Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Universe

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kecerdasan Buatan Memaksa Manusia Mendisrupsi Dirinya Sendiri

28 Desember 2021   06:30 Diperbarui: 28 Desember 2021   17:33 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kecerdasan buatan yang mendisrupsi peradaban memaksa kita mendisrupsi diri kita sendiri. Sumber: Gettyimages/gremlin

Selain itu, alih- alih khawatir dengan kecerdasan buatan, kecerdasan buatan lebih efektif bila digunakan untuk memperkuat dan meningkatkan kreativitas manusia, bukan menggantikannya.

Bicara tentang kreativitas tidak akan lengkap bila tidak membicarakan imajinasi. Kreativitas tak terpisahkan dari imajinasi, meskipun ada perbedaan. Hampir semua yang diciptakan oleh manusia sebagai buah kreativitas, dimulai dari proses imajinasi. Imajinasi bisa menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas.

Seperti kata Albert Einstein, pengetahuan terbatas sedangkan imajinasi tidak terbatas. Imajinasi menjangkau seluruh dunia, menstimulus kemajuan dan melahirkan evolusi. Imajinasi adalah induk kreativitas; lahirnya peradaban. Tanpa imajinasi tidak akan ada penemuan baru atau inovasi.

Kemajuan sains dan teknologi telah mempersempit jarak antara fiksi (baca: imajinasi) dengan kenyataan. Fisikawan sekaligus pelopor komputasi kuantum, David Deutsch, dalam bukunya menulis: semua fiksi (hasil imajinasi) akan menjadi nyata, selama sesuai hukum fisika. Imajinasi manusia tidak hanya melahirkan sesuatu yang baru atau kreatif, tetapi juga membuka jalan lain yang memudahkan setiap imajinasi manusia menjadi kenyataan.

Tingkat kreativitas suatu negara bisa menjadi ukuran apakah negara tersebut maju atau tidak. Laporan Global Creativity Index 2015 menunjukkan negara maju cenderung memiliki indeks kreativitas yang tinggi.

Dalam hal kreativitas Indonesia termasuk yang rendah. Indonesia, dalam Global Creativity Index tahun 2015 yang dilakukan oleh Martin Prosperity Institute, berada diperingkat 115 dari 139 negara. Salah satu indikator yang menunjukkan rendahnya kreativitas bangsa Indonesia adalah kualitas sumber daya manusia (indikator talenta).

Bisa dikatakan sebagian besar kualitas sumber daya manusia negara Indonesia masuk dalam kategori rendah. Sulit menyangkal kualitas pendidikan yang belum membaik adalah salah satu penyebab terbesarnya. 

Hasil PISA tahun 2018 yang dirilis lembaga OECD menunjukkan fakta bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih dibawah rata-rata, tidak berbeda jauh dengan hasil sebelumnya.

Barangkali rendahnya kreativitas yang membuat kita belum maksimal menggunakan sains dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas. Kita cenderung menggunakan teknologi hanya untuk hiburan. Sungguh ironi ketika kreativitas yang menjadi kelebihan manusia justru sedang bermasalah. Lalu, bagaimana dengan empati?

Menurut Kai-Fu Lee, eksistensi kecerdasan buatan akan mendorong manusia semakin membutuhkan belas kasih (compassion). Prasyarat belas kasih adalah empati. Selain kreativitas, keunggulan manusia yang belum mampu direplika oleh kecerdasan buatan adalah empati.

Manusia adalah makhluk sosial, yang menjadi pembeda dengan robot atau mesin cerdas. Memiliki empati membuat kita terhubung dengan orang lain melalui pikiran, perasaan dan kondisi yang "sama". Berempati menolong kita memahami orang lain dan mendorong alturisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun