Masyarakat Indonesia secara umum masih awam dalam melihat kelompok minoritas. Sesuatu yang berbeda dengan mainstream atau kebiasaan umum seringkali dianggap asing, abnormal. Hal ini bisa dilihat dari tindakan masyarakat itu sendiri, yang mana sifat intoleransi terhadap sesama masih dialami di dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan masih belum mampu diterima secara utuh oleh rakyat kita yang notabenenya terdiri dari beragam suku bangsa, agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat. Hal ini bisa kita lihat kasus diatas yang terjadi terhadap kelompok minoritas.
Untuk memulainya, masyarakat harus melakukan identifikasi masalah yang dapat menimbulkan diskriminasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menolak segala unsur yang menyatakan gagasan bahwa agama minoritas itu salah melalui dialog-dialog interaktif di berbagai media atau tempat ibadah-ibadah. karena hal ini menjadi artikulasi yang melahirkan pandangan-pandangan yang salah, sehingga menyebar layaknya virus di kalangan umat beragama.
Strategi kedua adalah menyelesaikan insiden diskriminatif yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Dalam kejadian ini bahwa pemerintah membuat kebijakan keras di berbagai daerah khususnya di wilayah jawa yang diperbolehkan pendirian tempat ibadah bagi kelompok minoritas dan peribadahannya.
Sebagai pengalaman penulis dengan data informasi dan observasi langsung, bahwa di wilayah timur khususnya Maluku dan Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi model toleransi antar umat beragama, hal itu dapat dibuktikan dengan pengakuan serta penghargaan yang diterima oleh kedua provinsi ini.Â
Dan dapat dikatakan bahwa dalam setiap peringatan hari umat beragama, misalnya perayaan idul fitri ditandai dengan sholat Id berjamaah di masjid atau tempat umum, maka umat dari katolik dan Kristen akan menjaga keamanan selama umat muslim melakukan ibadah sholatnya, begitupun saat perayaan natal, umat muslim bersedia menjaga keamanan bagi umat katolik dan Kristen yang melaksanakan ibadah natal.
Strategi ketiga adalah menciptakan wadah alternatif dalam ajaran agama tentang nilai perdamaian. Karena semua agama tidak mengajarkan diskriminasi. Faktanya, semua agama mengajarkan kebaikan, kasih sayang, toleransi, dan persatuan. dan tidak kalah penting bahwa akarnya harus melakukan perubahan pada sistem pendidikan agama yang menjadi pertimbangan dalam upaya meminimalisir tindakan diskriminasi.Â
Hal ini berguna karena sistem pendidikan agama yang diberikan tidak hanya kepada anak-anak, tetapi juga kepada orang tuanya dan masyarakat luas. dan sebagai harapan bahwa hal ini berdampak langsung pada pola pikir umat beragama di seluruh wilayah Indonesia.