Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Chemical Engineer

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

14 November 2024   06:32 Diperbarui: 19 November 2024   13:54 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto saat memimpin rapat kabinet perdana di pemerintahannya, Rabu (23/10/2024). | DOK TIM MEDIA PRABOWO SUBIANTO

Seperti halnya demokrasi, meritokrasi atau sistem merit juga tidak sempurna. Tanpa mengabaikan kritik yang ada, dalam Meritocracy for Public Service Excellence, sistem meritokrasi bisa menjadi salah satu kunci terbentuknya tata kelola pemerintahan yang baik, rendahnya korupsi dan pemanfaatan sumber daya negara semakin efisien.

Proses mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik tidak akan lengkap tanpa melibatkan peran masyarakat. Salah satu penyebab tata kelola pemerintahan belum baik adalah fungsi check and balance tidak berjalan sebagaimana mestinya, termasuk dari masyarakat.

Dalam beberapa tahun terakhir, hampir tidak ada oposisi yang benar-benar menjadi penyeimbang kekuasaan. Kalaupun ada perannya tidak signifikan. Ini diperparah dengan minimnya peran legislatif dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap eksekutif.

Terlepas ada atau tidaknya partai oposisi, praktis fungsi check and balances terhadap institusi penyelenggara negara bertumpu pada masyarakat sipil. Sudah saatnya masyarakat sipil berkonsolidasi mendorong lembaga penyelenggara negara agar senantiasa mengelola negara ini sesuai konstitusi.

Seperti halnya penguatan lembaga KPK dan implementasi meritokrasi, konsolidasi masyarakat sipil tidaklah mudah. Setidaknya ada dua tantangan yang bisa menghambat konsolidasi masyarakat sipil.

Pertama, menyempitnya kebebasan sipil. Ini ditandai dengan merosotnya indeks demokrasi. Laporan dari Economist Intelligence Unit dalam Democracy Index 2023 menunjukkan, skor indeks demokrasi Indonesia turun, dari 6,71 tahun 2022 menjadi 6,53 tahun lalu.

Selain represif terhadap demonstran yang mengkritik pemerintah, pembubaran diskusi dan penggunaan buzzer secara berlebihan untuk membungkam kritik juga sering terjadi. Hal ini bisa menghambat proses check and balances dari masyarakat terhadap pemerintah.

Bila pemerintah komitmen membangun tata kelola pemerintahan yang baik, maka kebebasan sipil harus dijamin, sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan cara itu, masyarakat sipil bisa berkonsolidasi dan semakin berpartisipasi dalam mengawal jalannya pemerintahan.

Kebebasan sipil tidak boleh dikekang atas nama stabilitas politik. Sebaliknya, gelombang protes masyarakat menolak UU Cipta Kerja pada 2019 yang lalu dan RUU Pilkada 2024, misalnya, bisa dihindari bila institusi penyelenggara negara tidak sewenang- wenang dalam membuat dan merevisi undang- undang tersebut.

Dalam kontestasi elektoral, praktik politik uang (vote buying) masih marak terjadi. Data dari Global Corruption Barometer Asia 2020 menunjukkan, tingkat politik uang di Indonesia adalah yang tertinggi ketiga di Asia. Bahkan, hasil riset yang dilakukan oleh Burhanuddin Muhtadi membuktikan, politik uang di Indonesia adalah yang tertinggi ketiga di dunia.

Di samping itu, setahun yang lalu, hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik menunjukkan, 42,9% masyarakat menyatakan tidak masalah dengan politik dinasti. Politik dinasti dianggap hal biasa dan tidak merusak demokrasi. Idolatri politik telah menjangkit sebagian masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun