Alarm kesadaranku mengingatkan bahwa hari ini perjalanan dilanjutkan menuju puncak. Kali ini aku langsung membangunkan Berry. Setelah meneguk the manis panas buatan Hizmi pukul 03.33 WIT perjalanan menuju puncak di mulai. Bekal menuju puncak yakni buah pir, crackers dan 1900 ml air.
Aku menyusuri hutan, aku merasakan adrenalin yang semakin menantang ketika menyusuri jalur bebatuan, merasapi dinginnya malam menikmati kicauan burung, angin dingin menerpa wajahku berkali-kali, matahari belum lagi memunculkan wajahnya hanya ada seberkas cahaya di balik bukit yang seolah-olah melihat aku berjalan meraba dalam kegelapan bersinarkan cahaya headlamp.
Perjalanan menuju puncak aku ditemani oleh Hizmi dan Bucek (Porter). Beberapa kali aku mengajukan pertanyaan ke Bucek, masih jauhkah? Sambil terengah-engah, aku kembali menanyakan hal yang sama pada Bucek dan Ical (Guide) yang dengan sabarnya menjawab pertanyaanku yang mungkin telah sebelas kali di pagi yang cerah ini.
Pukul 06.15 WIT aku meninggalkan puncak bintang menuju Nasapeha dengan track menurun dengan waktu 32 menit aku pun tiba di Nasapeha (06.52 WIT) tidak beristirahat dan langsung melanjutkan perjalanan. Dari Nasapeha, medan kembali menanjak, dan perjalanan ke puncak memang lebih berat harus melewati beberapa punggungan, bebatuan yang ditemani oleh suara merdu kicauan burung, pemandangan empat ekor rusa yang sedang berlari dan kabut tipis yang perlahan menyambut siapa saja, taman batu seperti di film “the lost world” atau “Jurassic Park” tanpa dinosaurusnya.
Tiba di puncak Binaiya 1, aku masih harus menuruni punggungan dan tersisa satu camp yakni Wayfuku serta satu tanjakan lagi sebelum mencapai puncak. Dari camp Wayfuku puncak Binaiya II telah terlihat dan disana sang merah putih telah berkibar. Menuju puncak Binaiya II tiba-tiba saja kabut turun dan kaki ku terasa berat untuk melangkah, kupanjatkan doa kepada Sang Khalik dan kupacu langkahku, pandanganku seakan menangkap sosoknya di depan sana dan menyemangati bahwa aku bisa. Tepat pukul 09.24 WIT aku mencapai puncak Binaiya II (3027 MDPL) tak henti-hentinya mulutku memanjatkan rasa syukur kepada Sang Khalik. Saat di puncak aku tak lepas memandangi langit biru, mengagumi ciptaanNya.
Di kepalaku dipenuhi pembicaraan-pembicaraan yang suram antara aku dan diriku sendiri tentang harapan semoga aku bisa menemukan jalur yang sebenarnya. Aku kemudian duduk, kembali menenangkan pikiranku, mengingat filosofi menyelam tenang dan don’t panic, meneguk air, berdoa. Untuk berteriak aku takut, karena bapak Raja telah berpesan jangan berteriak saat di gunung. Dalam tasku terdapat air minum, crackers, senter dan jaket pikirku amanlah untuk beberapa jam. Kutengadahkan kepalaku dan memohon kembali kepada Sang Khalik agar aku bisa menemukan jalur.
Kulanjutkan perjalanan seorang diri dan ketika balik ke belakang aku melihat temanku dan seorang porter berjalan menuju ke arahku. Aku menunggu mereka dan tiba-tiba saja dari depan muncul Rahman (porter) dengan polosnya aku bertanya “Rahman kau mau kemana? Rahman menjawab cari kau toh dan memberiku botol air minum dan tetap kutolak sambil aku berucap aku masih memiliki air minum.Akhirnya air minum tersebut diberikan ke teman yang dibelakang. Tepat pukul 17. 39 WIT aku tiba kembali di camp Isilali.
Hari keempat
Pukul 03.45 WIT aku terbangun dan langsung membangunkan Berry dan Hizmi. Kemudian membantu mereka menyiapkan sarapan pagi. Hari ini perjalanan panjang dari Isilali kami akan menuju Negeri Piliana. Pagi ini aku sempat jengkel dan marah terhadap Hizmi, hingga membuatkuku menangis.