Angga Sasongko yang menjadi juri FPPI 2015 menekankan pesan Indonesiaku Kebanggaanku, yang bisa disampaikan dengan baik adalah inti dari sebuah karya film pendek. Beberapa hal yang diperhitungkan dalam penjuran, yakni ide cerita, kesesuaian dengan tema, alur cerita yang diwujudkan, plot yang ada, dan pengambilan gambar yang dilakukan.
Sutradara Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku danFilosofi Kopi itu mengatakan jika teknik produksi tidaklah begitu menjadi faktor penentu. Hal ini mengingat peserta festival film pendek ada yang berasal dari kalangan amatir dan profesional.
Hasilnya ternyata malah menakjubkan. Makna tema Indonesiaku, Kebanggaanku tidaklah hadir melalui tayangan gambar film serangkaian demonstrasi dan orasi ataupun aksi protes kepada bangsa. Ide yang sederhana, akrab dengan keseharian dan dibintangi oleh pemain biasa ditelurkan secara kreatif, mengena, unik, dan jujur sesuai dengan keadaan.
Dalam film Opor operan yang ada dalam kategori umum misalnya, dikisahkan mengenai semangkuk opor yang dioper-oper oleh beberapa ibu dari satu orang ibu yang memasak opor di suatu kampung. Ibu-ibu yang lain tidak masak hanya menjaga gengsi sudah memasak opor. Lucunya, opor tersebut kembali lagi pada orang pertama yang memberikan opor.
Film Coblosan pada kategori pelajar mengisahkan tentang politik uang yang terjadi pada pemilihan kepala desa sebelum pencoblosan terjadi. Kendati sifat pemilihan langsung sudah dilakukan, yang menang menjadi kepala desa adalah calon yang memiliki banyak uang ketimbang calon yang lebih amanah.
Dari Ribetnya Anak SD Hingga Riset
PUSINGNYA ribet bekerja dengan mengatur ratusan anak sekolah dasar, mengikuti perkembangan berita sehari-hari, kejadian yang ada di masyarakat, peristiwa yang dialami, hingga riset mendalam yang perlu dilakukan perlu dilakukan, adalah cerita para pembuat film pendek yang menjadi finalis dalam FFPI 2015.
Semua ini terungkap dalam diskusi yang diadakan. Gerry Fairuz, pembuat naskah sekaligus sutradara film pendek kategori umum berjudul Bubar, Jalan ! mengungkapkan film pendeknya terinspirasi pada nostalgia masa kecil, masa anak-anak. Semua orang pernah merasakan upacara bendera dan upacara bendera adalah suatu momen nasional, suatu momen bangs. Nostalgia yang setiap orang bisa menikmatinya. “Pusingnya saat harus mengatur banyak anak karena dunianya berbeda dengan orang dewasa,” ujar Gerry.
Film Ali-Ali Setan dari SMK YPLP Perwira Purbalingga terinspirasi dari tren batu akik di Indonesia. Di purbalingga malahan setiap pegawai negerinya diwajibkan menggunakan batu akik. Dengan hanya mengambil tiga tokoh, yakni dua siswa SD yang bertengkar karena salah satu siswa SD menggunakan cincin batu akik dan hal ini tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Lucunya, eorang guru yang menengahi pertengkaran ternyata justru memakai cincin akik.
Sanggar Seni Sekar Tanjung, Blora, Jawa Tengah, memproduksi film Pendek Samin Suronsentiko dengan mengambil inspirasi kepahlawanan Samin Surosentiko, asal Kelopoduwur, Blora yang telah berjuang melawan penjajah Belanda. Untuk mengeksplorasi film yang sudah banyak versinya, pembuat naskah membuat riset hingga ke Sawah Lunto, Sumatera Barat tempat diasingkannya Samin Surosentiko.