Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lebih Tahu Listrik dan Penulisan Di Coverage Akademi Menulis Kompasiana- PLN

3 Mei 2016   00:48 Diperbarui: 3 Mei 2016   00:57 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Emmeilia Tobing, Spv Humas dan PKBL PLN Sumbar sedang presentasi (foto:riapwindhu)

SAAT terjadi pemadaman listrik atau mati lampu, respon negatif masyarakat umumnya langsung bermunculan.  Mulai dari menyalahkan, marah-marah, hingga melakukan aksi demonstrasi atas peristiwa yang terjadi, kepada kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Sebaliknya saat lampu terang benderang, aktivitas yang dapat berjalan dengan lancar karena adanya penerangan listrik, dianggap sebagai hal yang sudah sepantasnya menjadi tugas dan kewajiban  PLN.  Hal ini seakan ironi yang sudah biasa bagi para petugas PLN.

pln12-57278e6e359773ff102b75ff.jpg
pln12-57278e6e359773ff102b75ff.jpg
Wisnu S, GM Pusdiklat PLN, memberikan penjelasan mengenai Akademi Menulis PLN-Kompasiana (foto:riapwindhu)

Semua itu terlontar di saat-saat coverage Kompasiana Akademi Menulis PLN, dengan nada getir walaupun sesekali dibarengi tawa para peserta akademi. Memang, saat ini selain adanya hubungan masyarakat (humas)  sudah ada pula jembatan antara PLN dengan pelanggan listrik,seperti facebook ataupun @pln_123 tetapi belum mampu mengatasi keluhan pelanggan secara tepat.

Saya yang mendengarnya mau tak mau ikut trenyuh sekaligus tersenyum. Kebetulan, Senin (25/4), saya berkesempatan hadir sebagai salah satu dari 30 kompasianer yang diundang untuk mengikuti rangkaian kegiatan penjurian Akademi Menulis PLN,  dalam bentuk Kompasiana Coverage. Kegiatan yang dilakukan di  gedung Usdiklat PLN yang berada di Jalan S. Parman, Slipi Jakarta Barat, dilakukan seharian mulai pukul 9.00 hingga pukul 16.00.

pln10-57278ed88e7e61b00ba3542b.jpg
pln10-57278ed88e7e61b00ba3542b.jpg
Akademisi Menulis PLN-Kompasiana berfoto bersama sebelum penjurian dilakukan (foto:riapwindhu)

Kegiatan Akademi Menulis PLN ini melahirkan kompasianer-kompasianer baru dari PLN. Sebagai kompasianer undangan, saya dan rekan kompasianer lainnya dapat menyimak  diskusi panel mengenai energi  listrik, antara akademisi PLN ini dengan para juri, yang  sebelumnya memberikan materi selama 4 hari.  Selain tentunya juga diizinkan untuk mengajukan pertanyaan setelah akademisi PLN mempresentasikan karya-karya tulisannya.

Pagi itu, seluruh akademisi PLN mengenakan kemeja putih. Dari pihak kompasiana hadir  antara lain COO Kompasiana Pepih Nugraha, Iskandar Zulkarnaen, dan Nurulloh.  Para kompasianer undangan, duduk di sejumlah kursi yang mengelilingi meja yang sudah diletakkan tulisan Kompasianer.

Kami semua berada di ruang Dewi Sartika, lantai 1 mendengarkan sejumlah sambutan, baik dari pihak PLN mengenai teknis pelaksanaan maupun dari Kompasiana mengenai materi ajar Akademi Menulis PLN Kompasiana, sebelum dibagi ke dalam tiga kelas ruang penjurian, yakni ruangan  Diponegoro dan Teuku Umar di lantai dua, serta ruangan Imam Bonjol di lantai 3.

pln11-57278f22f09673790ba6f4f2.jpg
pln11-57278f22f09673790ba6f4f2.jpg
COO Kompasiana, Pepih Nugaraha mengatakan menulis itu harus bermanfaat (foto:riapwindhu)

Wah, saya tidak menduga jika ternyata penjurian Akademi Menulis PLN Kompasiana,  seperti halnya proses sidang tugas akhir, dengan tiga orang penguji yakni dua dari kompasiana dan satu dari PLN. Setiap akademisi PLN melakukan presentasi dengan slide selama sepuluh menit. Selama 40 menit kemudian, dilakukan kegiatan pengujian dari para juri dan kesempatan bertanya dari 10 kompasianer yang dihadirkan.

Saya berada di ruangan Diponegoro. Tiga penguji, yakni Pepih Nugraha dan  Adhyatmika dari Kompasiana,  serta Wisnu Satrijono, GM Pusdiklat PLN. Ada lima akademisi PLN asal berbagai daerah, yakni Muhammad Taufiq, Rakhmadsyah, Soelitiyoadi Nikolaus, Emmielia Tobing, dan Grahita Muhammad.  Keseluruhan akademisi ini telah memiliki akun kompasiana sejak hari pertama pelatihan, pada tanggal 18 April 2016.

pln9-57278f57d47e61770989ee1a.jpg
pln9-57278f57d47e61770989ee1a.jpg
Ruang Diponegoro dengan 5 orang akademisi yang berpresentasi dan 3 orang penguji (foto:riapwindhu)

Ketegangan di Awal Presentasi

 Tidak mudah ternyata melakukan presentasi jika dilakukan di hadapan penguji. Apalagi, jika disimak sejumlah kompasianer yang sudah siap untuk ikut mengajukan sejumlah pertanyaan.

Tampil sebagai akademisi PLN yang pertama melakukan presentasi, Muhamad Taufiq tidak dapat menyembunyikan kegugupannya. Lelaki yang bertugas sebagai Asisten Manager adminitrasi Sektor Pembangkitan Keramasan memaparkan ini empat tulisan yang telah dibuatnya di akun Kompasiana, yakni Kompasiana, My New Starting Point  (pengalaman), Kartini itu bernama Tiara (essay foto tokoh), Saatnya PLN Rangkul Netizen (opini), dan Karyawan PLN bukan Superman (feature).

pln8-57278f8dd47e61f10989edea.jpg
pln8-57278f8dd47e61f10989edea.jpg
Taufiq membandingkan penggunaan Kompasiana dengan blog pribadinya dalam hal paga view (foto:riapwindhu)

Taufiq mengungkapkan jika menulis itu tidaklah mudah. Dia sering terbawa mood sehingga mengeluarkan kata pertama terasa cukup sulit. Meski demikian, Taufiq mengakui perlunya pemilihan media yang tepat untuk penulisan seperti Kompasiana.

Taufiq memperlihatkan  platfrom blog pribadi yang diisi delapan tulisan dari tahun 2010 – 2013 hanya dibaca 664 kali. Seminggu menjadi Kompasianer, dengan empat tulisan telah dibaca lebih dari 600 kali. Apalagi, keempat tulisannya masuk dalam kategori pilihan.

Tulisan opini Taufiq mengenai saatnya PLN menggandeng Netizen sebagai mitra informasi dan komunikasi PLN.  Menurutnya, komunikasi yang dibangun melalui call center PLN 123 sampai dengan social media belum mampu memberikan dampak yang signifikan untuk meningkatkan citra positif PLN. Demo besar-besaran di depan Kantor PLN Tanjung Pinang tahun 2015, salah satunya.

Dalam feature-nya, M Taufiq menyoroti  Karyawan PLN Bukan Superman berupa perjuangan pegawai PLN yang rela meninggalkan keluarga, anak dan istri untuk melaksanakan tugas memberikan penerangan kepada pelanggan listrik.Bahkan, ada yang sepuluh tahun tidak pernah bermalam takbiran saat lebaran bersama keluarga.

pln4-57278fe3567b61330aa9b648.jpg
pln4-57278fe3567b61330aa9b648.jpg
Presentasi salah seorang akademisi menulis PLN-Kompasiana (foto:riapwindhu)

Meski demikian, kegugupan Taufiq yang cukup mengganggu ini mendapat catatan oleh GM Pusdiklat Wisnu. Terutama karena Taufiq berdiri pada sisi kiri tayangan presentasi slide yang bukanlah tata cara presentasi. Seharusnya Taufiq berdiri di kanan sehingga tidak menghalangi para penguji ataupun audiens yang mendapatkan pemaparan. Saya jadi mendapatkan ilmu mengenai hal ini.

Untunglah prsentasi selajutnya dari akademisi kedua dan ketiga ketegangan mulai mencair. Secara lancar,  Rakhmadsyah, Asistan Manager Keuangan, SDM dan admistrasi PLTN Pembangkitan Sumbagut, Sektor Pembangkitan Medan.

Lelaki ini menulis 4 artikel dengan tiga kategori pilihan. Tulisannya adalah Inilah Hambatan PLN Bangun Pembangkit Baru (Feature) mengenai perlunya  ada cadangan yang dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat sebesar 30 % dari kebutuhan beban listrik atau sebesar 600 MW di Sumatera Utara.

pln7-5727901e927a61570c81f076.jpg
pln7-5727901e927a61570c81f076.jpg
Rakhmadsyah, yang essay fotonya menarik mengenai keunikan penggunaan listrik di pasar palmerah (foto:riapwindhu)

Dalam mempresentasikan essay videonya, Rakhmadysah mengundang decak kagum para juri  karena mampu menyajikan essay video yang sangat menarik, yakni mampu menghadirkan ide yang terlihat biasa tapi sangat bermanfaat, yakni penggunaan listrik secara berlebihan oleh para pedagang di pasar Palmerah.

Dengan video yang dibuat dari smartphone, Rakhmadsyah mengungkapkan keunikan dari penggunaan listrik. Misalnya saja, tukang buah yang menyalakan 44 buah lampu agar terlihat jelas, pedagang jamur crispy agar jamur tetap hangat, dan pedagang beras agar mutu beras terlihat mutunya dengan baik.

Rakhmadsyah bercerita tentu saja sebelum mengambil gambar mengatakan melakukan kulonuwon terlebih dahulu. Berbasa-basi  dulu sebelum diwawancara dan diambil gambarnya melalui video smartphone.

Sementara, Soelistiyoadi Nikolaus yang sudah 34 tahun mengabdi di PLN, menyoroti  suka duka membangun listrik perbatasan untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah perbatasan dan pulau terluar sebagai tanggung-jawab besar yang ditugaskan pada PLN. Tulisan ini menjadi headline di Kompasiana.

Jelinya Blusukan Emmeilia di Salon

TULISAN Emmeilia Tobing berjudul Kenikmatan di Dalam Pasar itu Bernama Salon mengundang rasa salut COO Kompasiana Pepih Nugraha dan Adyatmika. Kenapa? Presentasi perempuan asal Batak, yang bertugas sebagai supervisor humas dan PKBL PLN wilayah Sumatera Barat ini mampu mengungkapkan hal yang selama ini dianggap tidak terlihat oleh orang-orang yang sehari-hari sering beredar di pasar Palmerah.

Lia menemukan adanya dua buah salon di pasar Palmerah, Satu salon di lantai satu memang menyajikan layanan perawatan rambut biasa, seperti potong, creambath, smoorthing, dan lainnya. Namun, satu salon lagi di lantai dua ternyata berada dalam keadaan mencurigakan. Agak tertutup gorden dan ada beberapa orang yang menggunakan baju agak terbuka. Katanya, melayani plus plus.

pln5-57279079f096733f0ca6f4d4.jpg
pln5-57279079f096733f0ca6f4d4.jpg
Emmeilia, blusukan ke Pasar Palmerah dan menemukan dua salon dengan fungsi berbeda (foto:riapwindhu)

Menyimak hal ini, baik Kang Pepih dan Adhyatmika sama-sama tertawa karena tidak jarang bersantap di Pasar Palmerah namun luput memperhatikan hal ini.

Grahita Muhamad, sebagai akademisi PLN terakhir menyampaikan banyak orang yang tidak tahu perjuangan apa yang telah dilakukan petugas PLN dalam melaksanakan tugasnya. Terkadang, petugas PLN bahkan harus berjuang dengan maut ketika dalam pembangunan SUTET.

pln1-572790b5ec967343157049da.jpg
pln1-572790b5ec967343157049da.jpg
Perjuangan petugas PLN menantang maut yang jarang diketahui masyarakat (foto:riapwindhu)

Meski demikian, Grahita mengakui jika akun sosial media PLN seperti Facebook dan twitter, justru tidak menampilkan hal yang bisa membuat citra PLN positif. Sebaliknya, jika melihat twitter @pln_123 yang ada hanyalah masalah pemadaman bergilir yang ditampilkan. Celakanya, justru hal ini yang menjadi viral di masyarakat. Apalagi kemudian muncul meme-meme yang terkadang isinya melecehkan atau mengajak bertengkar petugas PLN.

Menanggapi hal ini, baik Adhyatmika maupun Kang Pepih menilai sudah seharusnya citra negatif PLN yang identik dengan mati lampu dan pemadaman, diubah positif dengan menghadirkan foto-foto yang memperlihatkan perjuangan petugas PLN. Terlebih petugas PLN adalah yang pertama masuk ke dalam suatu area gempa seperti di Yogyakarta ataupun saat tsunami di Aceh.

Dalam kegiatan Akademi menulis PLN-Kompasiana, Emmeilia Tobing, akhirnya dinyatakan sebagai peserta terbaik, yang berhak atas hadiah uang tunai Rp.2.000.000. Perempuan yang bertugas sebagai Supervisor humas PLBK di PLN Sumbar ini memang sangat paham akan tugasnya sebagai humas dan mengatasi komentar negatif para pelanggan listrik. Selain itu, artikelnya berjudul Kenikmatan itu ada di salon sangat memikat juri karena mampu menamplkan dua sisi berbeda dengan curriosity tinggi , beupa tulisan apik.   

Lebih Tahu PLN dan Lebih Tahu Menulis

Sebagai Kompasianer yang turut hadir dan sekaligus bisa memberikan pertanyaan kepada peserta,  saya merasa mendapatkan banyak ilmu bermanfaat saat menghadiri coverage Akademi PLN Kompasiana. Kenapa?

Dalam kegiatan ini, saya menjadi lebih tahu mengenai tugas-tugas yang dilakukan para petugas PLN untuk memberikan terang kepada nusantara. Selain itu, Saya memperoleh tambahan ilmu berharga karena Kang Pepih di kelas Diponegoro mengungkap mengenai Mind Mapping kepada para kompasianer agar dapat menulis lebih terfokus dan sesuai dengan kemampuan serta minatnya.

Selain itu, ada unsur-unsur lain yang terdapat dalam penulisan. Sebuah tulisan dapat ditulis secara feature, opini, ataupun berupa essay  foto. Semuanya dapat diangkap secara faktual ataupun humanis.  Tulisan saat ini tidak cukup sekedar teks melainkan perlu adanya tambahan gambar, suara,  ataupun video.

Menulis denga hati pun sangat penting karena terbaca dalm tulisan. Unsur visual menjadi sangat penting. Storry telling pun demikian. Nose for news, curiosity yang diimplemetasikan menjadi sebuah tulisan. Termasuk undur proximity dapat membuat tulisan berarti. Satu lagi, tulisan tetap harus memiliki manfaat bagi orang lain !

pln-57279225567b61300aa9b653.jpg
pln-57279225567b61300aa9b653.jpg
Emmelia menampilkan tulisannya sebagai peserta terbaik dalam akademi menulis PLN-Kompasiana (foto:riapwindhu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun