“Kalian ingat, pendidikan itu penting. Apalagi untuk perempuan. Nantinya laki-laki dan perempuan akan hidup berdampingan,” ucap Kartini.
[caption caption="Adegan Kartini saat bermain ayunan bersama murid-murid perempuan pribuminya (gambar:trailerMNCpictures)"]
Sarwadi pun meminta Ningrum (Christabelle Grace Marbun),anak semata wayangnya untuk belajar membaca dan menulis kepada ndoro Ajeng Kartini. Ningrum menjadi murid pertama Kartini. Pada pertemuan pertama itu, Ningrum tidak berhasil mengajak kawan-kawannya untuk belajar bersama.
Para orang tua yang memiliki anak perempuan merasa tidak perlu seorang anak perempuan memiliki pendidikan tinggi dan tidak juga membuat perut kenyang dengan belajar membaca. Namun, itu semua tak menyurutkan semangat Kartini untuk tetap mengajar.
Rutinitas mengajar Ningrum, anak Sarwadi, membuat kedekatan di antara keduanya. Kartini tak canggung untuk berbincang-bincang dan bercerita kepada Sarwadi. Bahkan membacakan berita dari sebuah surat kabar berbahasa Belanda kepada Sarwadi.
Kartini yang terlahir dari istri pertama namun bukan istri utama, mengungkapkan telah terbiasa hidup dengan dua orang ibu. Peraturan kolonial kala itu mengharuskan ayahnya Raden Mas A. A Sosroningrat (Donny Damara), harus menikah dengan seorang bangsawan jika ingin menjadi bupati. Karena peraturan itu, Kartini tidak bisa menyebut Mas Ajeng Ngasirah (Ayu Dyah Pasha) ibu kandungnya, dengan sebutan ibu.
“Kita tidak bisa mengubah asal kita tapi bisa mengubah cara berpikir kita,” kata Kartini.
[caption caption="Kartini memohon pada ayahnya, agar pinangan Bupati Rembang untuk dibatalkan (gambar:trailerMNCPictures)"]
Sebagai gantinya, Kartini diizinkan untuk membaca buku-buku dan melakukan surat menyurat dengan para teman-temannya yang kebanyakan Bangsa Belanda. Pingitan seakan membatasi gerak Kartini namun sebenarnya Kartini semakin cerdas melalui kegiatan membaca dan menulis yang dilakukannya.
Kartini ingin sekali mengambil beasiswa ke negeri Belanda. Sayangnya, lama menunggu, semua itu tidak terwujud. “Jangan sekali-kali kau gunakan alasan sekolahmu. Bilang saja kamu merasa terkungkung dengan adat istiadat kita,” tuding Pakde Kartini.
Di sisi yang lain, Kartini harus menerima lamaran dari Djoyo Hadiningrat, Bupati Rembang. Lelaki yang sudah beristri tiga dan memiliki enam orang anak. Tidak ada yang bisa dilakukan Kartini untuk menolaknya selain bentuk rasa patuh seorang anak kepada orang tua. Kartini menerima pinangan dengan tiga syarat,s alah satunya adalah minta diizinkan untuk tetap memberikan pendidikan bagi kaum perempuan pribumi.