Shade Today because someone planted a  tree a long time ago"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI