Mohon tunggu...
Ria Nofemri Rahmadani
Ria Nofemri Rahmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baca novel, komik. Nonton Anime

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Radio RRI Sebagai Alat Perjuangan

29 April 2024   16:11 Diperbarui: 29 April 2024   16:24 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Radio Republik Indonesia (RRI) mempunyai peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, RRI berperan sebagai sumber informasi terpercaya dan sarana penggerak semangat perjuangan rakyat Indonesia. RRI selain sebagai alat perjuangan dan alat revolusi bangsa, juga menjadi alat komunikasi bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Dengan demikian, RRI mempunyai peranan penting sebagai alat perjuangan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Radio merupakan salah satu media massa yang melaluinya masyarakat memperoleh informasi, berita, pendidikan, dan hiburan.

RRI merupakan satu-satunya radio yang membawa nama negara yang siarannya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan negara. RRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan non-komersial yang mempunyai misi menyelenggarakan pelayanan penyiaran untuk memberikan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra positif bangsa di dunia internasional.

Besarnya tugas dan fungsi RRI yang diberikan oleh negara melalui UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, PP 11 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik, serta PP 12 tahun 2005, maka RRI dijadikan sebagai satu-satunya lembaga penyiaran yang memiliki jaringan nasional dan dapat bekerja sama dengan lembaga penyiaran Asing dalam siaran.

Sejarah Berdirinya RRI

Berdirinya Radio Republik Indonesia erat kaitannya dengan sejarah radio di Indonesia. RRI secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945 oleh tokoh-tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 8 kota yaitu Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Rapat ini dihadiri oleh 6 orang perwakilan penyiar radio tersebut dan yang tidak hadir dari perwakilan Surabaya dan Malang, yang dilaksanakan di rumah Adang Kadarusman di Jalan Menteng Dalam Jakarta, dan mengangkat Abdulrahman Saleh sebagai pimpinan umum pertama RRI.

Awal Mula

RRI didirikan satu bulan setelah stasiun radio Hoso Kyoku dihentikan siarannya pada tanggal 19 Agustus 1945. Saat itu masyarakat buta informasi dan tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah Indonesia merdeka. Selain itu, radio-radio luar negeri pada saat itu mengabarkan bahwa tentara Inggris yang mengatasnamakan sekutu akan menduduki Jawa dan Sumatera.

Dikabarkan bahwa tentara Inggris akan melucuti senjata tentara Jepang dan menjaga keamanan hingga pemerintah Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Dari berita-berita tersebut juga menunjukkan bahwa Sekutu masih mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia dan dikabarkan bahwa kerajaan Belanda akan membentuk pemerintahan benama Netherlands Indie Civil Administration (NICA).

Menanggapi hal tersebut, mereka yang aktif di radio pada masa penjajahan Jepang menyadari bahwa radio merupakan alat yang diperlukan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat dan memberi petunjuk kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan. Perwakilan dari 8 stasiun radio bekas Hosu Kyoku mengadakan pertemuan dengan pemerintah di Jakarta.

Pada tanggal 11 September 1945 pukul 17.00, perwakilan radio berkumpul di bekas gedung Raad Van Indje Pejambon dan diterima oleh sekretaris negara. Perwakilan radio yang hadir dalam pertemuan pada saat itu adalah Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto dan Maladi.

Abdulrahman Saleh yang menjadi ketua perwakilan menguraikan garis besar rencana pada pertemuan tersebut. Salah satunya adalah meminta pemerintah untuk mendirikan radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, mengingat tentara sekutu akan mendarat di Jakarta pada akhir September 1945.

Radio dipilih sebagai alat komunikasi karena lebih cepat dan tidak mudah terputus saat pertempuran. Untuk modal operasional, delegasi radio menyarankan agar pemerintah menutut Jepang supaya bisa menggunakan studio dan pemancar-pemancar dari radio Hoso Kyoku.

Mendengar hal tersebut, Sekretaris negara dan para menteri keberatan dengan alasan peralatan tersebut sudah terdaftar sebagai barang inventaris sekutu. Para delegasi pun mengambil sikap meneruskan rencana mereka dengan memperhitungkan risiko peperangan.

Di akhir pertemuan, Abdulrachman Saleh mengambil kesimpulan antara lain, dibentuknya Persatuan Radio Republik Indonesia yang akan tetap mengudara di 8 stasiun di pulau Jawa, mempersembahkan RRI kepada Presiden dan Pemerintah RI sebagai alat komunikasi dengan rakyat, serta mengimbau supaya semua hubungan antara pemerintah dan RRI disalurkan melalui Abdulrachman Saleh.

Pemerintah menerima kesimpulan tersebut dan siap mendukung RRI meski dalam beberapa hal mereka berbeda pendapat. Pada pukul 24.00, perwakilan dari 8 stasiun radio di Jawa mengadakan rapat di rumah Adang Kadarusman. Para perwakilan yang ikut rapat saat itu adalah Soetaryo dari Purwokerto, Soemarmad dan Soedomomarto dari Yogyakarta, Soehardi dan Harto dari Semarang, Maladi dan Soetardi Hardjolukito dari Surakarta, serta Darya, Sakti Alamsyah dan Agus Marahsutan dari Bandung. Dua daerah lainnya, Surabaya dan Malang tidak ikut serta karena tidak adanya perwakilan. Hasil akhir dari rapat itu adalah terbentuknya RRI dengan Abdulrachman Saleh sebagai pemimpinnya.

Peran RRI
Berdasarkan website ppid.rri.go.id, RRI menjalankan peran sebagai berikut:

  • Peran dalam pemberdayaan masyarakat: RRI mendukung penyiaran pedesaan, nelayan, perempuan, anak-anak, penyiaran lingkungan hidup, kewirausahaan, keterampilan terkait, kerajinan tangan, perdagangan, pertanian, koperasi, industri skala kecil, dll.
  • Peran RRI sebagai pelestari budaya bangsa: Seluruh RRI berkomitmen secara konsisten menyelenggarakan siaran seni dan budaya daerah seluruh indonesia dan tidak pernah berhenti seperti siaran ketoprak,wayang orang, wayang golek, madihin, saluang dan budaya minang lainnya, budaya bugis, dan budaya daerah-daerah lainnya.
  • Peran RRI sebagai pelestari lingkungan: RRI menyelenggarakan siaran radio hijau dengan tema reboisasi dan penggunaan kembali, pengurangan dan daur ulang dalam berbagai format dan format acara.
  • Peran RRI sebagai media pendidikan: RRI menyelenggarakan program pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Mahasiswa. RRI menyelenggarakan Pekan Kreatif dengan mengadakan lomba kreatif remaja seperti lomba cipta lagu, lomba cipta design , lomba IT, lomba band indie, bintang radio, pekan tilawatil quran.
  • Peran RRI sebagai media diplomasi: RRI bekerja sama dengan kedutaan besar dan stasiun radio asing menyelenggarakan siaran radio diplomatik melalui siaran luar negeri dalam rangka membangun citra positif bangsa di dunia internasional melalui siaran bersama. Kerjasama penyiaran dengan ABC, NHK, RTM, RTB, KBS, RTH, SR, BBC, Radio Jedah, Radio Turki, RCI, DW dll.
  • Peran RRI sebagai media utama pertolongan bencana: RRI menyelenggarakan siaran langsung dari tenda darurat melalui Radio Based Disaster Management. RRI harus melaporkan setiap bencana dalam waktu  24 jam dan mendirikan studio darurat untuk memberikan belasungkawa dan penyembuhan trauma kepada para korban dengan mendirikan studio darurat.
  • Peran RRI dalam menghubungkan pekerja di Luar Negeri: RRI mengudara secara rutin dan terhubung dengan 7 negara yaitu Hongkong, Malaysia, Brunei Darusalam, Jepang, Taiwan, Korea dan Arab Saudi untuk mendekatkan TKI dengan kampung halaman. RRI memiliki puluhan ribu pendengar di luar negeri, khususnya TKI yang mendengarkan melalui audio streaming. Untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat Indonesia di Luar negeri khususnya TKI antara lain diselenggarakan acara bilik sastra yang diperlombakan dan 2 pemenang dihadirkan oleh SLN untuk menghadiri acara upacara kenegaraan 17 Agustus di Istana negara dan sidang DPR dan DPD di Senayan.
  • Peran RRI sebagai media hiburan: RRI menyelenggarakan siaran hiburan berupa siaran musik dan kata, serta pertunjukan musik klasik yaitu orkes symphony Jakarta dan orkes symphony yang dimiliki RRI daerah. Pertunjukan seni dan budaya, lawak, Quiz dll.
  • Peran RRI dalam sabuk pengaman informasi: selama tahun 2009 - 2010 RRI telah mendirikan studio di wilayah perbatasan dan daerah terpencil atau blankspot, antara lain: Entikong, Batam, Nunukan, Putusibaou, Malinau, Atambua, Ampana, Boven Digoel, Kaimana, Skow, Oksibil, Takengon, Sabang dan Sampang. Siaran-siaran dari studio produksi ini bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan memberikan akses informasi yang seimbang kepada masyarakat di daerah perbatasan dan daerah yang sebelumnya tidak dapat menerima siaran RRI atau blankspot.

Oleh karena itu, RRI mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyampaikan informasi maupun edukasi yang efektif.

Perjuangan RRI dari masa ke masa

ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia)
ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia)

Radio Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan merupakan masa perjuangan dan propaganda untuk memajukan semangat kemerdekaan. Setelah pembacaan teks proklamasi yang baru bisa disiarkan sampai di seluruh penjuru tanah air termasuk Semarang pada tanggal 18 Agustus 1945. RRI sepenuhnya menjadi milik pemerintah Indonesia karena sebelumnya diduduki Jepang.

Pada tahun 1949, RRI mulai menata diri dan menjadi stasiun radio publik yang independen.

Pada tahun 1950 mulai menjadi tonggak awal dikonotasikannya RRI menjadi "corong pemerintah", RRI selalu membuat penjelasan dan justifikasi atas setiap tindakan pemerintah dan menyuarakan setiap kebijakan program pemerintah tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Contohnya dalam dunia pers, pada masa orde lama dan rezim liberal, media massa dipengaruhi oleh partai politik.

RRI pada tahun 1959 atau masa Orde Lama masih menjaddi corong pemerintah dengan menyampaikan kebijakan dan program pemerintah seperti informasi politik, pendidikan dan hiburan yang bertujuan untuk menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat. (Wijaya, 2012)

Pada tanggal 30 September 1965, RRI Pusat diduduki oleh gerakan pemberontak G30S/PKI. Pemberontakan ini dilakukan oleh pasukan G30S/PKI yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung dan Brigadir Jenderal Supardjo. Mereka menduduki objek-objek vital di ibukota Jakarta, termasuk RRI Pusat, untuk menyiarkan berita tentang gerakan mereka dan menyebarkan rumor palsu tentang terbentuknya Dewan Revolusi.

Orde Baru merupakan masa pemerintahan yang berbeda dari masa-masa sebelumnya, karena program pemerintah sendiri tidak lagi mengacu kepada bidang politik. Pada era Presiden Soeharto program-programnya di bidang pembangunan mulai banyak ditonjolkan. RRI menjadi salah satu media terdepan pada masanya, yaitu dengan diperkenalkan program KLOMPENCAPIR (Kelompok, Pendengar, Pembaca dan Pemirsa) yang aktif digalakkan pemerintah sebagai bagian dari program sosialisasi pembangunan orde baru.

Pada tahun 1998, Indonesia mengalami masa yang mengerikan, mulai dari krisis mata uang sampai demonstrasi besar-besaran yang menyerukan penggulingan rezim Soeharto yang penuh dengan tindak pidana. Sebagai lembaga publik yang melayani masyarakat, RRI berkomitmen untuk terus menyiarkan peristiwa-peristiwa tersebut. RRI juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyampaikan keinginannya. Bahkan setelah rezim Orde Baru berakhir, siaran radio terus memberikan informasi kepada masyarakat tentang berakhirnya rezim Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. (Wijaya, 2012)

Dari pembahasan di atas RRI selalu memberikan informasi, berita, edukasi serta hiburan yang sangat bermanfaat kepada seluruh masyarakat Indonesia. Tidak heran jika RRI disebut sebagai salah satu alat perjuangan dari bangsa kita.

Referensi:

https://ppid.rri.go.id/

Saifullah, M., Abdullah, T., & Abidin, Z. (2017). Perkembangan Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh Tahun 1946-2015. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Volume 2, Nomor 1, hlm. 90-102.

Wijaya, D. W. (2012). Sejarah Radio Republik Indonesia Wilayah Semarang Tahun 1945-1988. Journal of Indonesian History, Vol.1 (1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun