Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jelajah Pulau Flores: Dari Maumere hingga Labuan Bajo (2)

28 November 2020   19:13 Diperbarui: 28 November 2020   19:27 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rabu, 28 Oktober 2020 pukul 06.10 WITA aku dijemput. Aku pun telah siap untuk menuju Labuan Bajo. Bis Sanprabu tanpa AC dengan rute Ende -- Ruteng dan tarif Rp.150.000 / orang, bus ini mirip L300. Kuempaskan badanku di bus, aku menikmati perjalanan ini melewati pantai, perkampungan penduduk, dan bukit-bukit. 

Melewati rute Bajawa -- Aimere keloknya lumayan bagaikan bermain ular tangga. Jika Bajawa terkenal sebagai daerah dingin maka berbeda halnya dengan Aimere yang terletak di tepi pantai yang tentu saja berhawa panas. Selama perjalanan, meskipun lelah tetapi aku tidak sampai tertidur. Pukul 13.05 WITA, akhirnya aku bertemu dengan Abdul Farid di depan Kantor Camat Borong. Cukup say hello saga. Perjalanan dilanjutkan lagi menuju Ruteng.

Bertem dengan Abdul Farid di Borong, Manggarai Timur (dok. pribadi)
Bertem dengan Abdul Farid di Borong, Manggarai Timur (dok. pribadi)
Pukul 15.17 WITA akhirnya aku tiba di Ruteng atau nama lainnya Manggarai. Berganti dari L300 ke Suzuki APV penumpangnya masih tiga orang, jadi nunggu satu penumpang lagi. Aku sedikit kesal karena belum ada kepastian kapan berangkatnya hingga pukul 16.25 WITA. 

Akhirnya ada satu penumpang dan ada titipan barang, sehingga waktu menunggu usai juga. Perjalanan menuju Labuan Bajo normalnya membutuhkan waktu sekitar tiga jam tetapi karena supir sering berhenti mulai dari mengisi bahan bakar, mengambil barang  dan makan malam, hasilnya aku tiba di penginapan pukul 22.27 WITA. Beberapa penginapan di Labuan Bajo full, bersyukur dua hari yang lalu aku udah booking di Seaestakomodo. 

Tanggal 29 Oktober 2020, pagi hari di depan kolam renang aku duduk seorang diri memandang lautan, dalam hati aku berucap "tak pernah aku menyangka aku akan tiba di kawasan yang saat ini sedang menjadi trending topic. Sebuah kawasan yang telah menjadi world heritage dan ditetapkan oleh UNESCO.

Aku akan ikut Live On Board (LOB).  Pukul 07.00 WITA, driver Fito menjemputku untuk menuju pelabuhan Labuan Bajo. Di pelabuhan Labuan Bajo, saat aku membeli sarapan ternyata pedagangnya berasal dari Bone, Sulawesi Selatan. Alhasil mulailah aku bercakap-cakap menggunakan bahasa Bugis.

Di sepanjang jalan Soekarno Hatta mulai dibangun hotel-hotel, dan yang paling menarik bagiku bangunan yang mirip Marina Bays di Singapura, masih di sepanjang jalan ini banyak tour agent. Masih di sepanjang jalan diperbaiki sepertinya buat persiapan KTT G-20 dan ASEAN Summit 2023. Dalam diriku timbul pertanyaan mungkin beberapa tahun ke depan Labuhan Bajo akan dipenuhi kapal pesiar mewah ?

Menuju kapal yang akan digunakan untuk LOB, aku harus menggunakan speed boat untuk menuju ke kapal phinisi Cahaya Ilahi.  Kapal Cahaya berwarna cokelat, putih dan biru.  Memiliki panjang 24 meter, lebar 4,75 meter, tinggi cabin, 2,25 meter dan tinggi kapal 8, 2 meter. Memiliki lima cabin  dengan total kapasitas tamu yakni dua belas orang. 

Tersedia life jacket sebanyak dua puluh lima buah dilengkapi juga dengan tiga unit Apar masing -- masing seberat empat kg. Ada delapan buah bean bag. Mesin induk menggunakan Mitsubishi 6 cylinders dan mesin samping Hyundai 4 cylinders. Sambil menunggu di phinisi aku membaca buku, speed boat menjemput teman-teman yang menginap di Ayana dan Sylvia. 

Pukul 10.00 peserta trip telah berkumpul, briefing bersama Dedy ( guide pada trip ini), ada pemilik dan kapten kapal, Jefri dan Doni ( yang ikut membantu segala sesuatu di kapal) juga Dedi ( koki)

Kapal Cahaya Ilahi (dok. Kapten Kapal)
Kapal Cahaya Ilahi (dok. Kapten Kapal)
Di kapal, terdapat empat group yang terdiri aku, pak Honda + Ibu Nur + Syifa, Ibu Endah + Putricia, Jojo + Pak Wido jadi total ada delapan orang. Kapal Cahaya Ilahi terdiri dari bagian atas, tengah dan  bawah, dibawah ada tiga kamar dan masing-masing kamar memiliki AC +  WC sendiri , dibagian tengah ada dua kamar AC + kamar mandi, dapur, kamar mandi untuk ABK dan kamar ABK, tempat makan dan area duduk sambil ngopi. 

Model tempat tidur di kapal, yaitu tempat tidur bertingkat mirip tempat tidur kamar backpacker. Pada bagian atas ada tempat untuk berjemur, area beanbag dan ruang nakhoda kapal. Nah bagian atas ini menjadi tempat favoritku untuk "bermalas-malasan" sambil menanti sunrise, sunset. Saat itu bisa pula menyaksikan bukit-bukit dan pulau-pulau, sekaligus melihat bintang di angkasa. Berharap ada bintang jatuh.

Ini adalah Cabin yang aku tempati (dok. Kapten Kapal)
Ini adalah Cabin yang aku tempati (dok. Kapten Kapal)

Area Beanbag (dok. Kapten Kapal)
Area Beanbag (dok. Kapten Kapal)
Destinasi pertama yakni pulau Kelor, dari pelabuhan perjalanan ditempuh sekitar 30 - 45 menit. Untuk mencapai spot tertinggi harus trekking dulu. Pulau Kelor ini dilengkapi dengan dermaga, ada pedagang yang menjual kelapa muda dan cinderamata. Aku membutuhkan waktu 12 menit 32 detik untuk mencapai spot tertinggi. 

Jujur medannya tidak sulit, namun yang menjadi tantangan adalah terik matahari dan rasa haus, tetapi semuanya terbayarkan dengan views dari puncaknya yang bagiku sangatlah indah. Bukit dengan warna hijau kemudian pantai yang memiliki gradasi dan kapal -- kapal yang berlabuh di bawahnya sungguh pemandangan yang sangatlah indah.

Dari Pulau Kelor, kami makan siang di kapal Cahaya Ilahi dengan menu empat sehat yang rasanya cocoklah dengan lidah kami. Siang itu, kami makan dengan lahapnya. Tujuan selajutnya adalah ke Pulau Menjarite buat snorkeling.

Setelah snorkeling di Pulau Menjarite (dok. Dedy)
Setelah snorkeling di Pulau Menjarite (dok. Dedy)
Snorkeling pertama dilakukan Pulau Menjarite, kata Dedy pulau ini menjadi salah satu spot untuk bersnorkeling. Setelah aku turun ke laut dan snorkeling, aku membenarkan ucapakan Dedy. Air lautnya berwarna tosca, ada dermaganya juga, ada bukitnya. Di pulau ini, aku puas-puasin snorkeling, aku lihat berbagai jenis ikan, nemo juga ada, anemone terus ekosistem terumbu karang masih terjaga dengan baik. Karang didominasi oleh jenis acropora tabulate yakni karang yang berbentuk bercabang dengan arah mendatar, rata seperti meja. Ada juga yang berbentuk mushroom yang hidupnya soliter.

Nemo (dok. Dedy)
Nemo (dok. Dedy)

Ekosistem terumbu karang (dok. Dedy)
Ekosistem terumbu karang (dok. Dedy)
Sehabis snorkeling, kami menikmati snacks sore pisang goreng keju plus jus semangka. Dari Pulau Menjelite kami menuju Desa Pasir Panjang Pulau Rinca untuk  aktivitas masyarakat yakni sebagai nelayan dan menjemur ikan teri. Di pulau ini terdapat taman bacaan pelangi yang didirikan oleh Nila Tanzil.

Di depan Sekretariat Taman Bacaan Pelangi (dok. Pribadi)
Di depan Sekretariat Taman Bacaan Pelangi (dok. Pribadi)
Dari desa Pasir Panjang kapal Cahaya Ilahi bergerak menuju pulau Kalong. Dari namanya Kalong itu artinya kelelawar. Sebenarnya aku sedang menunggu waktu salat maghrib di kamar, adalah ibu Nur yang datang ke kamar dan memanggilku untuk menyaksikan kawanan kelelawar yang melintasi atas kapal kami. Kata Dedy,  sudah waktunya si kalong mencari makan di sisi lain dari pulau ini. Jika diperhatikan sekitar 20 menitan gerombolan kalong itu tidak berhenti dan mungkin saja ada sekitar ribuan kalong yang terbang.

Kalong / Kelelawar (dok. pribadi)
Kalong / Kelelawar (dok. pribadi)
Pelan-pelan kapal bertolak, sehabis salat maghrib waktunya makan malam dengan menu kangkung tumis, ikan bakar, cumi dan udang tumis plus buah mangga. Selesai makan malam, Dedy melakukan taklimat tentang kegiatan esok hari. Dan setelahnya ada yang leyeh-leyeh pada bagian atas kapal ( aku, Shifa, Putricia + ibu Nur + Jojo), Pak Honda, Pak Wido, Dedy sedang bercerita di tempat makan. Hanya ibu Endah yang memilih beristirahat.

Jumat, 30 Oktober 2020 Pukul 03.00 WITA aku terbangun. Kapal mulai bergerak. Setelah melaksanakan salat subuh,  kapal mulai terasa terombang ambing. Aku keluar dari kamar dan duduk di tempat makan sambil bertasbih. Jelang pukul 05.30 WITA, aku kembali ke kamar bersiap-siap kemudian kembali ke bagian atas kapal. Matahari mulai bergerak dan kapal bergerak menuju Pulau Padar. Dari tempat terakhir untuk menuju Pulau Padar membutuhkan waktu sekitar dua jam. Di bagian atas kapal terlihat pemandangan barisan bukit, gara-gara terkena angin sepoi-sepoi aku hampir saja tertidur kembali.

Tak berapa lama, akhirnya kapal kami tiba di depan Pulau Padar, wahhh aku takjub, mata ini disuguhi pemandangan bukit dan laut yang sangat memukau, pendengaranku disapa oleh hangatnya debur ombak. Aku pun bergegas menuju speedboat, pulau Padar dilengkapi dermaga, karena air surut speedboat tidak bersandar di dermaga melainkan ke pinggir dermaga. Tuhan, indah sekali ciptaanmu. Airnya bening tampaklah ikan kecil berenang-renang. Dan setelah beberapa tahun akhirnya aku menyaksikan warna cantik ini lagi,'' gumamku.

Setelah berlabuh dan sebelum memulai pendakian, ada pemeriksaan suhu tubuh dan pengunjung wajib menggunakan masker eh tapi setelah berjalan jauh engap juga pakai masker.

Aku menjadi orang paling belakang dari rombongan ini berjalan untuk menuju viewing point Pulau Padar. Untuk mencapai area peruntukan untuk melihat pemandangan harus melewati ratusan anak tangga. Aku berjalan bersama Syifa, jujur kami sering berhenti, banyak berfoto. Terima kasih buat Pak Honda dan ibu Nur yang bersedia memotretku. 

Untuk menuju viewing point pulau Padar antri coy.. Butuh sekitar 55 menit untuk aku hingga sampai di atas. Teriknya matahari pagi membuat keringatku bercucuran. Di puncak, tentu saja banyak orang yang antri mengambil gambar. Aku bersama Jojo berjalan lagi mencari spot yang lebih tinggi. Nah, disana aku isitirahat menikmati air putih dan melahap pisang buat penambah energi.

Puas berada di atas Pulau Padar kami bergerak turun, hingga tiba di dekat dermaga Ibu Nur mengajakku menenggak es kelapa seharga Rp. 30.000 per buah. Sayangnya ajakannya aku tolak, karena aku lebih suka air putih. Ketika air mulai pasang, speedboat menjemput kami tepat di dermaga. Kami bergerak menuju kapal Cahaya Ilahi.

Tiba di kapal langsung sarapan pagi dengan menu nasi goreng, telur mata sapi, mie goreng plus buah.

Aku di Pulau Padar (dok. Ibu Nur)
Aku di Pulau Padar (dok. Ibu Nur)
Destinasi selanjutnya adalah Long Pink Beach. Lokasi Long Pink Beach ini terletak di utara pulau Padar dan mulai ramai di kunjungin beberapa tahun lalu. Untuk mencapai lokasi ini, kami melewati tebing-tebing besar, terlalu indah. Ough iya aku dan pak Honda sempat diserang mabuk laut hahaha. Bersyukur ibu Endah membawa obat anti mabok.

Tiba di Long Pink Beach, di saat kawan-kawan berenang dan snorkeling aku memilih ke pantai sambil berjalan-jalan. Tak memperdulikan teriknya matahari. Hamparan pantai yang luas membuatku leluasa memilih tempat, cukup puas berjalan -- jalan di pantai aku menuju bale-bale tiduran sambil menikmati hembusan angin. Di lokasi ini ada pedagangnya juga loh.

Terlihat dua orang yang menerbangkan drone di tempat ini. Dari hasil googling ternyata lokasi ini dipakai oleh Gamaliel Tapiheru, Audrey Tapiheru dan Cantika Abigail (GAC) dipakai untuk syuting video klip Sailor. Video klip ini menampilkan keindahan lokasi alam Labuan Bajo dari berbagi sudut.

Bukan tiduran ternyata aku benar-benar tidur sampai ada empat orang yang mengganggu tidurku. Empat orang ini adalah peserta dari  trip operator lain yang sibuk foto-foto dan berbicara dengan lantang. Ketika teman-teman telah puas bermain-main dan berfoto kami kembali ke kapal Cahaya Ilahi dan bersiap makan siang.

Aku di Pantai Long Pink Beach (dok. pribadi)
Aku di Pantai Long Pink Beach (dok. pribadi)
Kapal berlayar menuju Pink Beach, Pink Beach lokasinya di pulau Komodo mulai terkenal sejak tahun 1980. Di Pink Beach, pak Honda mencoba untuk menerbangkan dronenya dan ternyata saudara-saudara lokasinya di Lock. Kaget lah. Di Pink Beach ini ada dermaga dan pedagang juga.

Di dermaga Pink Beach (dok. Pribadi)
Di dermaga Pink Beach (dok. Pribadi)
Kembali ke Kapal Cahaya ilahi kami bersiap-siap bertemu dengan si "dragon". Pukul 15.25 WITA kami tiba di Pulau Komodo.

Ditemani oleh dua orang rangers. Ada tiga jenis trek yaitu short, medium dan adventure track. Kami beruntung langsung bertemu anak komodo. Kami memilih short track, sekitar 2,5 km. Dan untuk pertama kalinya aku melihat langsung babi hutan dan rusa yang tanduknya panjang mirip-mirip rusa-rusa milik Santa Claus.  Sambil berjalan, kami banyak diskusi dengan rangers, dan tetap kami menanyakan apakah kami bisa bertemu dengan si "dragon", Aku penasaran kayak apalah gedenya.

Menurut rangers, komodo selain memakan hewan liar juga bisa memakan telur komodo itu sendiri dan bahkan anaknya juga bisa dimakan. 

Eits jangan salah, komodo juga memiliki musim kawin loh antara bulan Juli- Agustus dan kawin hanya sekali dalam setahun. Setelah kawin (September), tibalah waktu komodo betina untuk meletakkan telur-telurnya. Komodo meletakkan telur ke lubang yang kedalamannya sekitar dua meter. Komodo butuh sembilan bulan untuk mengerami telurnya. Pada Maret -- April, telur-telur komodo akan menetas. Percaya gak, jika satu komodo betina dapat menghasilkan 15 -- 30 butir telur. Wow banyak juga.

Aku lantas mengajukan pertanyaan, apakah 15 -- 30 butir telur itu akan menjadi anak komodo?

Tidak semuanya, biasanya ada 2 -- 4 butir yang dapat berkembang dengan baik hingga menjadi anak komod, bahkan bisa juga terjadi tidak ada satu pun dari telur menetes, anak komodo berukuran sebesar 3 cm dan akan hidup di atas pohon untuk menghindari predator,'' kata rangers 

Rangers kemudian melanjutkan penjelasannya, "Komodo  memiliki penciuman yang sangat tajam, dapat mencium dari jarak 5 km. Itulah alasannya mengapa jika perempuan sedang haid beresiko dan harus selalu didampingi oleh rangers. Komodo juga sangat sensitif terhadap darah".

Rangers juga meminta kami untuk menjaga jarak dengan komodo. Ternyata ada juga jarak ideal loh antara pengunjung dengan komodo sekitar 5 -- 6 meter. Infonya lagi komodo dapat berlari dengan kecepatan 18 km/jam. Komodo ini termasuk hewan karnivora dan mereka makan sekali dalam sebulan. Makanannya yakni hewan liar seperti babi hutan dan rusa. Selain berlari, si komodo ini juga dapat berenang hingga 500 meter dan ketika mereka dalam air maka gerakannya cepat.

Dalam perjalanan kembali, tiba-tiba rangers yang dibelakang menyuruh kami berbalik dan ternyata  ada si dragon. Wah, kami langsung kembali, atas bantuan rangers kami memotret. Puas dengan "dragon" ini ternyata ada lagi "dragon" yang sedang berjemur di pantai. Alhamdulillah, kami beruntung bisa melihat langsung. Karena kata rangers namanya binatang berpindah-pindah apalagi kedatangan kami udah sore hari. Tak terasa trekking selesai, dan kami kembali ke kapal.

Aku dan Si Komodo (dok. pribadi)
Aku dan Si Komodo (dok. pribadi)
Sesampainya di kapal Cahaya Ilahi, aku langsung mandi. Sehabis salat maghrib dan isya kami masih mengobrol mulai dari dampak pandemic ke sektor pariwista, dan yang sekarang booming tentang pembangunan "Jurassic Park" di Pulau Rinca.

Sabtu, 31 Oktober 2020, Destinasi pertama yakni Taka Makassar. Taka Makassar dikelilingi pasir putih. Pulau ini bersifat pasir timbul jika air pasang tentu tak nampak. Di pulau ini kami habiskan hanya foto-foto di pinggir pantai. Luas pulau ini tidak mencapai luas sebuah lapangan sepak bola.

Dari Taka Makassar, kapal bergerak ke manta point. Pagi tadi sebelum menuju Taka Makassar aku menyaksikan atraksi manta di lautan, jika tak salah hitung ada tiga atraksi yang aku saksikan dan aku tidak sempat untuk mengabadikan moment tersebut.

Jalan-jalan di Taka Makassar (dok. Pribadi)
Jalan-jalan di Taka Makassar (dok. Pribadi)
Awalnya kukira, manta point sebuah pulau. Dugaanku salah, manta point merupakan suatu titik untuk bisa melihat bahkan snorkeling untuk menyaksikan manta. Sampai di titik, tidak langsung melihat harus berputar-putar, capek aku snorkeling akhirnya aku memilih duduk di atas speed boat saja. Justru saat itu bisa melihat langsung. Hewan ini sensitif, sedikit saja membuat pergerakan maka mereka akan menjauh. Contoh kecil suara mesin saja membuatnya menjauh. Gara-gara penasaran ingin berfoto bersama manta, ibu Nur sampai tidak merasa kelelahan, yang aku lihat dia sudah cukup jauh snorkeling dan berenang. Akhirnya membuahkan hasil dia memiliki photo bersama manta. Tetapi ketika di cek yehh hanya kakinya bersama manta itu.

Manta (dok. Pak Honda)
Manta (dok. Pak Honda)
Bagiku tak masalah tak ada foto yang penting aku udah menyaksikan si manta ini. Jujur kali ini kami beruntung karena banyak manta yang berada di sekitar ruang pandang, sungguh suatu kebahagiaan yang tiada tara.

Fix perjalanan dilanjutkan menuju pulau Siaba. Snorkeling...snorkeling dan snorkeling lagi...dan eits ada penyu yang sedang bersembunyi di balik karang. Setelah merasa cukup, akhirnya kembali ke kapal. Masih ada satu destinasi lagi yakni Pulau Kanawa, tetapi feelingku mengatakan cuaca tidak mendukung.

Kapal mulai terasa miring ke kiri dan ke kanan, angin  bertiup cukup kencang. Beberapa kali kapten kapal akan membuang jangkar tetapi tidak bisa. Akhirnya, kami berdiskusi dan memutuskan untuk ke Labuan Bajo. Safety First. Nah dari Siaba ke Labuan Bajo sekitar 2 -- 2,5 jam.

Penyu (dok. Dedy)
Penyu (dok. Dedy)
Benar saja, tidak beberapa lama kami bergerak, kami melihat dua buah speed boat Basarnas, timbullah pertanyaan ada apa gerangan?.

Pukul 16.30 WITA akhirnya aku tiba di Pelabuhan Labuan Bajo menutup bulan Oktober dan hari terakhir LOB, sang mentari meninggalkan peraduannya dan menjadi penutup yang sempurna untuk memori perjalananku kali ini.

Peseta Trip + All crew KM. Cahaya Ilahi (dok. Pak Honda)
Peseta Trip + All crew KM. Cahaya Ilahi (dok. Pak Honda)
Perjalanan menyusuri pulau Flores di mulai dari Maumere hingga mengunjungi pulau-pulau di Labuan Bajo tentu saja akan sangat berkesan. Perjalanan ini  menjadi sebuah obat "patah hati" bagiku. Dan pada akhirnya perjalanan merupakan proses untuk mengenali diri sendiri, menemukan hal baru dan ternyata benar adanya.

Aku janji, aku akan kembali ke Labuan Bajo untuk menyelami keindahan bawah laut Taman Nasional Komodo tapi tidak seorang diri. Aku harap seorang "dia" mau menemani perjalananku. Aku tetap  berharap dan mengaminkan doa-doaku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun