Mohon tunggu...
Riant Nugroho
Riant Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Spesialis Kebijakan Publik, Administrasi Negara, dan Manajemen Strategis

Ketua Institute for Policy Reform (Rumah Reformasi Kebijakan)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Prahara dan Tantangan dari Kebijakan Omnibus

29 Desember 2019   22:43 Diperbarui: 1 Januari 2020   05:15 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration. Source: 5clpp.com (Claremont Journal of Law and Public Policy: What are Omnibus Bills? by Jenna Lewinstein

Dalam enam bulan ke depan, Indonesia akan mengalami "demam omnibus". Apa itu?

Omnibus berasal dari bahasa Latin dan berarti "untuk segalanya". Amy Hackney Blackwell dalam Essential Law Dictionary (2008) menjelaskan bahwa omnibus adalah kata sifat yang berarti berisi beberapa komponen atau item (containing several components or items).

Di negara dengan aliran hukum Anglo-Saxon seperti AS terdapat konsep dan praktek omnibus bill yang berarti sebuah undang-undang yang diusulkan yang membahas beberapa hal yang berbeda.

Kamus digital Wikipedia menyebutkan UU Omnibus adalah jenis undang-undang yang diusulkan yang mencakup sejumlah topik yang beragam atau tidak terkait. Karena ukuran dan cakupannya yang besar, tagihan omnibus membatasi peluang untuk debat dan pengawasan.

Dalam konteks tertentu, usulan UU omnibus kadang dianggap sebagai tindakan yang anti-demokrasi. Omnibus adalah suatu aksi kebijakan di mana Kepala Pemerintahan mengajukan satu UU yang berisi bergaia "paket" undang-undang, yang diajukan dalam satu "ancaman politik" bahwa "mau terima, atau semua akan bubar". Karena, jika undang-undang yang hanya satu tersebut ditolak, maka seluruh paket ditolak.

Presiden Donal Trump adalah salah satu Kepala Negara yang melaksanakan omnibus law dengan nama Consolidated Appropriations Act of 2018, setebal 2.232 halaman, yang menjangkau semua tingkat pemerintahan dan ke seluruh penjuru negeri, untuk menambah pembiayaan pemerintah, dan mempunyai konsekuensi keuangan negara cukup sebesar US $ 1,3 trilyun.

Amerika yang negara dengan demokrasi liberal pun ternyata melakukan kebijakan omnibus. Pada tahun 2015 Obama juga menerbitkan UU Omnibus yang popular dikenal sebagai "Obama-Care", yang mempunyai impak keuangan negara US $ 1,1 trilyun.

Dus, di AS omnibus biasanya digunakan oleh para Presidennya untuk membiayai program dari suatu Pemerintahan yang multi-substansi. Meski tidak semua berhasil, namun ditemukan 98% persen RUU Omnibus berhasil ditetapkan (Glen S. Krutz, 2001, "Tactical Maneuvering on Omnibus Bills in Congress", Economics).

Pemerintah Indonesia hendak menerbitkan UU Omnibus untuk mempercepat investasi Indonesia, terutama investasi dari luar negeri. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan, nama dari omnibus law adalah RUU Cipta Lapangan Kerja.

Kebijakan omnibus tersebut akan membuat membahas ekosistem penyederhanaan perizinan dan investasi, terkait dengan kemudahan berusaha, dorongan untuk riset dan inovasi, termasuk membuat inovasi menjadi bagian dari pada peningkatan daya saing, kemudahan untuk pengadaan lahan, terutama terkait dengan project strategis nasional atau program-program pemerintah dimana pemerintah nanti untuk proyek strategis tersebut akan ikut serta dalam pembebasan lahan sekaligus menyediakan perizinannya 

Dari segi filosofi perizinan, menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah akan mendorong bahwa filosofinya itu bergeser dari berbasis kepada izin menjadi berbasis kepada resiko. Jadi kalau usaha kecil dan menengah yang tidak ada resikonya, maka rezimnya adalah cukup pendaftaran saja, tidak perlu izin macam-macam.

Tetapi semakin tinggi resikonya, maka itu berbasis kepada standar-standar. Pemerintah akan mendorong bahwa kawasan ekonomi khusus akan diberi kewenangan agar administraturnya bisa mengatur atau mengelola one stop service untuk perizinan-perizinannya.

Dari sektor perpajakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan penurunan tarif pajak Badan, PPh untuk Badan dari 25% akan diturunkan menjadi 22% dan 20%. 22% untuk periode 2021-2022 dan untuk periode 2023 akan turun menjadi 20%.

Pemerintah juga akan menurunkan pajak Badan yang melakukan go public dengan pengurangan tarif PPh 3% lagi di bawah tarif. Untuk perusahaan yang go public, PPh-nya akan turun dari 22 menjadi 19 dan yang go public nanti tahun 2023 mereka akan turun dari 20% menjadi 17%, karena turun 3% di bawah tarif

UU Omnibus adalah sebuah proses untuk menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih, merampingkan regulasi dari sisi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran, dalam "sekali pukul".

Sebagai sebuah metode, pendekatan omnibus law mengabaikan dalam pembentukan undang-undang pada UU No. 12/2011. Secara ideal, penyederhanaan harus terjadi pada struktur peraturan dan substansi peraturan, serta konsistensi peraturan, termasuk mempertimbangkan risiko ke depan.

Secara proses, membuat UU omnibus tidak berbeda dengan yang lain, dan ini juga pernah dilakukan pada saat Indonesia menerbitkan kebijakan yang mewajibkan perbankan membuka rekening dari kliennya jika sehubungan dengan masalah perpajakan, yang berarti mengeliminir UU kerahasiaan perbankan. Apalagi, UU Omnibus yang akan dibuat bersifat hanya "mengeliminir pasal-pasal" dan bukan "Undang-Undang"nya.

Presiden menyebut ada 74 UU yang terpengaruh kebijakan omnibus, yang jika dilakukan proses revisi ke DPR memerlukan waktu hingga lebih dari 50 tahun, namun setidaknya ada empat kebijakan yang secara efektif terpengaruh.

Pertama, kebijakan tipikor, karena selama ini diskresi dan inovasi di pemerintahan dan bisnis yang berkenaan dengan percepatan investasi dan bisnis sering bertemu dengan ancaman tindak korupsi.

Kedua, kebijakan desentralisasi, karena kebijakan investasi akan disentralisasi, bahkan oleh sebuah mesin cerdas.

Ketiga, ketenagakerjaan, berkenaan dengan hak-hak pekerja yang dinilai lebih dari Kebutuhan, khususnya untuk melakukan aksi politik. Ke empat, kebijakan tata ruang dan wilayah, yang mendorong setiap daerah untuk membentuk kawasan ekonomi khusus di derahnya, untuk mempermudah dan mempercepat penggunaan lahan sekaligus menekan konflik horizontal.

Setidaknya, setiap daerah wajib memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RTDR) yang membuat investor tidak mengalami kesulitan untuk memilih lahan untuk digunakan.

Strategi Omnibus 

Kebijakan UU omnibus cipta lapangan kerja yang akan dibuat sebenarnya adalah peningkatan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang memperkenalkan adanya sistem Online Single Submission ("OSS"). Sebuah cara cerdas, karena, pertama dari segi nama, maka pilihannya adalah nama yang tidak komplikatif dan provokatif, sehingga tingkat persetujuan yang dicapai sangat tinggi.

Artinya, apakah ada bagian dari bangsa Indonesia yang menolak sebuah kebijakan negara untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, sebesar-besarnya, secepat-cepatnya. Mengapa?

Bukan saja karena itu adalah kebutuhan nyata dari masyarakat Indonesia, kepentingan nyata dari elit politik, namun juga diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945 yang menyebutkan bahwa semua warganegara berhak atas pekerjaan atau mata pencaharian, dan Pemerintah sudah pada tempatnya memfasilitasi setiap upaya untuk mendapatkan pekerjaan dan mata pencaharian tersebut.

Kedua, masuk akal, jika investasi masuk dengan deras, maka di satu sisi lapangan kerja tercipta secara massif, di sisi lain pertumbuhan ekonomi melejit dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan selanjutnya, menciptakan efek kesejahteraan ekonomi nasional.

Pertanyaannya adalah bagaimana agar prosesnya lancar dan kebijakannya efektif?

Untuk proses, pembuatan, prosesnya tetap melandaskan pada tiga prinsip utama good governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Akuntabilitas berkenaan dengan muatan, bahwa isu yang diajukan sebagai kebijakan adalah isu yang benar-benar harus dan hanya dapat diselesaikan dengan cara omnibus.

Selanjutnya, kebijakan omnibus mengikuti tiga kaidah kebijakan yang unggul, yaitu cerdas, atau menyelesaikan masalah di inti masalah, bijaksana, menyelesaikan masalah tanpa masalah, dan harapan, atau memberi harapan kepada rakyat Indonesia, bukan investor asing, bahwa dengan adanya kebijakan ini mereka semakin maju, mandiri, dan sejahtera. Artinya, yang diperjuangkan oleh omnibus sesungguhnya bukanlah APBN, tetapi APBR, anggaran pendapatan dan belanja rakyat.

Transparasi, artinya prosesnya diketahui publik. Kritik yang dapat disampaikan adalah, pada saat ini prosesnya relatif berada dalam "black box" dan publik cenderung mendapatkan pemahaman dari pernyataan pejabat semata. Seandainya proses lebih transparan, maka citra pemerintahan yang Pancasilais dan Demokratis semakin kuat.

Termasuk juga memperkuat keyakinan publik, bahwa mereka adalah tujuan pertama dari omnibus, bukan tujuan akhir, di mana kenikmatan berada pada peserta pada tujuan antara, yaitu investor, khususnya investor dari luar negeri.

Partisipasi, artinya prosesnya melibatkan sebanyak mungkin para konstituen utama. Pada saat ini diketahui, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mendapat tugas baru dari Kemenko Perekonomian untuk mengawal rencana omnibus law cipta lapangan kerja, di mana Ketua Kadin langsung menjadi ketua task force-nya. 

Akan lebih baik jika pertama-tama yang diajak adalah intelektual yang menggeluti ilmu hukum, kebijakan publik, dan ekonomi makro.

Pemerintah seyogyanya tidak cemas mendapatkan penentangan, karena justru forum pakar dibentuk untuk membangun pembelajaran bersama untuk kebaikan bangsa.

Selama ini proses kepakaran banyak diserahkan kepada lembaga pemerintah, baik kementerian atau badan. Melibatkan pakar dari seluruh negeri memberi ruang dukungan intelektual, karena pada akirnya kebijakan omnibus menjadi milik bersama, bukan lagi milik Presiden. Kebanggaan yang hadir adalah kebanggan nasional, bukan kebanggan eksekutif. 

Isu ke dua adalah efektivitas. Ini adalah masalah substansi, yang sepintas sudah dibahas pada agenda akuntabilitas. Efektif artinya mencapai hasil, kalau perlu dengan efisien, dengan seminimal mungkin biaya. Kebijakan omnibus haru efektif.

Pertanyaannya adalah bagaimana?

Jawaban pertama, kebijakan tersebut haruslah bermutu tinggi, yang artinya melalui proses analisis kebijakan dan kajian hukum yang berkualitas, tidak sekedar "palu gada", apa lu mau gua ada, atau sekedar membenar-benarkan maunya pimpinan.

Kalau memang benar, ya harus benar-benar benar. Tidak perlu khawatir, pada saat ini hampir semua kalangan mendukung omnibus, dan karenanya perlu dioptimalkan keberadaannya. Caranya?

Sudah disebutkan dalam good governance di depan. Muatannya harus, seperti dinyatakan di depan, cerdas, bijaksana, harapan. 

Namun, kebijakan dengan rumusan yang baik dan bermutu tinggi pun memerlukan eksekusi atau pelaksanaan yang berkualitas tinggi, dan ini menjadi agenda kedua. Melibatkan Kadin sudah jelas baik. Melibatkan pakar dan konstituen utama lain, semakin makin. Karena mereka adalah bagian dari publik, yang sekaligus menjadi agen sosialisasi yang efektif saat dilaksanakan.

Pelaksanaan berkenaan dengan aktor Pemerintah, artinya organisasi Kementerian Perekonomian yang membawahi koordinasi substansi investasi harus lebih kuat, demikian pula Kementerian Maritim dan Investasi yang membawahi koordinasi proses investasi.

Organisasi ketiga yang perlu penguatan adalah kementerian/badan investasi. Lembaga ini kemungkinan akan menjadi badan yang

Agenda ketiga, membangun sistem OSS yang kuat, andal, dan aman. Kuat, artinya tidak mudah diserang oleh serangan siber hingga kuat menangani seberat apa pun jumlah dan masalah perijinan yang masuk.

Ini menjadi penting, karena, seperti perhatian dari Menko Perekonomian, ada sejumlah sektor yang menjadi perkecualian karena mempunyai risiko tinggi. Tetapi dimudahkan, tetapi tetap dengan prinsip perijinan, bukan sekedar pendaftaran.

Termasuk sektor usaha yang merupakan "hadiah dari Tuhan", seperti pertambangan, migas, dan kelautan kehutanan. Andal dalam arti mesin pemroses secara piranti keras, lunak, aplikasi, perlindungan, dan sistem pendukung yang berintegritas tinggi.

Aman, dalam arti mereka yang diberi hak berusaha adalah benar-benar warga yang baik, bukan penjahat, baik penjahat pidana, narkoba, koruptor, teoris, juga penjahat perdata, yang menggelapkan kekayaan perusahaan, yang masuk dalam daftar hitam pelaku usaha perbankan dan keuangan karena menipu nasabah, baik mereka yang warga negara Indonesia maupun warganegara luar Indonesia. Ini berarti OSS tersambungkan dengan POLRI, Kejaksaan Agung, BI, OJK, BNN, BNPT, bahkan Interpol.

Agenda keempat adalah pengendalian. Perlu program monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan kebijakan omnibus secara cerdas, karena yang diawasi adalah mesin cerdas, sehingga tidak dapat dilakukan secara analog. Termasuk di dalamya bagaimana para pendukung pelaksanaan kebijakan di setiap kementerian dan lembaga.

Sistem insentif dan disinsentif baru diterapkan dengan model yang mungkin berbeda dengan yang dikenalkan oleh Kementerian PAN pada saat ini. Pemanatauan juga dilakukan secara digital, di mana para pelaku usaha dipantau keberadaan dak aktivitasnya melalui media massa digital dan media sosial. Interaksi dengan publik di dunia digital menjadi perhatian dalam monitoring dan evaluasi untuk melihat perilaku pelaku bisnis, sebagai salah satu pendekatan ekonomi mutakhir, perilaku ekonomi.

Simpulan

Keberahasilan Dubai untuk menjadi magnet terbesar investasi bukan hanya OSS, tetapi pajak perusahaan yang nol persen, dan kewajiban pajak individual yang diwajibkan kepada perusahaan, dan pekerja dikenai pajak penghasilan nol persen pula.

China menarik investasi internasional karena pasarnya luar biasa besar, menyiapkan KEK di hampir semua kawasan, menyiapkan infrastruktur secara komplit atas biaya pemerintah, produktivitas pekerja, dan larangan intervensi politik terhadap pelaku bisnis. Vietnam mengobral semuanya untuk menarik investasi, termasuk obral tax holiday.

Pelajarannya adalah, bahwa omnibus investasi yang sedang kita siapkan, apa pun namanya, perlu disadari sebagai kebijakan yang mempunyai batas-batas keberhasilan. Omnibus belum tentu panasea.

Untuk itu, sejak awal perlu melihat di mana batas-batas tersebut, dan menutupnya dengan kebijakan pendukung, atau sering disebut sebagai earmark policy.

Omnibus sebagai ironing policy perlu diperkuat dengan exit policy apabila terjadi komplikasi yang berat dan tidak dapat diwadahi pada kebijakan tersebut.

Terutama berkenaan dengan pertanggungjawaban sistem, mengingat semua proses investasi ditangani oleh sistem, sehingga isuya adalah siapa yang bertanggungjawab jika proses bisnis yang dilahirkan dari sistem tersebut merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ini wajar, karena, sebagaimana dalam buku saya Policy Making (2016), kebijakan publik membawa pada dirinya risiko-risiko kebijakan. Tidak perlu takut, melainkan perlu dimanajemen dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun