Kebijakan publik adalah keselamatan, karena menyelamatkan bangsa dari kekalahan, baik atas bangsa lain juga atas kehidupannya sendiri. Suatu bangsa yang dalam konflik internal tiada putus, perlu satu keselamatan.Â
Dan keselamatan itu ada pada kebijakan publik. Kebijakan publik adalah harapan, ia memberi harapan bahwa hidup bukan saja terus berlanjut, tetapi lebih baik, lebih berpengharapan. Sebuah harapan yang melahirkan harapan yang lebih besar lagi.
Kebijakan publik dan Natal adalah sebuah dimensi yang sama. Natal adalah pembaharuan, keselamatan, dan harapan. Demikian pula kebijakan publik. Tanpa itu, kebijakan publik tidak ada artinya. Ibarat garam, maka tetap berarti jika tetap asin.
 Jika kehilangan rasa asin, maka seperti kata Yesus: "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang". Kebijakan publik yang hambar karena tidak lagi berarti hanya layak dibuang dan diinjak-injak.
Pemerintahan Presiden Jokowi, suka atau tidak, diundang untuk membangun kebijakan-kebijakan publik yang berarti; yang bermakna. Kebijakan publik dalam istilah Sang Natal adalah kebijakan yang memberikan pembaharuan, keselamatan, dan pengharapan.
Tentu saja, ini bukan semata tugas Presiden. Tetapi juga seluruh Pejabat Pemerintah, sejak Menteri, Panglima, Kepala Daerah, dan seluruh ASN. Tapi juga tanggung jawab semua pejabat negara yang berada pada naungan Lembaga Legislatif. Juga Yudikatif. Juga Akuntatif.
Simpulan kita, Yesus, Natal, dan Kebijakan Publik, punya satu kesebangunan: pembaharuan, keselamatan, dan harapan.
Selamat Natal 25 Desember 2019.
Oleh: Dr Riant Nugroho
Ketua, Rumah Reformasi Kebijakan, Ketua Pokja Polhukam Rembugnas 2017
Rumah Reformasi Kebijakan, Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H