Fenomena ini bisa menyebabkan bank kehilangan likuiditas secara signifikan, yang pada gilirannya mengganggu stabilitas sektor keuangan. Penurunan jumlah simpanan di bank juga berisiko memperlambat penyaluran kredit, terutama kepada pelaku usaha kecil yang bergantung pada pinjaman untuk modal kerja. Dalam skenario terburuk, ekonomi bisa masuk ke dalam spiral deflasi atau kurangnya uang dalam sistem perbankan melemahkan produktivitas dan investasi.
Mengantisipasi hal ini, pemerintah dan bank harus segera merancang strategi mitigasi. Misalnya, menawarkan insentif bagi nasabah untuk tetap menyimpan uang di bank melalui bunga simpanan yang kompetitif atau mengurangi biaya administrasi. Seperti cerita Bu guru Jeni di atas.
Selain itu, perlu adanya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga dana di sistem perbankan untuk stabilitas ekonomi. Jika semua orang menarik besar-besaran uang dari bank dan tak mau menabung di bank akan menjadi ancaman besar bagi keseluruhan sistem ekonomi nasional. Bank lalu lintas ekonomi nasional kita.
Apakah Kenaikan PPN Menjadi 12% Kebijakan yang Logis?
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mungkin saja terlihat logis jika dilihat dari sudut pandang pemerintah yang ingin meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung pembangunan dan pemulihan ekonomi. Namun, kebijakan ini perlu dievaluasi lebih mendalam terkait dengan kondisi riil masyarakat saat ini.
Terutama kalangan menengah ke bawah yang merupakan mayoritas populasi Indonesia. Dalam konteks ekonomi pasca-pandemi yang belum sepenuhnya pulih, daya beli masyarakat masih rapuh saat ini.
Kenaikan PPN justru berisiko memperparah kondisi mereka. Kesenjangan ekonomi dan penekanan konsumsi domestik akan melebar padahal pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia masyarakat. Terlepas dari kelas atas, menengah, atau bawah.
Selain itu, kebijakan ini juga tidak sejalan dengan prinsip keberlanjutan ekonomi yang inklusif. Ketika masyarakat harus mengalokasikan lebih banyak uang untuk membayar pajak, konsumsi barang dan jasa berpotensi menurun. BBM akan naik dan hargapun melonjak.
Iya sih bahan pokok harian tak disentuh pajak. Namun pelaku usaha bahan pokok terdampak pajak. Pabriknya, BBM-nya untuk transportasi penyaluran. Akibatnya, pelaku usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang bergantung pada permintaan lokal, akan terdampak keras.Â
Dalam jangka panjang, ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan penerimaan negara, ada opsi lain yang lebih progresif dan adil, seperti memperluas basis pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak besar atau menerapkan pajak berbasis kekayaan. Banyak lowajib pajak yang belum menunaikan kewajiban bayar pajak mereka.