Kegiatan 21
Kami ke Pulau Curiak yang terletak di kawasan sungai Barito, tepatnya di wilayah Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan (Kalsel). Dengan kapal kelotok, kami menyusuri sungai-sungai kecil di sekitar pulau, masuk ke sela-sela hutan mangrove rambai yang asri. Kawasan Pulau Curiak juga dijadikan kawasan Mangrove Rambai Center, yang menawarkan pembibitan pohon mangrove rambai, rumah mangrove, dan arboretum mangrove. Untuk mencapai Pulau Curiak, Kami dapat menempuh jalur darat melalui jalan trans Kalimantan menuju Jembatan Barito, dengan jarak tempuh sekitar 120 menit. Perjalanan mesti dilanjutkan dengan menggunakan kelotok selama 10 menit dengan titik pemberhentian di Camp Tim Roberts. Pulau seluas 3,9 hektar ini memiliki beraneka tanaman khas macam rambai, bakau dan tanaman lainnya. Juga ada hewan khas yaitu bekantan yang jumlahnya lumayan banyak. Selain itu, banyak jenis burung seperti burung kuntul, dara laut, dan jenis burung air lainnya akan bergerombol di sekitar pantai Pulau Curiak. Di pulau ini juga bermukim burung elang brontok yang dilindungi dan dikenal sebagai predator paling atas di kawasan tersebut. Saya mendengar ‘kicauan’ burung elang brontok, akan tetapi saya tidak melihat keberadaan burung elang brontok tersebut.
Kegiatan 22
Kami mendatangi stasiun riset bekantan yang mana terdapat hutan mangrove rambai. Upaya perlindungan lingkungan ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan hidup bekantan yang merupakan primata endemik Pulau Borneo. Mangrove rambai yang ditanam di Pulau Curiak penting bagi habitat bekantan di mana pucuk daunnya menjadi sumber pakan utama bagi hewan yang terancam punah ini. Selain itu, penanaman mangrove rambai ini juga dapat berkontribusi menyerap karbon dan memperbaiki ekosistem lahan basah dalam mendukung kehidupan satwa dan kehidupan manusia secara berkelanjutan. Saya berharap pohon – pohon yang sudah kami tanam ini dapat memberikan dampak positif terhadap kelestarian dan keseimbangan alam, khususnya untuk habitat bekantan. Selain berdampak pada pelestarian lingkungan, buah dari pohon mangrove dari jenis Sonneratia alba, Sonneratia Caseolaris dan Bruguera Gymnorrhiza pun dapat dimanfaatkan untuk menjadi kreasi panganan lokal sebagai salah satu pendapatan masyarakat seperti dodol, keripik dan sirup. Selain itu, keberadaan mangrove mampu meningkatkan penghasilan masyarakat di sektor pariwisata dan menambah pendapatan nelayan di sekitar kawasan hutan mangrove tersebut.
Kegiatan 23
Kami menyusuri Sungai Barito menggunakan kapal klotok. Sungai ini terletak di Kabupaten Barito Kuala yang berbatasan langsung dengan Kalimantan Tengah. Sungai Barito memiliki lebar yang sangat besar, jarak antara bibir sungai di barat dan bibir sungai di timurnya hingga 800meter. Kami menyusuri Sungai Barito dari bawah Jembatan Barito, kapal klotok yang digunakan mirip dengan kapal klotok yang kami naiki di Sungai Martapura. Disana tidak diizinkan untuk duduk diatas kapal, karena badan sungai terlalu besar dan angin yang terlalu kencang, ditakutkan salah satu dari kami terjatuh ke Sungai Barito. Disana kami melihat berbagai macam ekosistem sungai, seperti ekosistem rawa pesisir sungai, ekosistem bakau, dan ekosistem rawa palem. Kami diberitahu oleh para relawan yang merupakan alumni mahasiswa ULM yang ada disana mengenai sejarah maupun kondisi Sungai Barito pada saat ini. Sungai ini sedari dahulu sudah digunakan sebagai jalur transportasi masyarakat Barito Kuala, terlebih menjadi jalur utama kapal-kapal tongkang yang ada di sepanjang Sungai Barito. Kapal tongkang ini membawa batubara yang berasal dari Kalimantan Tengah, menuju ke muara yang berada di Muara Sungai Barito, yang berada di Kalimantan Selatan. Kami berkeliling Sungai, melihat aktivitas penyandaran kapal tongkang. Selain itu, kami juga berkunjung ke pulau Bakut yang berada persis di tengah Jembatan Barito. Disana terdapat populasi monyet bekantan khas Kalimantan Selatan. Kami dengan mudahnya melihat populasi monyet bekantan yang lalu lalang diantara rimbunnya pohon bakau.
Kegiatan 24
Madihin yang menyanyikan pantun seorang diri sekaligus sebagai pemusiknya atau pengiringnya. Madihin adalah salah satu bentuk sastra lisan Banjar di Kalimantan Selatan. Nama madihin berasal dari kata madah, yakni sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia. Kesenian madihin menyajikan syair-syair sebagai suatu puisi. Penampilan masing-masing pamadihinan memegang terbang yang diletakkan di atas paha dekat lutut mereka. Para pamadihinan biasanya memakai kostum yang bebas karena pakaian tidak turut berfungsi dalam kesenian madihin, Tetapi sekarang sudah lebih maju dengan mempergunakan kostum khas Banjar, sehingga penampilan lebih menarik. Madihin termasuk dalam genre puisi menurut kaidah konvensional sastra lisan Banjar. Secara fisik madihin tidak berbeda dari syair, yaitu dalam tiap bait terdiri atas empat baris. Tapi berbeda dengan syair, madihin tidak bersifat naratif, tidak berkisah atau tidak memiliki alur cerita sebagaimana syair. Fungsi utama madihin adalah hiburan bagi masyarakat di waktu-waktu tertentu, misalnya sebagai hiburan pelepas lelah sesudah panen, sebagai hiburan selepas pesta perkawinan di siang hari.
Kegiatan 25
Kami mendatangi lokasi yang mana banyak populasi pohon kesturi, pohon asli Kalimantan Selatan, lokasinya di Pengaron, Kabupaten Banjar. Disana kami mendatangi desa dengan dominansi pohon durian dan pohon kesturi. Besar dan tinggi sekali pohon-pohon disana, kami mengunjungi kepala desa disana, lalu bertanya banyak hal mengenai pohon kesturi dan agroforestri tradisional sana, yang dinamakan "dukuh". Kami berkeliling di desa tersebut melihat aktivitas perkebunan dan perdagangan, sebab dibawah pohon-pohon kesturi, warga sekitar memanfaatkan lahan kosong dibawah sebagai tempat tumpangsari/ agroforestri, yakni agroforestri laos/lengkuas dan agroforestri nanas. Saat ini mangga kasturi sudah tidak ditemukan di habitat aslinya, juga di hutan-hutan wilayah lain. Bahkan, mangga ini tidak ada di negara lain sehingga dapat dikatakan sebagai jenis mangga asli Indonesia. Penyebaran mangga kasturi memang terbatas hanya di kebun campuran di Desa Mataraman, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar. Umumnya, kebun campuran ditumbuhi tanaman padi dan diselingi pohon mangga kasturi yang usianya sudah lebih dari 50 tahun, itupun sebenarnya tidak sengaja ditanam warga. Buah ini juga banyak ditemukan di Kabupaten Banjar dan hulu Sungai Selatan, serta dapat tumbuh di lahan kering dan lahan rawa pasang-surut. Mangga kasturi biasanya panen pada awal musim hujan dan melimpah pada bulan Januari. Namun, karena banyak pohonnya sudah tua maka produktivitas pun semakin menurun.