Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

MGB (Media Sosial, Gadget, dan Budaya Populer) Fenomena Ancaman Bagi Sekolah

11 Januari 2025   22:46 Diperbarui: 11 Januari 2025   22:46 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Belajar Menulis Di Kelas: Foto Yusriana Siregar Pahu

MGB (Media Sosial, Gadget, dan Budaya Populer): Ancaman Bagi Sekolah?

Tadi malam saya dapat sms dari orang tak dikenal. Sms beliau berisi, "assalammualaikum buk , ini ada anak sekolah yang kayak gini , maaf saya cuma ngasih tau ini dan saya juga bukan orang padang panjang , jd ibuk ndk perlu cari tau siapa yg punya nomor ini" Begitulah isi pesan itu.

Lalu saya pun melihat banyak foto anak di ambil dari salah satu media sosial. Foto-foto itu saya simpan dan teruskan kepada pihak berwenang di sekolah. Inilah fenomena MGB (Media Sosial, Gadget, dan Budaya Populer): Ancaman Bagi Sekolah?

Dalam era digital yang semakin maju, penggunaan media sosial, gadget, dan pengaruh budaya populer (MGB) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Sekolah, yang dikenal dengan pendekatan pembelajaran terstruktur dan pengawasan ketat, menghadapi tantangan besar dari fenomena ini. 

Pertanyaannya, apakah MGB menjadi ancaman bagi sekolah atau justru dapat dikelola untuk mendukung pembelajaran? Inilah fenomena yang saya temukan pada hari keempat, kelima, dan keenam pembelajaran. Tepatnya, Kamis, Jumat, Sabtu. 9, 10, dan 11 Januari 2025 ini.

1. Pengaruh Negatif MGB terhadap Sekolah 

a. Distraksi dalam Proses Pembelajaran

Media sosial dan gadget sering menjadi distraksi yang signifikan bagi siswa. Ketergantungan pada gadget, seperti ponsel pintar, dapat mengurangi waktu belajar, konsentrasi, dan produktivitas siswa.

Dalam lingkungan sekolah yang menuntut kedisiplinan, penggunaan gadget yang tidak terkontrol dapat mengganggu jadwal harian yang sudah terstruktur. Mereka mengantuk di saat belajar lalu tidak fokus untuk belajar. Bahkan perilaku mereka cendrung kurang dewasa. Tentu itu berpengaruh pada sikap mandiri sswa.

b. Penyebaran Konten Negatif

Budaya populer yang didukung oleh media sosial sering kali menyebarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip pendidikan sekolah. Misalnya, tren hedonisme dengan belanja berlebihan tanpa memikirkan kebutuhan pokok, konsumsi berlebihan, atau gaya hidup yang tidak sehat dapat memengaruhi pola pikir dan perilaku siswa.

Hal ini berpotensi merusak pembentukan karakter yang menjadi salah satu tujuan utama sekolah. Sekuat apapun orang tua dan guru mendidiknya, ia akan tetap berontak. 

Seperti salah satu murid saya. Dengan lugunya ia berujar, "foto di akun ig kedua yg ISINYA CUMA PEREMPUAN aja buk, jd ngapa pula anak orang tu screenshot” padahal mereka tau kalo pengikutku isinya anak perempuan aja, dan yg bisa melihat statusku cuma anak perempuan tu aja alias pengikutku"

Tak terpikir olehnya bahwa 1 hp dalam satu rumah bisa dibaca dan dilihat 5 penghuni rumah. Ayah Ibu dan 3 anak mereka. Istilah pengikut perempuan pun pasti gugur dong. Maka medsos itu bisa kok dilihat semua jenis kelamin karena peraturan pilihan jenis kelamin cuma ada di android sedang di mata manusia tidak.

c. Kerentanan terhadap Cyberbullying

Siswa yang tinggal di lingkungan pendidikan dapat menjadi sasaran atau pelaku cyberbullying melalui media sosial. Masalah ini tidak hanya mengganggu kesehatan mental siswa tetapi juga menciptakan konflik internal yang memengaruhi keharmonisan komunitas.

Anak sekolah masih rentan terhadap cyberbullying. Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, mengancam, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Contohnya termasuk: Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial lalu meminta uang kepada korbannya. Ini pun sudah banyak terjadi.

(KPAI) Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyampaikan bahwa selebgram dari Probolinggo, Luluk Sofiatul Jannah (Luluk Nuril), telah melakukan kekerasan verbal di media sosial. Cyberbullying ia lakukan kepada murid SMK yang sedang PKL. Korban hilang percaya diri dan sempat berniat berhenti melakukan praktik kerja lapangan (PKL).

"KPAI mengatakan bahwa apa yang dilakukan seleb itu termasuk kategori kekerasan, kekerasan verbal, dilakukan melalui media sosial TikTok (cyberbullying)," kata komisioner KPAI, Kawiyan, dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023). Sumber DetikNews.com.

2. Tantangan dalam Pengawasan dan Regulasi

Sekolah memiliki keterbatasan dalam mengawasi penggunaan gadget dan media sosial anak. Meskipun beberapa sekolah memberlakukan aturan ketat, seperti pembatasan penggunaan gadget pada waktu tertentu, siswa sering mencuri dan mencari cara untuk menghindari regulasi tersebut. 

Ketegangan antara kebutuhan siswa untuk tetap terhubung dengan dunia luar dan aturan sekolah dapat memunculkan konflik yang sulit diatasi. Orang tua kadang tertipu. Anak menaruh gadget dalam buku tebal. Sekilas dilihat anak belajar.

Namun setelah menerima hasil belajar, nilai anak tak tuntas. Setelah diselidiki guru bimbingan konseling, ketahuan mencuri bermain gadget dalam buku pelajaran. Ketika saya wali kelas sering menemui kasus serupa.

3. Potensi Positif MGB Jika Dikelola dengan Bijak

Di sisi lain, MGB tidak sepenuhnya membawa ancaman. Jika dikelola dengan bijak, media sosial dan gadget dapat menjadi alat yang mendukung pembelajaran di sekolah. Seperti murid-murid saya yang terarah. Mereka sudah bisa menulis di Kompasiana. Malah terkategori pilihan tulisan mereka.

Salsabila dari kelas 9F

https://www.kompasiana.com/fadilasalsabila7219/66d9a6d8c925c42e074c79b2/peta-konsep-hidupku?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

Kuntum dari kelas 9F

https://www.kompasiana.com/kuntumnazhifah7270/670fc1fc34777c616869d592/merayakan-hari-ulang-tahun-kakek-dengan-masakan-ayam-lado-hijau-koto-gadang

Senang sekali melihat mereka sukses mngelola gadget dengan bijak, media sosial dan gadget dapat menjadi alat yang mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia kami di sekolah. Seperti murid-murid saya yang terarah di atas. Mereka sudah bisa menulis di Kompasiana dengan  kategori pilihan tulisan mereka.

Selain itu berikut keuntungan bila bisa meng

a. Sumber Belajar Alternatif

Media sosial dan gadget dapat digunakan untuk mengakses sumber belajar digital, seperti video edukasi, e-book, dan forum diskusi online. Platform seperti YouTube atau aplikasi pembelajaran memungkinkan siswa memahami materi pelajaran dengan cara yang lebih menarik.

b. Pengembangan Kreativitas

Media sosial memberikan ruang bagi siswa untuk mengekspresikan kreativitas mereka, baik melalui tulisan, fotografi, atau video. Dengan bimbingan yang tepat, siswa dapat memanfaatkan media ini untuk mengembangkan bakat dan minat mereka terutama menulis.

c. Peningkatan Keterampilan Digital

Dalam dunia kerja yang semakin bergantung pada teknologi, keterampilan digital menjadi keharusan. Sekolah dapat menjadikan MGB sebagai alat untuk melatih siswa dalam penggunaan teknologi secara bertanggung jawab.

3. Meningkatkan Peran Guru dan Orang Tua

Guru dan orang tua perlu bekerja sama untuk memantau penggunaan MGB. Pelibatan orang tua dalam memberikan pemahaman kepada siswa tentang dampak MGB akan memperkuat pengawasan di rumah maupun di sekok.

4. Mengintegrasikan Teknologi ke dalam Kurikulum

Daripada melarang gadget sepenuhnya, sekolah dapat mengintegrasikan teknologi ke dalam kegiatan belajar. Misalnya, menggunakan aplikasi pendidikan atau platform pembelajaran berbasis daring.

Kesimpulan

MGB memang dapat menjadi ancaman bagi sekolah berasrama jika tidak dikelola dengan baik. Namun, dengan pendekatan yang tepat, media sosial, gadget, dan budaya populer justru dapat menjadi alat yang mendukung pengembangan siswa.

Sekolah perlu mengadopsi strategi adaptif untuk memanfaatkan potensi positif MGB, sembari meminimalkan dampak negatifnya. Dengan demikian, MGB bukanlah ancaman yang tidak dapat diatasi, melainkan tantangan yang membutuhkan inovasi dalam pendidikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun