Mohon tunggu...
Adrian Furkani
Adrian Furkani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

aku kira aku pikir aku rasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakikat Ziarah: Pelajaran dari Umrah

12 November 2017   11:35 Diperbarui: 12 November 2017   11:48 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adik kelas saya di STAN merasakan tidak adilnya Tuhan ketika ia ditempatkan di luar Kementerian Keuangan. Merasa bahwa kuliah sama sama tiga tahun, menjalani ujian yang sama, memiliki nilai yang baik, tapi kemudian atas dasar yang tidak diketahui ia ditempatkan berbeda dengan teman-temannya yang lain.

Adik kelas saya yang lainnya, yang mendapatkan penempatan di Kementerian Keuangan ternyata tidak juga merasa lebih baik dari orang pertama. Ia bercerita tentang sulitnya penempatan di pelosok negeri: mahalnya biaya internet, biaya hidup yang tinggi, sulitnya akses trasportasi untuk pulang kampung, dan lain lain.

Seorang senior saya memutuskan menjadi muallaf. Pada saat menjadi muallaf, ia sedang berproses dengan seorang wanita muslimah. Tapi setelah menjadi muallaf, ia ditinggal nikah oleh wanita tersebut. Kemudian ia mencoba berproses lagi dengan seorang wanita muslimah, dan kali keduanya, ia ditinggal nikah kembali. Ia menjadi muallaf, dan dua kali ditinggal nikah oleh dua wanita muslimah dengan berbagai macam alasan.

Kita semua pernah mengalami pemaksaan tersebut. Dengan cerita yang berbeda. Dengan berbagai macam cara, situasi dan kondisi sesuai latar belakang kita masing-masing.

Air mata yang jatuh ketika Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail menggambarkan kepada kita betapa perihnya perasaan beliau. Air mata dan keringat yang bercucuran ketika Hajar terus berlari mengejar fatamorgana menggambarkan betapa desperate beliau yang harus berjuang hidup dan menghidupi anak seorang diri di tanah tandus dan kering.

Keluarga Nabi Ibrahim mulia karena kemampuan mereka berdamai denganNya. Kemampuan tetap melanjutkan hidup sesuai kehendakNya.

 

EMPIRIS

Hari pertama tiba di Madinah Al-Munawarah, menjelang subuh saya menuju Masjid Nabawi sendirian tanpa tahu arah. Mengikuti arus keramaian orang yang berjalan menuju depan masjid nabawi dengan niatan ingin ziarah dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad di kuburnya.

Antrian menuju makam Rasul padat dan ramai. Satu jam sebelum azan subuh, akhirnya saya memasuki area makam Rasul. Tanpa disangka-sangka, Tuhan menggerakkan petugas keamanan sekitar yang mengatur pergerakan peziarah, untuk menempatkan saya di depan makam Rasulullah. Petugas keamanan menyuruh saya duduk dan merapatkan tubuh ke dinding makam Rasul.

Sewajarnya orang yang ingin berziarah hanya sempat mengucapkan salam di depan makam nabi sebentar saja, tapi subuh pertama saya di Madinah Tuhan berikan satu setengah jam untuk berasyik makhsyuk bershalawat di depan makam Kanjeng Nabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun