Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Chemical Engineer

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah yang (Belum) Menjadi Identitas

28 September 2020   07:11 Diperbarui: 30 September 2020   10:13 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Palu dan Arit. Sumber: historia.id

Setiap entitas punya sejarah. Entah itu asal usul atau peristiwa yang telah terjadi dimasa lalu. Begitu juga dengan manusia dan bangsa atau negara. Setiap akhir bulan September, bangsa Indonesia memperingati salah satu peristiwa yang bersejarah. Ada yang menyebutnya Gerakan 30 September atau G30S. Yang lain menyebutkan Gestok atau Gerakan Satu Oktober dan ada juga Gestapu.

Soeharto dan Sejarah Gestapu

Peristiwa Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) yang terjadi pada tahun 1965 adalah salah satu sejarah yang penting dan kelam. Kita kerap memperingatinya tetapi belum memahami sejarahnya dengan benar dan utuh. Saking tidak pahamnya, sampai sekarang kita masih ribut dan bertengkar hanya karena mendengar PKI (Partai Komunis Indonesia) atau yang berbau komunis.

Harus diakui, Soeharto atau rezim orde baru (orba) punya kelebihan yang luar biasa. Selama berkuasa tiga dekade lebih, Soeharto telah berhasil melakukan  pembodohan kepada bangsa Indonesia. Banyak sejarah atau masa lalu bangsa Indonesia, termasuk Gestapu, berhasil dimanipulasi oleh Soeharto. 

Soeharto telah mewariskan suatu bangsa yang takut kepada hantu PKI dan membuat sebagian orang Indonesia membenci keturunan PKI. Bahkan, warisan Soeharto kini menjadi komoditas politik yang paling laku selain agama. Sejarah dibengkokkan oleh rezim Soeharto hanya untuk kepentingan kekuasaannya. Film Pengkhianatan G30S/PKI yang laris dan fenomenal merupakan propaganda dari rezim orde baru.

Poster Film Pengkhianatan G30S/PKI. Sumber: detik.com
Poster Film Pengkhianatan G30S/PKI. Sumber: detik.com
Sejarah setelah Orde Baru

Setelah Soeharto lengser melalui gerakan Reformasi 1998 hingga pemerintahan Jokowi sekarang, masih banyak sejarah bangsa Indonesia yang belum ditulis dengan benar dan utuh. Kalaupun sudah ada, masih belum mengubah mindset dan perilaku bangsa Indonesia. Tidak percaya? Kita akan lihat dengan beberapa contoh sederhana.

Kalau kita ditanya, mana yang tepat dari pernyataan Soekarno : Pertama, jangan sekali- kali meninggalkan sejarah atau yang kedua, jangan sekali- kali melupakan sejarah?. Menurut Sejarawan Rushdy Hoesein, masih banyak yang menganggap bahwa bahwa ucapan Soekarno, yang merupakan judul pidatonya, pada tanggal 17 Agustus 1966 adalah jangan sekali- kali melupakan sejarah. Padahal, yang tepat adalah yang pertama. 

Mengapa bisa keliru? Karena, sebagian besar diantara kita tidak mengetahui sejarah dibalik ucapan Soekarno tersebut. Kedengarannya sepele, tetapi kata "meninggalkan" memiliki makna yang berbeda dengan "melupakan". Kalau maknanya berbeda, dampaknya adalah kita akan kehilangan esensi dan konteks dari pernyataan Soekarno tersebut.

Selain itu, masih banyak yang menganggap bahwa Jas Merah yang merupakan akronim dari jangan sekali- kali meninggalkan sejarah, berasal dari mulutnya Soekarno. Padahal, Jas Merah adalah istilah yang muncul dari Kesatuan Aksi 66 sebagai respon terhadap pidato Soekarno pada saat itu.

Contoh yang berikutnya. Kalau ditanyakan kepada kita, berapa lama bangsa Indonesia dijajah Belanda?. Pelajaran sejarah yang dulu kita terima dan percaya, mungkin sekarang juga, adalah kita dijajah Belanda selama 350 tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun