Secara keseluruhan, mengacu laporan dari World Bank tersebut, tata kelola pemerintahan Indonesia masih belum baik. Bila dibandingkan dengan laporan selama 5 tahun terakhir, kualitas tata kelola pemerintahan Indonesia tidak mengalami kemajuan yang signifikan, cenderung stagnan.
Agar Indonesia Emas 2045 bisa menjadi nyata, bangsa Indonesia harus membangun tata kelola pemerintahan yang baik: bersih dan inklusif. Apa yang harus dilakukan untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik?
Hal yang bisa dilakukan dan tantangannya
Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 yang lalu disinyalir melemahkan KPK. Undang- undang baru tersebut tidak hanya membatasi ruang gerak KPK – di mana statusnya tidak lagi independen – tapi juga melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.
Sejak berlakunya revisi undang-undang kontroversi tersebut, skor dan peringkat indeks persepsi korupsi Indonesia, mengacu laporan Corruption Perceptions Index 2023, merosot; skor 40 (ranking 85) tahun 2019 menjadi 34 (ranking 115) pada 2023.
Di tengah suburnya praktik korupsi dan lemahnya pemberantasan korupsi, tanpa mengecilkan peran lembaga lain, langkah awal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih adalah memperkuat institusi KPK.
Di samping itu, pengesahan RUU Perampasan Aset juga mendesak untuk dilakukan. Undang-undang ini tidak hanya dianggap mampu mengembalikan kerugian negara, tapi juga menjadi terobosan baru dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Agaknya memperkuat lembaga KPK dan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak mudah diterima oleh sebagian kalangan, apalagi dilakukan. Mungkin Republik ini akan gaduh. Namun, tanpa langkah awal ini komitmen pemberantasan korupsi hanya sebatas retorika dan kualitas tata kelola pemerintahan tidak akan berubah secara signifikan.
Berdasarkan data Worldwide Governance Indicator, tidak diragukan lagi, Singapura telah lama diakui sebagai salah satu negara yang memiliki tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu kunci keberhasilan Singapura adalah meritokrasi atau sistem merit.
Pemerintah Singapura sangat menerapkan prinsip meritokrasi atau merit dalam seleksi mulai dari tingkat Menteri hingga PNS (Pegawai Negeri Sipil), karena mereka percaya satu-satunya faktor suksesnya pembangunan Singapura adalah kemampuan manusianya (Benjamin Wong, 2014).
Membangun tata kelola pemerintahan yang baik dengan menerapkan prinsip meritokrasi bukanlah sesuatu yang gampang, mengingat praktik nepotisme sudah lumrah terjadi di Indonesia.