Ternyata lokasinya tidak jauh dari  monument tsunami dan persis di seberang Gereja Katedral, lebih tepatnya di tengah kota. Setelah memarkir kendaraan, aku masuk. Patung Yesus berwarna kuning keemasan setinggi sekitar 7 meter dengan tangan kanan terbuka dan tangan kiri memegang dada itu tampak dengan jelas. Di depan patung terdapat Altar yang terdapat banyak lilin, dari yang aku lihat ada banyak masyarakat yang berdoa di sekitar patung. Tak lupa aku juga berdoa
Minggu, 25 Oktober 2020. Aku awali dengan lari pagi sambil menikmati dan melihat-lihat kota Maumere.Â
Dari puncak Bukit Nilo maka akan tampak pemandangan kota Maumere dari ketinggian. Di Bukit Nilo, terdapat Patung Bunda Maria, Bunda Segala Bangsa. Patung yang mempunyai tinggi sekitar 28 meter dengan berat 6 ton ditopang oleh empat buah pilar yang kokoh. Di tengah pilar terdapat sebuah ruangan yang digunakan untuk berdoa. Ruangan yang berdinding seluruhnya kaca ini di tata sangat rapi dengan dilengkapi sebuah Altar tengah. Patung Bunda Maria merupakan hasil karya dari Kongregasi Carmel. Proses pembangunan patung ditangani oleh Tarekat Pasionis dan juga bekerja sama dengan penduduk setempat. Sore itu aku menyaksikan, masyarakat hadir  berziarah, ada juga kelompok biarawati yang melantunkan doa-doa dan bernyanyi. Aku duduk pada bagian belakang. Di belakangku banyak kawula muda (yang mungkin saja) setelah berdoa kemudian mengabadikan moment.
"Ke Kelimutu selanjutnya ke Ende,"jawabku. Mance memberikanku tarif Rp. 300.000 dengan rute  Moni -- Kelimutu -- Ende. Tentu saja aku menawarnya, hingga kami sepakat di harga Rp. 250.000.
Setelah melepas lelah, sore hari aku berjalan-jalan menyusuri desa ini, menyaksikan aktivitas masyarakat karena esok  pagi adalah hari pasar tentu saja ramai, melihat beberapa homestay yang sepi pengunjung entah karena efek pandemic Covid-19. Penyusuran itu kulakukan  hingga memasuki desa adat Koanara.