BUKAN lantaran hari ini Jumat dan tepat tanggal 13, yang membuat saya teringat pada rumah kosong itu. Rumah tak berpenghuni, yang letaknya dekat dengan rumah saya. Rumah yang semakin tinggi menjulang rumput-rumputnya,sehingga hampir menutupi bangunan depan rumah. Rumah yang selalu gelap tanpa penerangan selama bertahun-tahun.
Bukan juga karena hari ini sejumlah status pada media sosial, tertulis ‘Friday The 13th’, yang kemudian banyak dikomentari orang. Katanya, berbau mistis, menakutkan, dan horor. Apalagi, Jumat tanggal 13, buat sejumlah orang, mengingatkan pada film layar lebar produksi Amerika berjudul ‘Friday The 13th’ yang pernah dirilis dan cukup sadis dengan kisah horornya.
Keberadaan rumah kosong itu di lingkungan tempat tinggal kembali mencuat. Kembali menjadi omongan para tetangga yang tinggal di sekitar rumah itu, sejak hari Minggu (8/5) lalu, saat rapat warga, untuk pemilihan dan pengukuhan ketua Rukun Tetangga (RT).
Saat itu, setelah pengukuhan Ketua RT, warga dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan, saran, atau keluhan terkait dengan lingkungan. Semua usulan warga awalnya seperti kegiatan umumnya, seperti kerja bakti dan lainnya. Semuanya biasa saja. Suasana mulai hening saat pak Jaya, tiba-tiba mengangkat obrolan diskusi tentang rumah kosong itu.
“Bagaimana dengan rumah kosong itu, pak? Rumah itu mulai mengerikan,” kata pak Jaya.
Bapak satu anak ini di depan warga, mengungkapkan peristiwa menyeramkan yang dialaminya, saat melintasi rumah kosong itu. Kerja lembur di kantor membuat pak Jaya harus pulang menjelang dini hari. Mobil pribadi yang dikemudikannya berjalan perlahan. Pandangan mata pak Jaya kaget ketika ada seorang perempuan berambut panjang yang berdiri di pojokan depan rumah itu. Segera, pak Jaya tancap gas dengan berdebar menuju rumahnya.
Warga yang hadir dalam pertemuan menjadi geger. Gumaman terdengar disana-sini.
“Bapak ngantuk, kali. Masa’ sih, pak?” banyak yang mengajukan pertanyaan balik kepada pak Jaya.
Namun, pak Jaya tetap kukuh. “Bener kok. Itu rumah mengerikan. Ada kunti-nya.”
Pemilik Rumah Tidak Diketahui
RUMAH kosong itu dulunya juga rumah biasa yang ditinggali oleh keluarga biasa. Ada orang tua dan anak. Bangunannya cukup besar dan terdapat sejumlah pohon. Sempat pula menjadi rumah kos-kosan, setelah satu demi satu anak dari pemilik rumah menikah. Tidak ada yang istimewa.
Rumah itu mulai tidak dijadikan tempat kost, setelah kondisi rumah yang tidak nyaman ditinggali. Sejumlah anak kost mengatakan, atap rumah itu banyak yang bocor sehingga merepotkan. Sejak itu, rumah itu dibiarkan kosong. Tak terawat dan mulai menyeramkan. Terlebih, saat rumah itu dinyatakan telah dijual kepada seseorang.
Pemilik rumah lama sudah tidak ber-KTP setempat, saat jual beli rumah terjadi. Pengurus RT kehilangan informasi mengenai pembeli rumah yang baru. Penjualan rumah terungkap setelah rumah itu tak lagi dijadikan sebagai tempat kost.
Pemilik rumah yang baru tidak diketahui namanya. Tidak pernah datang memperkenalkan diri kepada pengurus RT dan RW setempat. Tidak juga mengurus rumah besar yang dibiarkan kosong begitu saja bertahun-tahun. Bisa jadi, pemilik rumah yang baru hanya membelinya sebagai aset kekayaan.
Saat baru kosong, sejumlah anak-anak kecil banyak yang masuk ke halaman rumah dan mengambil buah, saat pohon mangga berbuah. Sejak rerumputan semakin tinggi dan pepohonan semakin rimbun, rumah kosong itu semakin terlihat kusam. Apalagi dibiarkan begitu saja tanpa ada lampu penerangan, selama bertahun-tahun. Jika malam, banyak yang mulai tidak berani melintas di depannya.
Keberadaan rumah kosong itu mulai meresahkan. Apalagi setelah muncul cerita-cerita yang mengarah pada kesan horor. Pak RW mencoba untuk meluruskan omongan-omongan yang belum tentu jelas kebenarannya. Kecuali, ucapan pak Jaya yang mengatakan telah melihat perempuan berambut panjang alias kuntilanak, saat menjelang dinihari.
“Bolehkah rumah itu dirubuhkan saja,pak? Saya takut kalau bangunan rumah itu ada akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya niat jelek,” ujar ibu Wita, yang rumahnya berada di depan rumah kosong itu.
Bu Wita mengungkapkan kekhawatirannya jika rumah itu nantinya disalahgunakan untuk perbuatan jahat. Misalnya saja, sebagai tempat menggunakan narkoba, ataupun digunakan sebagai tempat tinggal oleh gelandangan yang tidak jelas asal-usulnya.
Selain itu, bisa jadi juga dapat digunakan sebagai tempat tinggal binatang liar seperti ular, karena seorang warga mengaku pernah melihat kulit ular ada di halaman rumah kosong itu.
Tidak Punya Kewenangan
MESKIPUN berada dalam keadaan kosong, rumah yang semakin terlihat suram itu, tetap ada pemiliknya. Usulan warga untuk merubuhkan rumah yang pagarnya terkunci, tidak bisa dilaksanakan dengan mudah dan begitu saja. Alasannya, tentu saja melanggar batas etika dan hukum sudah memasuki pekarangan rumah milik orang lain.
Pak RW memberikan solusi warga untuk membuat pernyataan rumah kosong itu meresahkan dan dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan. Usulan itu dibuat berjenjang, dimasukkan ke RT, ke RW, lalu diteruskan ke Kelurahan. Jika Kelurahan setuju, rumah kosong itu baru dapat dirubuhkan.
Semua warga yang hadir terdiam. Ada proses panjang yang harus ditempuh untuk menyelesaikan rumah kosong itu. Rumah yang pemiliknya pun tidak pernah memperkenalkan diri kepada masyarakat dan pengurus warga setempat. Rumah yang pemiliknya juga tidak memiliki kartu identitas setempat.
Padahal, seharusnya pemilik rumah melakukan perkenalan diri. Bukan bersikap tidak peduli terhadap lingkungan. Apalagi, sesuai dengan peraturan yang berlaku, pemilik rumah tetap memiliki kewajiban untuk membayar iuran lingkungan. Iuran wajib bagi setiap warga, yang digunakan untuk membayar petugas kebersihan pengangkut sampah dan petugas keamanan yang melakukan jaga malam di lingkungan.
Pertemuan warga selesai. Rumah kosong itu semakin hari pun semakin kusam tidak terawat. Tanpa penerangan lampu, sehingga menambah kesan horor. Kesan menyeramkan. Terlepas ada atau tidak penghuni yang datang dari alam lain, seperti hantu, keberadaan rumah kosong itu semakin membuat takut orang yang melintas karena gelap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H