Dari beragam sarana perencanaan keuangan yang saya ikuti dan juga saya pelajari, saya menarik kesimpulan jika unsur konsistensi dan komitmen harus diperhatikan. Mulai dari menabung di kantor pos, tabungan rencana, berasuransi, seseorang harus disiplin dalam menyisihkan uangnya secara berkala, untuk mempersiapkan masa depan. Jika tidak, jangan harap uang akan terkumpul.
Komitmen yang ada menguatkan niat bahwa menabung untuk masa depan adalah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Jika sudah menabung, maka harus siap untuk melanjutkannya dengan baik.
Harus mampu mengendalikan diri untuk tidak mudah tergiur dengan pesta diskon di mal yang kerap kali menjanjikan harga murah. Tentu saja sangat menggoda. Harus ada skala prioritas yang digunakan untuk melakukan pengeluaran uang. Tujuan yang akan dicapai akan menguatkan untuk tidak segera mengutak-atik uang yang ada. Untuk itu, saya lebih suka pada program tabungan jangka panjang, yang akan lebih memaksa untuk tidak berhenti di tengah jalan.
Saat ini, sudah tidak sepatutnya lagi jika seseorang, meskipun memiliki anak, untuk menggantungkan masa tuanya pada anaknya. Setiap orang harus tetap bisa membiayai hidupnya sendiri saat sudah lanjut usia. Sebuah penghasilan yang tetap mengalir walaupun sudah tidak mampu lagi bekerja. Paling tidak, dapat menjamin bisa eksis gaya hidupnya walau sudah beranjak tua.
Lebih mantap lagi, jika sudah tua berada dalam posisi kaya raya, maka saya bisa memberikan warisan pada anak sebagai ahli waris ataupun menghibahkannya pada suatu lembaga sosial. Itulah yang terbayang saat saya mendengar kata warisan dari asuransi.
Satrio Wicaksono, Assistant Financial Planner Tatadana mengatakan, perencanaan keuangan yang  baik sangat diperlukan. Paling tidak, agar tidak terjadi seperti yang  ada dalam cerita Confession of Sophaholic. Gaji yang diterima setiap bulan menguap begitu saja karena habis untuk berbelanja barang, yang terkadang belum tentu diperlukan.
Nah, ini dia yang biasa terjadi pada kaum perempuan. Diskon yang besar, sangatlah menggoda sehingga yang  dilakukan kemudian adalah menghabiskan uang untk berbelanja. Jika ini terjadi, bisa-bisa lantas kebingungan untuk membayar kewajiban untuk membayar tabungan rencana dan asuransi yang sudah terjadwal.
Â
Menurutnya, utang  untuk kegiatan produktif tidak apa-apa dilakukan, asalkan tidak melebihi dari ketentuan 30-35 %. Utang produktif itu misalnya untuk modal kerja. Jika utang  untuk belanja atau kegiatan komersil, sebaiknya dihindari.