Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alasan Menulis sebagai Pilihan Mengisi Liburan

28 Januari 2025   23:02 Diperbarui: 28 Januari 2025   23:02 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Berdiskusi Cara Menulis Teks Eksplanasi Jelang libur 4 Hari: Foto Yusriana SP

Hari Senin, Selasa, Rabu, tepatnya tanggal 27, 28, dan 29 Januari 2025 tanggal merah secara maraton. Kesempatan ini kumanfaatkan untuk memotivasi siswa menulis. "Kita libur 4 hari sejak Minggu hingga Rabu, manfaatkanlah Nak untuk membuat rekeningmu. Rekening boleh kosong. Di gopay. 

"Caranya Bu?" Tanya mereka. Aku senyum. "Alasan Menulis sebagai Pilihan Mengisi Liburan." Jawabku berteka-teki. Mereka pun tampak makin bingung. Lucu wajah mereka.

"Ketika kamu menulis di platform Kompasiana, berarti kamu sudah mengisi biodata dalam pengaturan. Salah satu isi biodata kita wajib isi adalah nomor Gopay. Nomor ini sebagai rekening kosong kita dulu sekarang." Jelasku.

Akupun memperagakan biodata di pengaturan. Aku berikan simulasi di layar televisi kelas. Mereka sebagian faham, sebagian masih bingung hingga sampai ke pembahasan guna nomor Gopay itu dan K-Rewards barulah sebagian besar dari mereka faham.

Wajar sih mereka belum faham karena sebagian mereka tinggal di asrama mungkin belum memakai aplikasi bank seperti gopay, dana, dan mobile banking lainnya. Untuk anak luar asrama tentu sudah faham penggunaan rekening digital itu karena sudah dibahas di group jurnalistik mandiri.

Mari kita baca cerita lucu dan mengharukan berikut agar lebih semangat menulis!

Rekening Kosong

Di sebuah bank kecil di sudut kota kecil, seorang lelaki tua dengan kemeja lusuh memasuki ruangan teller. Tas kanvas yang sudah pudar tergantung di bahunya kirinya. Ia menyimpan dan mengeluarkan secarik kertas yang tampak lusuh.

"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa kami bantu?" sapa petugas bank muda dengan senyuman ramahnya.

Lelaki itu terdiam sejenak, mengeluarkan secarik kertas yang ternyata adalah formulir pembukaan rekening. Tangannya gemetar saat menyerahkannya.

"Saya mau buka rekening, Nak," katanya pelan.

Petugas itu memeriksa formulir tersebut. "Baik, Pak boleh. Untuk setoran awal, apakah Bapak sudah membawa uangnya? Minimal 10.000 rupiah."

Lelaki tua itu terdiam, kemudian tersenyum kecil. "Saya tidak punya uang, Nak. Tapi saya ingin buka rekening. Bisa, kan?" Ia memelas.

Petugas itu tampak bingung, tapi tetap menjawab dengan sopan, "Biasanya, untuk membuka rekening, diperlukan setoran awal. Namun, jika Bapak ingin, kami bisa bantu melihat opsi lain."

Lelaki itu mengangguk. "Saya tidak punya apa-apa sekarang, tapi saya ingin punya tempat untuk menyimpan sesuatu. Siapa tahu nanti rezeki saya datang, Nak. Rekening ini akan jadi pengingat bahwa saya masih punya harapan." Jelasnya. Semua pengunjung bank itu melirik si Bapak.

Petugas itu terdiam. Kata-kata lelaki tua itu menusuknya. Bukan sekadar membuka rekening, pria itu sedang membuka harapan. Harapan untuk semua yang mendengar.

Setelah berbicara dengan manajer bank, petugas itu kembali. "Baik, Pak. Kami akan membantu Bapak membuka rekening, meskipun untuk saat ini kosong."

Mata lelaki itu berkaca-kaca. Ia menangis dan mengusap matanya. "Terima kasih, Nak. Hidup saya memang kosong sekarang, tapi siapa tahu esok akan ada yang mengisinya."

Hari itu, di sudut kota yang sepi, sebuah rekening kosong bukan hanya dibuat, tetapi juga mengajarkan arti keyakinan dan harapan dalam hidup. Setiap yang bernyawa akan ada rezkinya.***

Nah semangat menulis di hari libur ini buat Ananda semua. Berikut cara membuat rekening GoPay kita.

Pertama, Unduh Aplikasi Gojek

Jika belum punya, unduh aplikasi Gojek melalui Google Play Store (Android) atau App Store (iOS).

Kedua, Daftar atau Login Akun

Jika belum punya akun, daftar dengan nomor ponsel. Masukkan nomor, lalu verifikasi melalui kode OTP yang dikirim via SMS. Jika sudah punya akun, langsung login.

Ketiga, Akses GoPay di Aplikasi

Setelah masuk ke aplikasi Gojek, cari menu GoPay di halaman utama. Klik Eksplor GoPay untuk melihat fitur lengkapnya.

Keempat, Aktivasi GoPay

GoPay akan otomatis aktif setelah kita mendaftar akun Gojek. Kita bisa langsung mulai menggunakan saldo untuk transaksi seperti pembayaran di aplikasi Gojek, toko mitra, atau pengiriman uang. Atau biarkan saja kosong dulu bila belum ada uang. Jangan ganti-ganti nomor android agar gopay kita tetap mudah diaksesnya. Nomor android kita yang jadi rekening, ya.

Menulis dan Liburan

Menulis bisa menjadi pilihan yang sangat bermanfaat untuk mengisi liburan siswa. Ada 3 tugas selama liburan kali ini yang aku berikan kepada siswaku. Pertama, setor ayat hafalan mereka via VN, 1 ayat 1 malam dalam hal lanjutan tahfizh mereka, kedua, menulis Teks Eksplanasi tentang fenomena cabut di kalangan siswa, dan ketiga menulis 1 puisi berdasar gubahan cerita yang sudah mereka tulis.

Ya, ada beberapa alasan mengapa aku mengajak siswaku menulis dalam mengisi liburan 4 hari ini. Berikut beberapa alasannya:

Pertama, Menulis Sebagai Ekspresi Diri

Menulis memberi kita ruang untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan pengalaman hidup selama liburan. Hal ini bisa membantu kita mengenal diri sendiri lebih dalam. Kita bisa curhat di diary misalnya.

Menulis juga dapat menjadi cara untuk mengabadikan momen-momen berharga yang mungkin terlupakan seiring berjalannya waktu. Saat kita membaca kembali tulisan itu di masa depan, kita bisa merasakan kembali emosi yang pernah dirasakan, seperti kebahagiaan, kegembiraan, atau bahkan pelajaran dari pengalaman sulit.

Dengan begitu, menulis tidak hanya menjadi sarana ekspresi, tetapi juga menjadi jejak perjalanan hidup yang penuh makna kelak dan saat liburan ini.

Kedua, Kreativitas Tanpa Batas

Menulis membuka peluang untuk berkreasi, baik itu dalam bentuk cerita pendek, puisi, esai, atau bahkan jurnal perjalanan. Ini juga membantu menjaga otak tetap aktif.

Selain itu, menulis dapat meningkatkan kemampuan kita dalam berpikir kritis dan mengolah informasi. Dengan menuangkan ide-ide ke dalam tulisan, kita belajar menyusun argumen secara terstruktur, menemukan solusi, dan memahami sudut pandang baru.

Hal itu menjadikan menulis bukan hanya aktivitas kreatif, tetapi juga alat pengembangan diri yang efektif di saat liburan ini.

Ketiga, Dokumentasi Pengalaman

Kita dapat menulis tentang tempat-tempat yang dikunjungi, makanan yang dicoba, atau momen berkesan selama liburan. Dokumentasi ini bisa menjadi kenangan indah di masa depan.

Tak hanya itu, menulis tentang pengalaman selama di sekolah dan  liburan juga bisa menginspirasi orang lain. Misalnya, cerita tentang cabut, perjalanan, dan kuliner kita dapat memberikan informasi dan motivasi bagi mereka yang ingin berubah, ingin menjelajahi tempat yang sama atau mencoba hal baru, dan kuliner beda.

Dengan berbagi melalui tulisan, kita turut menciptakan koneksi dan saling berbagi kebahagiaan dan solusi.

Contoh tulisan Ghifari berikut bisa menjadi solusi buat teman yang suka cabut.

https://www.kompasiana.com/agifaghifari7868/679878aced64152ca6464db2/rahasia-di-balik-fenomena-cabut-mengapa-siswa-laki-laki-lebih-sering-bolos?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

Ini tulisan Athiya kunjungan di Alahan Panjang Solok.

https://www.kompasiana.com/ayusriwahyuni1230/678e0ff7ed641553fd0a7be2/alahan-panjang-dengan-segala-keindahannya?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

Tulisan itu dibuat saat liburan sekolah kita.

Tugas Menulis Siswa Guna Mengisi Liburan:Foto Yusriana SP
Tugas Menulis Siswa Guna Mengisi Liburan:Foto Yusriana SP

Ilustrasi gambar kedua : Foto Yusriana Siregar Pahu
Ilustrasi gambar kedua : Foto Yusriana Siregar Pahu

Keempat, Mengasah Kemampuan Menulis

Dengan lebih banyak waktu luang, liburan adalah momen tepat untuk memperbaiki kemampuan menulis, baik itu dari sisi tata bahasa, gaya, atau penyampaian cerita.

Selain itu, liburan juga memberikan suasana yang lebih santai, sehingga kita bisa menulis dengan lebih bebas dan tanpa tekanan. Hal ini memungkinkan kita untuk lebih berani bereksperimen dengan ide-ide baru, mengeksplorasi berbagai genre tulisan, dan menemukan suara khas dalam karya kita. Misalnya puisi.

Kelima, Mengurangi Stres

Menulis dikenal sebagai aktivitas yang dapat mengurangi stres. Dengan menuangkan pikiran ke dalam tulisan, kita bisa merasa lebih lega dan tenang.

Selain meredakan stres, menulis juga dapat membantu kita mengelola emosi dengan lebih baik. Ketika kita mencurahkan perasaan, baik berupa kegembiraan, kesedihan, maupun kebingungan, tulisan tersebut dapat menjadi sarana refleksi diri yang membuat kita lebih memahami apa yang sedang kita rasakan dan bagaimana cara menghadapinya lho.

Keenam, Potensi Produktivitas

Tulisan kita kelak bisa dikembangkan menjadi karya besar, seperti buku, blog, atau artikel yang bisa dibagikan kepada orang lain.

Selain itu, tulisan kita juga dapat menjadi sumber inspirasi atau edukasi bagi orang lain. Dengan berbagi cerita, pengalaman, atau pemikiran melalui tulisan, kita bisa memberikan dampak positif dan memperluas wawasan pembaca, sekaligus memperkuat rasa koneksi antarindividu dan masyarakat.

Ketujuh, Fleksibel dan Mudah Dimulai

Menulis tidak membutuhkan peralatan khusus, hanya kertas dan pena, laptop, atau android saja seperti kita menulis di platform ini. Kita bisa melakukannya di mana saja, kapan saja. Di rumah, di tempat wisata, di tempat kita makan.

Selain itu, menulis adalah aktivitas yang fleksibel dan bisa disesuaikan dengan suasana hati kita. Baik di tengah keramaian atau dalam kesunyian. Menulis tetap menjadi teman yang setia untuk menuangkan ide-ide dan perasaan tanpa batasan waktu atau tempat.

Seperti pengalamanku ini. Terjadi di Pasar Padang Panjang saat beli ayam di meja jual si Nenek Penjual Ayam. Hari Senin kemarin, 26 Januari 2025, pukul 14.10 WIB. Bisa kita tulis sebagai cerita berkesan.

"Jengkol Lima Ribu"

Aku sedang membeli ayam di pasar sore itu, menunggu penjual yang sedang makan. Kota ini dingin, seperti mau turun hujan, tapi aku terlalu malas pindah toko. Di sebelahku, seorang bapak tua dengan baju kumal berdiri sambil memegangi kantong plastik kecil yang terlihat sudah berisi. Ia senyum-senyum menatapku.

"Berapa dada seperempat, Nek?" Teriakku kepada si penjual langganan.

"20.000 Nak. Ayam besar!" Kata penjual sambil memotong ayam itu. Akupun menyodorkan uang 50 ribuan. Dikembalikan si Nenek satu uang 20 ribu dan 2 uang 5 ribu.

"Anak muda," kata si Bapak lusuh, suaranya serak, "Kasih uang lima ribu? Mau beli jengkol." Tunjuknya pada penjual jengkol di seberang si Nenek. Hari pasar seperti sekarang memang rami penjual.

Aku menoleh padanya, terkejut. Permintaan itu begitu spesifik. Lima ribu untuk jengkol? Aku mengira ia akan meminta uang untuk hal-hal yang lebih umum, seperti makan atau ongkos pulang.

"Kenapa jengkol, Pak?" tanyaku, penasaran.

Bapak itu tersenyum kecil nampaklah giginya yang berkarang, menunjukkan deretan giginya yang penuh sisa makanan juga. Aku berdzikir melihat itu. Takut muncul rasa merendahkan. Naudzubillah min dzalik.

"Aku lagi ingin makan jengkol, Nak.."

Aku diam, mencoba mencerna. Di era serba mahal ini, lima ribu rasanya terlalu kecil untuk membeli apa pun keinginan, apalagi jengkol. Tapi ada sesuatu di matanya, sesuatu yang tulus dan jujur bahwa ia tak punya daya.

Aku mengeluarkan uang lima ribu. "Ini, Pak. Jengkol saja?" Ia mengangguk lugu dan langsung pergi menyeberang beli jengkol tanpa berterima kasih.

Aku dan nenek penjual ayam cuma bisa geleng kepala. "Ada rezki orang lain, Nak!" Seru penjual ayam.

"Betul Nek. In sya Allah diganti Allah."Jawabku. Sambil menjalankan motor, "Terima kasih ayam, Nek!" Pamitku.

Begitu juga kisah berikut dapat kita tulis berdasar kejadian di Pasar juga.

"Daun Singkong Nenek"

Pagi itu, pasar tradisional masih setengah penuh. Udara segar bercampur bau rempah dan ikan asin menyeruak di antara hiruk-pikuk pedagang.

Di salah satu sudut pasar, seorang nenek duduk di atas tikar lusuh, di depannya tertata beberapa ikat daun singkong yang masih segar dan muda. Biasa dijual 2000 perikat.

"Daun singkong, Nek? Berapa?" Tanyaku.

"Lima ribu seikat saja," katanya dengan suara pelan tapi jelas, menawarkan padaku. Sambil mengangkat satu ikat.

Aku berhenti, aku memperhatikannya. Kulitnya sudah keriput, tangannya kasar, dan tubuhnya sedikit bungkuk. Tapi senyum yang ia berikan begitu hangat.

"Daun singkong, Nek?" tanyaku lagi.

"Iya, Nak. Lima ribu seikat,  sambil sedekah, Nak." Rayunya.

"Tapi ini bukan cuma jualan, ya. Nenek juga minta sedekah, Nak."

Aku tercengang. Mengapa mahal sekali dan dikaitkan pula dengan sedekah.

Ia menghela napas sebentar. "Iya, Nenek butuh. Tapi kalau cuma mikir sendiri, rezeki itu nggak akan berkah, Nak. Kalau kita masih bisa memberi, Allah bakal terus kasih jalan buat kita."

Kata-katanya membuatku diam. Perang batin antara iba dan kesal. Bila dibiarkan si nenek menjual daun singkong 5000 per ikat apakah tidak merusak pasaran pikirku. Aku hanya pamit tanpa membeli daun singkong si nenek kala itu. Aku dilema. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun