Para pimpinan tinggal mencetak dan membagikan ke seluruh bawahan, kemudian akhir masa kerja, dievaluasi. Percayalah, jika evaluasinya baik, pasti begitu banyak cosmetics-action pada hasil evaluasi. Yang saya ketahui, dari banyak evaluasi kinerja organisasi, yang terjadi adalah yang dicapai tidak nyambung dengan renstra. Semua orang berjalan sendiri-sendiri. Alasannya adalah menyesuaikan dengan perobahan. Padahal, disebut "penyesuaian" jika penyimpangan yang terjadi hanya pada kisaran 20% dari rencana. Lebih dari itu hanya dua sebutan yang dapat dipilih: memberontak terhadap rencana atau tidak ada rencana sama sekali --jika pun ada hanya formalitas belaka.
Berapa banyak kerugian kita membuat renstra yang hanya untuk kepentingan formallitas, karena sudah "menjadi kewajiban", "menjadi kebiasaan", dan sejenisnya ? Untuk membuat satu renstra, sebuah Departemen memerlukan biaya sekitar Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 milyar. Taruh kata, Rp 500 juta. Jika di Indonesia ada 10.000 ada lembaga publik di pusat dan daerah, termasuk lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, akuntatif, BUMN dan BUMD, universitas, maka paling tidak telah dikeluarkan biaya Rp 5.000.000.000.000, atau Rp 5 trilyun. Berapa banyak dari biaya tersebut yang memberikan hasil yang diharapkan ? Jika terjadi penyimpangan 20%, di atas kertas terjadi "kerugian" Rp 1 trilyun. Belum lagi jika terjadi kerugian sampai 50%. Itu dari sisi biaya renstra, belum dari kerugian impak renstra yang salah.
Renstra penting bagi organisasi, tetapi kita tidak dapat menjadikannya sebagai obat amat mujarab, dan dengan punya renstra, seakan sim salambim ! tujuan tercapai !
Jika kita terkena penyakit itu, mari kita simak komentar dari John M. Bryson dalam Strategic Planning for non public and non profit organizations (1995, 9): "Clearly, strategic planning is no panacea. As noted, strategic planning is simply a set of concepts, procedures, and tool designed to help leaders, managers, and planners think and act strategically: Used in wise and skillful ways by a "coalition of the willing", strategic planning can help organizations focus on producing effective decissions and actions that further the organization's mission, meets is mandates, and satisfy key stakeholders".
 Dan, jangan lupa, perencanaan strategis tidak pernah menggantikan peran pemimpin. Strategic planning is not a substitute for leadership. Pemimpin merupakan faktor sentral dalam organisasi.
Namun, meski organisasi mempunyai pemimpin, tapi tanpa rencana strategis, ia dapat menjadi adalah organisasi yang tidak tahu ke mana akan pergi. Memang, dengan memiliki rencana strategis, organisasi Anda mungkin tidak akan mencapai tujuan yang dikehendaki. Tetapi, tanpa rencana strategis, maka organisasi yang Anda pimpin pasti akan tersesat dan tidak akan mencapai tujuan yang dikehendaki. Organisasi bukan saja pergi ke somewhere else, tetapi amat mungkin organisasi akan pergi ke nowhere.
Rujukan
Allison, Michael, dan Jude Kaye, Perencanaan Strategis bagi Organisasi Nirlaba (2005), Jakarta: Obor-TIFA
Boulton, Richard E.S., Barry D. Libert, Steve M. Samek, dalam bukunya Cracking Value Code (2000), New York: Harper Business.
Bowman, Cliff, The Essence of Strategic Management (1990), New York: Prentice Hall
Bryson, John M., Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations (1995), San Francisco: Jossey-Bass.