Sudah saatnya pendidikan karakter di sekolah ditingkatkan lagi. Guru dapat membantu membangun mental tangguh melalui pendekatan yang mengajarkan tanggung jawab, disiplin, dan manajemen emosi di sekolah dengan bahasa cinta. Lembut lagi memikat.
Ketika seorang siswa tampak tak bersemangat mengerjakan tugas dan malah tertidur di kelas, guru dapat mendekatinya dengan lembut tanpa mempermalukannya di depan teman-teman. Misalnya, guru bisa menepuk bahu siswa tersebut dengan pelan, membangunkannya, dan bertanya dengan suara penuh perhatian, "Kamu kelihatan lelah, ada yang bisa Ibu bantu?"
Dengan pendekatan ini, siswa merasa diperhatikan dan bukan dihakimi. Lalu guru memberikan motivasi, misalnya dengan mengatakan, "Tugas ini memang tantangan, tapi Ibu yakin kamu bisa menyelesaikannya dengan baik. Yuk, kita coba pelan-pelan bersama." Sambil guru menepuk lembut bahu siswanya.
Pendekatan ini tidak hanya membangkitkan semangat siswa tetapi juga membangun kepercayaan diri mereka. Luangkan waktu sejenak untuk memberlakukan perhatian untuknya.
Selain itu, mengurangi paparan media sosial di rumah bagi anak sangat krusial. Arahkan remaja untuk membatasi konsumsi media sosial yang berlebihan. Fokus pada kegiatan yang memperkuat fisik dan mental, seperti olahraga, randai, menari, atau hobi kreatif lain.Â
Orang tua pun bisa mendatangkan guru les ke rumah dalam membimbing anak belajar. Tapi hati-hati. Pilihlah guru yang bisa dipercaya. Misalnya guru perempuan yang sudah menikah. Ini antisipasi terjadi pelecehan seksual kepada anak.
Selain peran guru, orang tua juga memiliki tanggung jawab besar dalam membangun kebiasaan baik anak di atas, salah satunya dengan membuat jadwal belajar dan waktu bermain gawai yang seimbang.
Misalnya, orang tua dapat menetapkan waktu belajar setelah pulang sekolah selama satu hingga dua jam, diikuti dengan waktu istirahat atau bermain gawai selama 30 menit sebagai reward.
Dengan pola ini, anak belajar disiplin dan memahami prioritas tanpa merasa terkekang. Orang tua juga perlu konsisten dalam menerapkan jadwal itu. Sambil memberikan dukungan seperti menemani belajar atau berdiskusi tentang tugas sekolah sehingga anak merasa didampingi dalam proses belajarnya.
Bila victim mentality dan jompo anak sudah parah dalam artian meresahkan orang tua, terapi atau konselingpun bisa ditempuh. Biasanya anak kita bawa ke dokter keluarga dulu. Minta rujukan dari doker keluarga ke dokter anak. Di dokter anak kita pun cerita keluhan anak di rumah dan sekolah. Nanti dokter anak merujuk kita ke psikologi.
Jangan cemas, psikologi baik kok. Psikolog juga nanti mendiagnosa keluhan anak kita. Ibu diminta bercerita bagaimana pola asuh kita dari bayi kepada anak. Ceritakan saja dari bayi lahir, tengkurap, menelentang, menarik perut, dan seterusnya.