Filsuf Soren Kierkegaard pernah mengatakan bahwa eksistensi manusia pada dasarnya adalah setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk memberikan makna hidup dan kehidupan serta menghidupinya secara bergairah dan otentik. Bukankah itu juga adalah esensi kita sebagai manusia, yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya?
Yang patut kita renungkan dan refleksikan bersama adalah apakah selama ini media sosial adalah “tuan” atau “hamba” bagi kita? Apakah selama ini kita sekadar eksis di media sosial? Bagi kita, apa esensinya bermedia sosial?.
Selama media sosial menjadi tuan bagi kita, maka selama itu pula penyalahgunaan media sosial akan selalu ada. Artinya, kita telah dikendalikan oleh media sosial bukan sebaliknya.
Dan selama ukuran eksistensi kita sebagai manusia diukur sebatas ada dan aktif di media sosial, maka bersikap rasional dalam bermedia sosial tidak akan pernah menjadi gaya hidup kita.
Dampaknya sangat besar apabila kita mampu bersikap bijak dan rasional dalam bermedia sosial, salah satunya adalah kita terhindar dari gangguan kejiwaan seperti yang dijelaskan oleh Psikolog Mark D. Griffiths.
Bila dulu filsuf Prancis Rene Descrates pernah mengatakan: "Aku berpikir, maka aku ada". Maka, filosofi manusia di masa sekarang adalah aku bermedia sosial, maka aku ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H