Faktor Penyebab Perceraian di Indonesia
Beberapa penyebab utama perceraian di Indonesia berdasarkan laporan pengadilan agama:
1. Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus (alasan paling umum).
2. Kondisi ekonomi (ketidakmampuan finansial).
3. Tidak ada tanggung jawab dari salah satu pihak.
4. Pernikahan usia dini, yang memiliki risiko lebih tinggi untuk gagal.
5. Ketidakharmonisan rumah tangga karena pengaruh pihak ketiga atau ketidaksesuaian visi.
Kesimpulannya, di Indonesia, pernikahan yang "tidak gagal" (berhasil dipertahankan) masih jauh lebih dominan, yakni sekitar 80-85%. Namun, tren perceraian yang terus meningkat menunjukkan perlunya perhatian khusus terhadap edukasi pranikah, dukungan finansial, dan konseling bagi pasangan.Â
Pemerintah dan lembaga agama juga mendorong program-program seperti kursus pranikah untuk mengurangi angka perceraian di masa depan.
Dampak Fenomena Marriage is Scary dan Dampak Terhadap Individu dan Masyarakat
Ketakutan terhadap pernikahan dapat menyebabkan individu menunda atau bahkan menghindari pernikahan sepenuhnya. Hal ini berpotensi menurunkan angka pernikahan dan angka kelahiran di suatu negara. Pada akhirnya memengaruhi struktur demografi masyarakat Indonesia ke depan.
Selain itu, individu yang takut menikah cenderung merasa terisolasi karena tekanan sosial yang masih menganggap pernikahan sebagai bagian penting dalam hidup.
Harapan dari keluarga, teman, dan lingkungan untuk segera menikah dapat menciptakan beban emosional bagi mereka yang ragu atau memilih untuk menunda pernikahan.
Stigma negatif terhadap orang yang belum menikah di usia tertentu sering memperparah perasaan terasing meskipun pilihan untuk tidak menikah sebenarnya adalah keputusan pribadi yang sah. Misalnya penyebutan perawan tua maupun perjaka tua. Hal ini menunjukkan perlunya perubahan pandangan masyarakat agar lebih menerima keberagaman jalan hidup setiap orang.
Solusi untuk Mengatasi Ketakutan
Langkah awal untuk mengatasi ketakutan ini tentu dengan edukasi yang menyeluruh tentang pernikahan. Orang perlu memahami bahwa pernikahan bukan hanya soal romantisme, tetapi juga komitmen, kerja sama, dan komunikasi.
Dukungan psikologis dari keluarga, teman, atau konselor juga penting untuk membantu individu menghadapi ketakutan mereka. Selain itu, perlu adanya perubahan pandangan sosial agar pernikahan tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju kebahagiaan.
Kesimpulannya fenomena "marriage is scary" adalah cerminan dari dinamika sosial yang terus berubah searah waktu. Meski ketakutan ini wajar, penting untuk menghadapinya dengan bijaksana. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pernikahan dan dukungan yang tepat. Kecemasan dapat diatasi dan memungkinkan individu membuat keputusan hidup yang lebih percaya diri dan bahagia menurut versinya.