Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

“Malala” 15 Hari di Ranah Minang

7 Maret 2016   20:28 Diperbarui: 8 Maret 2016   20:56 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Jembatan Siti Nurbaya"]

[/caption]

 

Dari Kota Padang, perjalanan dilanjutkan ke kota Bukittinggi, dengan ongkos Rp. 20.000,-/orang dan waktu tempuh sekitar 2 jam. Saat tiba di kota Bukittinggi aku langsung di jemput oleh Kak Rima. Malam hari beliau mengajakku ke jam Gadang dan menikmati martabak mesir.

Titik nol kota Bukittinggi dimulai dari puncak tertinggi yakni di tandai dengan menara setinggi 26 meter bertahtakan jam berukuran besar atau dikenal dengan jam Gadang yang menjadi ikon kota ini. Berdasarkan informasi yang aku dapatkan sejak awal berdirinya lokasi jam Gadang merupakan jantung kota Bukittinggi. Bangunan dengan bulatan jam di keempat sisi bagian atasnya ini dibangun pada tahun 1826 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur atau sekretaris Kota Bukittinggi yang saat itu dijabat oleh Rook Maker. Bentuk atap Jam Gadang telah mengalami tiga kali penyesuaian dari waktu ke waktu.  Angka penunjuk jam Gadang bercirikan angka romawi. Uniknya angka IV Romawi dituliskan dengan secara berbeda yakni IIII.

Sabtu, 23 Januari 2016 berangkat dari Kota Bukittinggi tujuan kami adalah melihat pacu jawi di Kec. Rambatan kab. Tanah Datar. Jawi dalam bahasa minang yakni sapi. Berdasarkan pengamatanku saat pelaksanaan pacu jawi, pacu jawi itu dilepas sendiri. sementara aku mengajukan pertanyaan kapada Kak Rima bagaimana penentuan pemenangnya??? Saat itu Kak Rima belum bisa menjawab pertanyaanku. Katanya nanti kita coba menanyakan ke ibuku. Sambil menyaksikan pacu jawi aku pun menggali informasi tentang kegiatan ini. Pacu jawi atau yang biasa juga di sebut pacuan sapi.

Menurut Kak Rima paju jawi merupakan acara permainan tradisional, di Sumbar sebutan untuk desa yakni Nagari lahir dan berkembang di Kab. Tanah Datar. Manfaat dengan diadakannya pacu jawi ini dalam bidang ekonomi yakni terjadi transaksi dalam jual beli. Ketika pacu jawi berlangsung banyak bermunculan pedagang-pedagang. Kemudian tentu saja lahan yang digunakan akan menjadi gembur. Menurut masyarakat yang duduk disampingku ketika perlombaan kadang kala terjadi transaksi jual beli jawi. Jika jawi yang sering memenangkan perlombaan tentu saja harganya akan naik bisa mencapai dua kali lipat.

Menurut beberapa orang, penilaian siapakah jawi yang akan menang ditentukan berdasarkan filosofi. Jawi yang terbaik adalah jawi yang ketika berpacu berjalan lurus dan tidak keluar dari arena. Saat itu aku menyaksikan jawi yang berjalan lurus dan tidak melenceng, sehingga penilaian bukan hanya yang kencang larinya tetapi juga dilihat bentuk dan struktur dari jawi itu sendiri. Jadi, ketika dikaitkan dengan manusia jika jawi saja berjalan lurus apalagi manusia. Dan ketika manusia itu dapat berjalan lurus tentu såja akan memiliki nilai yang tinggi.

Dari daerah rambatan aku pun menuju Istana Pagaruyung. Sedikit cerita tentang Istana Pagaruyung. Istana ini terdiri dari tiga lantai. Pada lantai pertama terdapat empat kamar pada bagian kanan dan empat kamar pada bagian kiri. Lantai kedua disebut anjungan peranginan. merupakan kamar dan rang istirahat bagi para putri yang belum menikah. sedangkan lantai tiga. merupakan tempat raja dan keluarga untuk istirahat. Digunakan juga sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka kerajaan. Pada istana Pagaruyung terdapat dua anjungan yakni Anjungan Rajo Babandiang yang tepat berada di bagian kanan istana yang berfungsi sebagai tempat beristirahat. Anjungan perak yang terletak di ujung kiri istana. Digunakan sebagai tempat Bundo Kanduang beristirahat.

Dapur istana pagaruyung terletak dibelakang. Dapur ini terpisah dengan bangunan utama. dari bangunan utama ke dapur terdapat selasar. Dapur ini memiliki dua ruangan yakni satu ruang untuk memasak satunya lagi untuk para dayang-dayang istana.

[caption caption="Istana Pagaruyung"]

[/caption]Esok hari kembali, Minggu 24 Januari 2016 kami (aku, Kak Rima dan Gina) menuju kab. Sawahlunto. Pukul 06.00 WIB kami meninggalkan kab. Tanah datar. Ada alasan yang membuat kami berangkat lebih pagi yakni ingin merasakan naik kereta api wisata di Kab. Sawahlunto. Ternyata oh ternyata kereta wisata masih dalam perbaikan. Di Sawahlunto mengunjungi museum Kereta Api, Museum Gudang Ransoem, Lubang Mbah Soero.

Senin 25 Januari 2016 mencoba melihat pemandangan dari kaki gunung Singgalang, mengunjungi Pusat Informasi Minangkabau di Kota Padang panjang dan tak lupa menikmati sate mak syukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun