Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Industrialisasi Perkebunan dan Pemerdekaan

11 Mei 2016   20:51 Diperbarui: 11 Mei 2016   20:57 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Dr. Ir Agus Pakpahan, APU, Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia dan Dr. MT Felix Sitorus dalam diskusi Kesuksesan Perkebunan Tanpa Kemajuan Industri, di gedung menara 165 (foto:riapwindhu)

 Kesenjangan antara pekebun dengan perusahan pengolah hasil pekebun semakin melebar. Kesenjangan ini yang menjadi penyebab utama terjadinya permasalahan di perkebunan atau pedesaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup dan konflik sosial.

Belajar dari Negara Lain

PERKEBUNAN Indonesia saat ini tertinggal dari negara lain. Tidak ada salahnya untuk belajar dari negara lain. Amerika Serikat banting setir pada pertengahan tahun 1970-an, Amerika karena menurunnya harga gula.Bila semula bertumpu pada  pasokan gula impor, Amerika mengembangkan bahan pemanis, yang dibuat dari jagung (High Fructose Corn Syrup).

Hal ini mengurangi Amerika mengimpor gula sebanyak 4 juta ton dari negara berkembang. Hingga kini, Amerika Serikat merajai produk HFCS dan semakin unggul dengan dibudidayakannya jagung transgenik sejak tahun 1996.

Naiknya harga gula membuat sejumlah negara melakukan tindakan mengatasinya, seperti Brazil dengan membangun industri gula (sumber:tribunnews.com)
Naiknya harga gula membuat sejumlah negara melakukan tindakan mengatasinya, seperti Brazil dengan membangun industri gula (sumber:tribunnews.com)
Brazil, pada tahun 1970-an juga sangat tergantung pada pasokan bahan bakar minyak (BBM) impor. Pemimpin Brazil memaknai naiknya harga gula sebagai kesempatan untuk membangun industri gula, yang dibuat terpadu dengan energi berbasis tebu, yakni etanol. Pada program yang dinamai Sweet Succes ini,  industrialisasi Brazil disesuaikan dengan ketersediaan pasokan etanol yang bersumber dari tebu. Mulai dari industri otomotif hingga industri rumah tangga.

Tahun 1970-an, Thailand pun membangun industri gula baru yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta. Industri gula berbasis tebu hasil petani. Thailand berhasil dalam industrialisasinya sehingga mampu ekspor. Konsumsi domestik  gula hanya 1/3 saja dari produksi nasionalnya.

Keberhasilan RRC untuk keluar dari masalah kelaparan adalah dengan mengembalikan pertanian sistem komunal ke sistem insentif rumah tangga, melalui reformasi agraria. Perubahan ini disimultankan dengan membangun sektor keuangan, industri, dan jasa sehingga mampu mendorong dan meningkatkan  produksi pangan, serta pertanian RRC. Indonesia bahkan mengimpor beras dan komoditas pertanian lain dari RRC, padahal jumlah penduduk RRC, lima kali lebih banyak dari penduduk Indonesia.

kopi adalah salah satu komoditas andalan di Indonesia, yang masih dibutuhkan oleh dunia dan berpeluang ekspor (gambar:tribunnews.com)
kopi adalah salah satu komoditas andalan di Indonesia, yang masih dibutuhkan oleh dunia dan berpeluang ekspor (gambar:tribunnews.com)
Model perkebunan di negara lain yang bisa dipelajari adalah perkebunan kelapa sawit FELDA (Federal Land Development Authority) di Malaysia. FELDA melihat pembangunan perkebunan analog dengan pembangunan permukiman. Pendekatannya adalah korporasi, walaupun yang dikelola adalah kebun milik petani. Pada ulang tahunnya yang ke-50  pada tahun 2010, FELDA merayakannya di gedungnya, yang terdiri atas 50 lantai.

Malaysia sangat memperhatikan riset pertaniannya, dengan menyediakan anggaran yang lebih tinggi dibandingkan anggaran riset pertanian per kapita Amerika Serikat.  Jumlah peneliti petanian pun lebih banyak daripada di Indonesia.

Perkebunan Kelapa sawit Indonesia terluas di dunia dengan luas areal sekitar 9 juta hektar dan dimiliki para konglomerat Indonesia. Sayangnya, R&D kelapas sawit lemah. Produk akhir yang diekspor dari Kelapa sawit masih berupa minyak mentah.

Pada tahun 2012,  jumlah penerbitan publikasi ilmiah di dunia, Indonesia berada pada urutan ke-63 sedangkan Malaysia pada urutan 42. Di tingkatan ASEAN, jumlah publikasi ilmiah Indonesia berada di bawah Kamboja dan hanya setingkat lebih tinggi dari Myanmar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun