Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Surat  Cinta untuk Kartini, Cerita Pendidikan dan Cinta dalam Sepucuk Surat

22 April 2016   23:22 Diperbarui: 23 April 2016   04:19 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Adegan Kartini mengajar anak-anak perempuan di film Surat Cinta Untuk Kartini (trailermncpictures)"][/caption]KARTINI dan surat menyurat. Dua hal yang tidak terpisahkan. Dengan surat menyurat,  ada bukti perjuangan mulia seorang Kartini untuk memajukan pendidikan kaum perempuan di Indonesia. Dengan surat menyurat, kemampuan menulis, berpikir dan berpendapat menjadi luas.

Surat menyurat yang dilakukan Raden Ajeng Kartini, putri bangsawan,  anak Bupati Jepara R.M.A.A Sosroningrat, telah membuka mata siapa pun yang membacanya. Bukan  hanya karena surat menyurat itu lebih banyak kepada teman-temannya yang bangsa Belanda, melainkan karena dalam  surat menyurat itu terkandung kematangan berpikir yang sangat luar biasa dari seorang perempuan muda berusia 20-an.

Kartini, yang sangat gemar membaca dan menulis melahap hampir seluruh bacaan, mulai dari buku, majalah, surat kabar, dan sejumlah karya tulis lainnya. Tak heran, dari surat-suratnya yang dikumpulkan jadi satu dan diterbitkan pertama kali oleh J.H Abendanon, yang berjudul Door Duisternis Tot Lich, yang kemudian diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang, sangat membuka wawasan.

Kartini bukan perempuan biasa. Surat-suratnya tidak berisi sekedar curhatan remeh perempuan. Kartini menceritakan keprihatinan dan perhatian yang sangat tinggi terhadap nasib dan kedudukan perempuan  di dalam masyarakat.

[caption caption="Adegan Kartini yang tak lelah mengajar anak perempuan di pinggir pantai Jepara (gambar:trailerMNCpictures)"]

[/caption]Kartini berbicara mengenai kesenian, mulai dari seni ukur, seni sastra, hingga seni batik, yang bernilai tinggi dan dapat memiliki nilai jual sehingga lebih dihormati sebagai bangsa.  Tidak heran, jika Jepara saat ini sangat terkenal dengan ukirannya.

Kartini menginginkan para pemuda dapat lebih maju, berkerja sungguh-sungguh demi bangsa dan negara, dan memperoleh kesejahteraan yang layak. Pendidikan yang setara untuk laki-laki dan perempuan. 

Sebagai perempuan, kekaguman saya pada pemikiran Kartini yang cerdas semakin dalam setelah membaca buku terjemahan Surat-Surat Kartini. Maka suatu hal yang pantas, jika sebuah film layar yang terinspirasi dengan apa yang telah dilakukan Kartini, putri bangsawan yang cantik itu, kemudian hadir dan menemani para penonton bioskop Indonesia, bertepatan dengan tanggal kelahiran Kartini pada tanggal 21 April, yang kini diperingati sebagai hari Kartini. Sebuah film karya sineas muda  Indonesia, Azhar Kinoi Lubis, yang  berjudul Surat Cinta Untuk Kartini.

Jumat (15/5) lalu, melalui Kompasiana Coverage Nonton Bareng Surat Cinta Untuk Kartini,  MNC Pictures mengajak para KOMiK (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub). Saya berkesempatan hadir sebagai salah satunya, di XXI Epicentrum Kuningan, Epicentrum Walk Ground Floor, Jl. H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan.

[caption caption="Surat Cinta Untuk Kartini, sebuah fiksi yang terinspirasi kisah nyata Kartini (gambar:trailerMNCpictures)"]

[/caption]Kekaguman Seorang Pengantar Surat

BERJUDUL Surat Cinta Untuk Kartini (SCUK), film ini memang tidak jauh-jauh dari kegiatan surat menyurat yang biasa dilakukan Kartini. Kartini sering menerima kiriman surat dari kawan-kawannya. Tentu saja, melalui jasa seorang tukang pengantar surat, yang langsung mengantarkannya ke kediaman bupati. Langsung diterima oleh Kartini.

Dialah Sarwadi (Chicco Jerikho) , seorang pengantar surat pada tahun 1900-an.  Duda beranak satu yang terkagum-kagum dengan ndoro ajeng Kartini (Rania Putri). Bukan hanya karena kecantikannya, melainkan karena pemikiran Kartini yang ingin memajukan pendidikan perempuan Jawa.

“Kalian ingat, pendidikan itu penting. Apalagi untuk perempuan. Nantinya laki-laki dan perempuan akan hidup berdampingan,” ucap Kartini.

[caption caption="Adegan Kartini saat bermain ayunan bersama murid-murid perempuan pribuminya (gambar:trailerMNCpictures)"]

[/caption]Perasaan kagum Sarwadi lambat laun berubah menjadi perasaan cinta. Sarwadi jatuh hati karena meskipun memiliki darah ningrat, Kartini tidak sombong. Mau peduli dengan nasib perempuan Jawa. Meskipun sikap Kartini seperti ini dianggap aneh oleh banyak orang. Salah satunya oleh Mujur, sahabat Sarwadi.  

Sarwadi pun meminta Ningrum (Christabelle Grace Marbun),anak semata wayangnya untuk belajar membaca dan menulis kepada ndoro Ajeng Kartini. Ningrum menjadi murid pertama Kartini. Pada pertemuan pertama itu, Ningrum tidak berhasil mengajak kawan-kawannya untuk belajar bersama.

Para orang tua yang memiliki anak perempuan merasa tidak perlu seorang anak perempuan memiliki pendidikan tinggi dan tidak juga membuat perut kenyang dengan belajar membaca. Namun, itu semua tak menyurutkan semangat Kartini untuk tetap mengajar.  

Rutinitas mengajar Ningrum, anak Sarwadi, membuat kedekatan di antara keduanya. Kartini tak canggung untuk berbincang-bincang dan bercerita kepada Sarwadi. Bahkan membacakan berita dari sebuah surat kabar berbahasa Belanda kepada Sarwadi.

Kartini yang terlahir dari istri pertama namun bukan istri utama, mengungkapkan telah terbiasa hidup dengan dua orang ibu. Peraturan kolonial kala itu mengharuskan ayahnya Raden Mas A. A Sosroningrat (Donny Damara), harus menikah dengan seorang bangsawan jika ingin menjadi bupati. Karena peraturan itu, Kartini tidak bisa menyebut Mas Ajeng Ngasirah (Ayu Dyah Pasha) ibu kandungnya, dengan sebutan ibu.

“Kita tidak bisa mengubah asal kita tapi bisa mengubah cara berpikir kita,” kata Kartini.

[caption caption="Kartini memohon pada ayahnya, agar pinangan Bupati Rembang untuk dibatalkan (gambar:trailerMNCPictures)"]

[/caption]Ayah Kartini, R.M.A.A Sosroningrat  memang sudah berpikiran maju dengan mengizinkan seluruh anaknya untuk bersekolah. Meski demikian, adat istiadat saat itu tidak memungkinkan anak perempuan untuk melanjutkan pendidikannya setelah mendapatkan datang bulan pertama. Perempuan harus dipingit sampai ada lelaki yang datang melamar.

Sebagai gantinya, Kartini diizinkan untuk membaca buku-buku dan  melakukan surat menyurat  dengan para teman-temannya yang kebanyakan Bangsa Belanda. Pingitan  seakan membatasi gerak Kartini namun sebenarnya Kartini semakin cerdas melalui kegiatan membaca dan menulis yang dilakukannya.

Kartini ingin sekali mengambil beasiswa ke negeri Belanda. Sayangnya,  lama menunggu, semua itu tidak terwujud. “Jangan sekali-kali  kau gunakan alasan sekolahmu. Bilang saja kamu merasa terkungkung dengan adat istiadat kita,” tuding Pakde Kartini.

Di sisi yang lain, Kartini harus menerima lamaran dari Djoyo Hadiningrat, Bupati Rembang. Lelaki yang sudah beristri tiga dan memiliki enam orang anak. Tidak ada yang bisa dilakukan Kartini untuk menolaknya selain bentuk rasa patuh seorang anak kepada orang tua. Kartini menerima pinangan dengan tiga syarat,s alah satunya adalah minta diizinkan untuk tetap memberikan pendidikan bagi kaum perempuan pribumi.

Tentu saja, diterimanya pinangan itu membuat Sarwadi patah hati. Di pantai, Sarwadi yang mengaku anak Raja Langit meminta Kartini untuk membatalkan lamaran karena hanya akan membawa penderitaan. Sarwadi berteriak meminta Kartini  untuk tetap memperjuangkan pendidikan buat perempuan Jawa. Sarwadi tidak pernah sempat menyampaikan surat cintanya untuk Kartini.

[caption caption="Kartini menerima pinangan dengan syarat tetap bisa mengajar kaum perempuan (gambar:trailerMNCPictures)"]

[/caption]Alur dan Akting Yang Memikat

SEBAGAI  sebuah kisah fiksi yang terinspirasi dari kehidupan seorang pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini, film Surat Cinta Untuk Kartini cukup mampu menyampaikan pesan-pesan moral sebuah perjuangan pendidikan perempuan, kepada para penontonnya.

Pengambilan tokoh pengantar surat yang diperankan Chicco Jerikho, juga merupakan hal yang masuk akal. Kenapa? Selalu ada peran tukang surat  di antara kiriman dan antaran surat menyurat dari suatu tempat ke tempat lain. Chicco Jerikho memainkannya dengan pas. Bergaya sebagai tukang surat jatuh cinta yang berambut klimis.

Tingkahnya yang mengagumi ndoro Ajeng Kartini begitu natural. Termasuk saat adegan patah hati dan sakit parah, saat lamaran Bupati Rembang diterima. Semua itu mengundang senyum.

Rania Putri, sebagai pemeran Raden Ajeng Kartini pun mampu mengimbanginya dengan baik. Meskipun logat  Jawa tidak begitu tampak, Rania tetap menghadirkan keagungan sosok cerdas Kartini.Film Surat Cinta Untuk Kartini pun cukup apik karena alur ceritanya diawali dengan kondisi saat ini di sebuah sekolah dasar, saat pengajaran Sejarah Nasional. Rangga (Chicco Jerikho), yang semula bertabrakan dengan Dian (Rania Putri) mengajak siswa sekolah mendengarkan cerita perjuangan Kartini.

Alur cerita kemudian masuk ke dalam cerita masa lalu, dengan kisah Sarwadi seorang pengantar surat di kediaman Bupati Jepara, orang tua Kartini. Kemudian pada kegiatan Kartini mengajar anak pribumi, menerima lamaran Bupati Rembang, dan kemudian meninggalnya Kartini, empat hari setelah melahirkan putra pertamanya.

[caption caption="Kompasiana Coverage Nonton Bareng Surat Cinta Untuk Kartini (gambar:kompasiana)"]

[/caption]Latar belakang pantai yang sangat indah, sebagai lokasi Kartini mengajar anak-anak pribumi juga sangat mempesona. Ditambah lagi dengan lantunan lagu oleh Gio, salah seorang finalis Idol.

Pesan perjuangan pendidikan kaum perempuan tersampaikan. Meski demikian,  untuk anak-anak sekolah terutama sekolah dasar, tetap perlu ditegaskan jika Surat Cinta Untuk Kartini (SCUK) hanyalah fiksi. Cerita karangan yang terinspirasi kisah nyata Raden Ajeng Kartini. Bukanlah yang sesungguhnya. Satu-satunya yang nyata hanya profesi tukang pos, pengantar surat.

Menonton film  Surat Cinta Untuk Kartini, unsur hiburan dan nilai sejarah dapat diterima sekaligus. Ada pesan-persan perjuangan Kartini untuk kemajuan pendidikan kaum perempuan. Kartini mendirikan sekolah untuk perempuan di Rembang, denan dukungan suaminya. Ningrum menjelma menjadi Kartini kecil yang mampu mengajarkan baca tulis kepada kawan-kawannya.

Tidak pernah ada yang sia-sia dari niat luhur itu. Saat ini kaum perempuan dapat menempuh pendidikan tinggi dan menduduki jabatan tinggi.  Setidaknya, tercapai sudah janji Kartini yang diucapkan dalam film Surat Cinta Untuk Kartini, yakni “Saya akan menjamin anak dan cucu saya tidak mengalami nasib yang sama.”

[caption caption="Komunitas Film Kompasiana"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun