Mohon tunggu...
Arie Riandry
Arie Riandry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Studi Agama Agama
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Teks Komersil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Politik Identitas di Indonesia

18 Maret 2023   11:01 Diperbarui: 18 Maret 2023   11:03 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Dalam suatu pemerintahan, terdapat beberapa jenis politik yang dijalankan oleh para pemegang otoritas pemerintahan, salah satunya adalah politik identitas. Politik identitas telah ada sejak abad ke 19 di negara bagian Barat. Di Indoneia sendiri telah muncul sejak zaman pra kemerdekaan. Terdapat berbagai pendapat tentang konsep politik identitas, ada yang yang menyetujuinya dan ada pula yang tidak menyetujuinya. Diperlukan analisis yang lebih lanjut terkait konsep politik identitas, terutamanya di Indonesia.

Agama merupakan lembaga yang mengatur kepercayaan dan pemujaan terhadap dewa (antara lain), aturan yang berkaitan dengan adat istiadat, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan, dan praktik keagamaan dipengaruhi oleh adat istiadat setempat. Sejak tercatat sejarah, adat telah menjadi alat untuk mengajarkan ajaran agama. Agama sulit untuk didefinisikan, tetapi Clifford Gertz mengusulkan model standar agama untuk mempelajari agama. Dia hanya menyebutnya "sistem budaya". Kritik Talal Asad terhadap model Geertz mengklasifikasikan agama sebagai "kategori antropologis". Banyak agama memiliki mitos, simbol, dan kisah sakral yang menjelaskan makna, tujuan, dan asal usul kehidupan dan alam semesta. Orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum, atau cara hidup favorit mereka dari keyakinan mereka tentang alam semesta dan manusia. Diperkirakan ada sekitar 4.200 agama di dunia.

Politik berasal (dari bahasa Yunani politica, "urusan perkotaan") adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan kelompok, atau bentuk lain berdasarkan interaksi kekuasaan individu, alokasi air, dan status. Cabang ilmu sosial yang mempelajari politik dan pemerintahan disebut ilmu politik. Politik mengacu pada hubungan antara pemerintah dan warga negara dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat mengenai kepentingan rakyat di suatu wilayah tertentu. Dalam konteks pemahaman politik, ada beberapa kunci pemahaman, antara lain: legitimasi, institusi politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan yang tidak kalah penting, seluk beluk partai politik. Merchandise politik menjadi bahan perbincangan atau perbincangan para politikus dan cendikiawan.

Identitas agama sering diperhitungkan dalam pemilu di tingkat nasional dan lokal. Pasalnya, politik identitas, operasi yang agak fleksibel dalam tatanan kehidupan sosial, merupakan konsep yang licin, rentan terhadap sisi negatif dan positif. Dalam hal membebaskan kaum minoritas yang terpinggirkan, seperti gerakan Black Lives Matter di Amerika Serikat, memperjuangkan hak-hak mereka, berdampak positif. Saat ini, politik identitas seringkali merupakan produk kelompok mayoritas yang mengeksploitasi identitas agamanya untuk kepentingan tertentu, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Alasan mengapa agama menjadi pertimbangan utama dalam politik dapat dilihat dari tingkat hubungan sosial dalam masyarakat. Relasi sosial erat kaitannya dengan politik identitas karena memiliki dua dimensi. Pertama, dimensi jembatan dibentuk oleh hubungan yang baik dengan kelompok lain. Yang kedua adalah keterikatan. Itu didasarkan pada hubungan sosial dengan kelompok kelompok agama dan subtansi yang sama.

Efek dari dua dimensi sangat berbeda. Kohesi mempengaruhi solidaritas dalam kelompok yang sama, tetapi cenderung negatif pada kelompok luar. Sementara itu, menjembatani dengan berbagai kelompok eksternal memiliki sisi positifnya. Kebijakan identitas juga bisa diuji di tingkat anggota DPR RI. Partai politik menganggap agama menjadi pertimbangan terpenting dalam memilih presiden dan pemimpin daerah, menurut survei PPIM UIN Jakarta tahun 2019. Agama tidak boleh digunakan sebagai komoditas atau istilah politik. Penggunaan simbol-simbol agama merupakan bentuk ketidakdewasaan politik yang dapat menimbulkan konflik agama. Agama adalah sumber inspirasi bagi semua aspek kehidupan umat manusia. Namun jika tidak dikelola dengan benar dapat menjadi sumber konflik antar umat beragama.

Politik Agama dan Identitas

Politik identias sebagaimana pada pandangan Agnes Heller dapat dipahami sebagai suatu konsep yang berfokus pada adanya suatu pembedaan yang di mana pada suatu kategori utamanya terletak pada berbagai janji-janji terhadap eksistensi dan keberlangsungan kebebasan, dan toleransi yang walau pada akhirnya terjadi bentuk-bentuk intoleransi dan kekerasan juga pertentangan etis. Sehingga pada praktiknya, politik identitas dapat mengindikasikan terjadinya berbagai macam bentuk isu dan praktik rasisme, politik isu lingkungan, bio-feminisme, dan perselisihan terhadap etnis. Namun nampaknya, eksistensi politik identitas masih menjadi primadona bagi para tokoh dan aktivis yang bergerak pada dunia politik. Di Indonesia, politik identitas telah terjadi sejak lama, yang tepatnya sudah terjadi pada masa kolonial abad ke-19. Lalu ruang lingkup politik identitas mencakup pada beberapa sektor, yaitu pada praktik atau studi keilmuan pada bidang sosial dan politik.

Terdapat sebuah penegasan terkait konsep politik identitas dari seorang pakar Ilmu Politik Universitas Duke yaitu Donald L. Morowitz sebagaimana yang dikutip oleh Larry Diamond yang mengatakan bahwa politik identitas adalah suatu pemberian garis tegas secara vertikal untuk menentukan terhadap siapa yang akan diikutsertakan dan siapa yang tidak diikutsertakan (Diamond & Plattner, 1988). Berdasarkan pada argumen Morowitz tersebut, di dalamnya sangat nampak bahwa dalam manuveur berpolitik, terjadi adanya suatu seleksifitas antara siapa saja tokoh atau kelompok yang terpilih atau tidak dalam keberlangsungan sistem dan tananan politik. Proses seleksi tersebut tentu saja mempertimbangkan berbagai macam ketentuan yang ketat, salah satunya pada sektor identitas. Dengan menyesuaikan latar belakang dan konsepsi politik yang telah ditentukan, para pemegang otoritas dalam dunia politik berhak untuk menentukan siapa saja yang dapat berpartisipasi dalam menjalankan roda politik dan pemerintahan yang ada di dalamnya. Yaitu dengan meninjau para calon-calon yang akan diikutsertakan, mereka memilih berdasarkan pada ideologi, budaya, agama, etnis, yang dimiliki oleh individu-individu yang akan dilibatkan.

Kemudian dalam konteks ke-nusantaraan, praktik politik identitas cenderung terjadi pada sektor gerakan pemekaran daerah yang merupakan sebagai dari wujud ambisi para elit lokal yang tampil sebagai pemimpin dalam suatu wilayah. Konsep pemekaran daerah tersebut dapat berwujud terhadap keadilan dan pembangunan daerah. Isu pemekaran daerah tersebut pada realita mayoritas yang terjadi semata-mata hanya sebagai penarik simpati masyarakat demi mencapai tujuan utama para elit politik lokal, yaitu untuk menjadi pemegang otoritas dalam suatu wilayah tertentu.

 Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa politik identitas adalah cara memobilisasi massa, menggunakan identitas sebagai magnet untuk menggiring individu mengejar keinginan pribadi kelompoknya. Identitas dapat mengarah langsung pada orang-orang yang memiliki kesamaan dalam agama, ras, dan budaya. Ada rasa integritas kelompok yang tumbuh, dengan kelompok komunitas yang terorganisir merasa lebih unggul dari yang di luar. Politik identitas umumnya terbagi dalam dua kategori, sosiologi dan politik. Dalam kategori sosiologi, dapat dipahami sebagai identitas sosial termasuk ras, jenis kelamin, gaya, kelas dan kepercayaan. Dari perspektif desain, judul sosial menentukan esensi hubungan sosial, tetapi di satu sisi, derajat desain menentukan ruang utama yang terkait dengan tingkat sosial melalui rasa memiliki. Judul sering dipengaruhi oleh situasi politik dan menjadikan sebagai alat kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun