Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjamah Gunung Binaiya

17 November 2017   02:34 Diperbarui: 17 November 2017   03:22 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aku di puncak Binaiya (dok. pribadi)

Alarm kesadaranku mengingatkan bahwa hari ini perjalanan dilanjutkan menuju puncak. Kali ini aku langsung membangunkan Berry. Setelah meneguk the manis panas buatan Hizmi pukul 03.33 WIT perjalanan menuju puncak di mulai. Bekal menuju puncak yakni buah pir, crackers dan 1900 ml air. 

Aku menyusuri hutan, aku merasakan adrenalin yang semakin menantang ketika menyusuri jalur bebatuan, merasapi dinginnya malam menikmati kicauan burung, angin dingin menerpa wajahku berkali-kali,  matahari belum lagi memunculkan wajahnya hanya ada seberkas cahaya di balik bukit yang seolah-olah melihat aku berjalan meraba dalam kegelapan bersinarkan cahaya headlamp. 

Perjalanan menuju puncak aku ditemani oleh Hizmi dan Bucek (Porter). Beberapa kali aku mengajukan pertanyaan ke Bucek, masih jauhkah? Sambil terengah-engah, aku kembali menanyakan hal yang sama pada Bucek dan Ical (Guide) yang dengan sabarnya menjawab pertanyaanku yang mungkin telah sebelas kali di pagi yang cerah ini.

Puncak Bintang (dok. pribadi)
Puncak Bintang (dok. pribadi)
Dan pemandangan pagi yang paling indah adalah melihat indahnya sang mentari terbit di ufuk timur, matahari pagi mulai meninggi, langit cerah dihiasai taburan awan, aku sudah tidak sabar menginjakkan kaki di puncak Bintang dan ingin segera menyaksikan pesona keindahan di sekitar puncak bintang tepat pukul 06.06 WIT, aku mencapai puncak bintang seorang diri. Bagiku pagi selalu cantik . Tidak hanya digunung. Pagi di mana pun selalu menarik. Sejujurnya aku menyukai pagi.

Pukul 06.15 WIT aku meninggalkan puncak bintang menuju Nasapeha dengan track menurun dengan waktu 32 menit aku pun tiba di Nasapeha (06.52 WIT) tidak beristirahat dan langsung melanjutkan perjalanan. Dari Nasapeha, medan kembali menanjak, dan perjalanan ke puncak memang lebih berat harus melewati beberapa punggungan, bebatuan yang ditemani oleh suara merdu kicauan burung, pemandangan empat ekor rusa yang sedang berlari dan kabut tipis yang perlahan menyambut siapa saja, taman batu seperti di film “the lost world” atau “Jurassic Park” tanpa dinosaurusnya. 

Tiba di puncak Binaiya 1, aku masih harus menuruni punggungan dan tersisa satu camp yakni Wayfuku serta satu tanjakan lagi sebelum mencapai puncak. Dari camp Wayfuku puncak Binaiya II telah terlihat dan disana sang merah putih telah berkibar. Menuju puncak Binaiya II tiba-tiba saja kabut turun dan kaki ku terasa berat untuk melangkah, kupanjatkan doa kepada Sang Khalik dan kupacu langkahku, pandanganku seakan menangkap sosoknya di depan sana dan menyemangati bahwa aku bisa. Tepat pukul 09.24 WIT aku mencapai puncak Binaiya II (3027 MDPL) tak henti-hentinya mulutku memanjatkan rasa syukur kepada Sang Khalik. Saat di puncak aku tak lepas memandangi langit biru, mengagumi ciptaanNya.

Taman batu (dok.Pribadi)
Taman batu (dok.Pribadi)
Pukul 11.03 WIT ditemani Hizmi aku meninggalkan puncak dan menuju Nasapeha. Pukul 11.38 WIT kami tiba di Nasapeha berisitirahat sebentar dan kemudian melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan menuju camp Isilali, handy talky yang di bawa oleh Hizmi sempat tertinggal di jalur pendakian, sehingga beliau kembali mencarinya dan menyuruhku jalan sendiri. Aku pun mengikuti sarannya. Aku menikmati perjalanan sendiri ini, karena terlalu asyik menikmati track menurun aku tersesat.

Di kepalaku dipenuhi pembicaraan-pembicaraan yang suram antara aku dan diriku sendiri tentang harapan semoga aku bisa menemukan jalur yang sebenarnya.  Aku kemudian duduk, kembali menenangkan pikiranku, mengingat filosofi menyelam tenang dan don’t panic, meneguk air, berdoa. Untuk berteriak aku takut, karena bapak Raja telah berpesan jangan berteriak saat di gunung. Dalam tasku terdapat air minum, crackers, senter dan jaket pikirku amanlah untuk beberapa jam. Kutengadahkan kepalaku dan memohon kembali kepada Sang Khalik agar aku bisa menemukan jalur.

Kulanjutkan perjalanan seorang diri dan ketika balik ke belakang aku melihat temanku dan seorang porter berjalan menuju ke arahku. Aku menunggu mereka dan tiba-tiba saja dari depan muncul Rahman (porter) dengan polosnya aku bertanya “Rahman kau mau kemana? Rahman menjawab cari kau toh dan memberiku botol air minum dan tetap kutolak sambil aku berucap aku masih memiliki air minum.Akhirnya air minum tersebut diberikan ke teman yang dibelakang. Tepat pukul 17. 39 WIT aku tiba kembali di camp Isilali.

Hari keempat

Pukul 03.45 WIT aku terbangun dan langsung membangunkan Berry dan Hizmi. Kemudian membantu mereka menyiapkan sarapan pagi. Hari ini perjalanan panjang dari Isilali kami akan menuju Negeri Piliana. Pagi ini aku sempat jengkel dan marah terhadap Hizmi, hingga membuatkuku menangis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun