Sayapun membersihkan dan mencelupkan tangan menuju lubang pembuangan. Saya temukan dua potongan plastik sudah menghitam dan bau. Sya coba memperbaiki sendiri. Meski awalnya ragu, saya akhirnya berhasil menemukan penyebab masalahnya. Ya, sampah plastik.
Cukup heran juga sih dari mana datang bungkus plastik kaca di bawah pulsator dan saya berhasil memperbaikinya tanpa bantuan tukang. Air tergenang yang tersisa pun mengalir. Bau busuk dari sisa genangan pun hilang. Rasanya puas sekaligus bangga.
Kemudian saya intip pula bagian pengeringan. Saya miringkan tabung dan putri saya membantu menyenter. Ternyata ada kaus kaki hitam di bawah tabung. Saya congkel pakai besi. Dapat. Kaus kaki itu sudah berlobang. Bau lagi.
Duh, pengalaman ini menjadi pelajaran penting bagi saya. Tak jadi deh nunggu tukang. Berbekal obeng dan besi pengait, mesin cuci lancar lagi keluar airnya. Senang bangat.
Memang, memanggil tukang kadang menjadi kebutuhan, tetapi jika ribet dan terlalu lama, kenapa tidak mencoba dulu? Kita tak hanya menghemat biaya, tetapi juga belajar sesuatu yang bisa berguna di masa depan. Kadang, kemandirian adalah solusi terbaik.
Budaya Praktis vs. Kemandirian
Kecenderungan memanggil tukang adalah hasil dari gaya hidup instan dan serba cepat. Waktu dianggap terlalu berharga untuk dihabiskan memperbaiki kerusakan di rumah. Namun, sering kali, alasan sebenarnya adalah ketidakpercayaan diri dalam kemampuan memperbaikinya.
Budaya “serahkan kepada ahlinya” memang baik dalam beberapa kasus, tetapi untuk hal kecil, bukankah lebih efisien jika kita sendiri belajar melakukannya sendiri?