Ketika orangtua Reka dipanggil ke sekolah, suasana menjadi tegang. Ayah Reka langsung membela putrinya. "Kami yang meminta Rivan membantu Reka! Dia punya gangguan makan. Apakah sekolah peduli dengan kondisi kesehatan mental anak saya?"
Pak Hendro mencoba menenangkan, "Kami hanya ingin memastikan aturan ditegakkan, Pak."
"Tegakkan aturan? Apa sekolah peduli kalau anak saya pingsan karena tidak makan? Kalau ini tidak selesai dengan baik, kami tidak segan melaporkan ke polisi atas tuduhan diskriminasi dan pencemaran nama baik!" Ancam sang ayah.
Setelah perdebatan panjang, akhirnya kepala sekolah memutuskan untuk meninjau ulang aturan tersebut. Ia juga memanggil konselor kesehatan mental untuk memberikan edukasi kepada guru dan siswa tentang gangguan makan dan pentingnya dukungan bagi siswa dengan kondisi khusus.
Reka dan Rivan diminta untuk tidak mengumbar kedekatan mereka di sekolah dan di luar sekolah. Mereka pun menandatangani perjanjian bila terjadi sesuatu atas diri Reka dan Rivan akibat pergaulan mereka, pihak sekolah berhak mengambil tundakan tegas sesuai akibat yang terjadi.
Usai membuat perjanjian mereka kembali ke kelas masing-masing dengan perasaan campur aduk. Reka merasa bersalah karena telah menyeret Rivan ke dalam masalahnya, tapi Rivan hanya tersenyum. "Santai saja, Rek. Aku di sini untuk kamu, bukan untuk aturan."
Berkat kejadian itu, Reka perlahan merasa lebih diterima. Meski jalan menuju pemulihan masih panjang. Ia merasa lebih kuat meski banyak yang salah paham atas mereka. Di mata Reka, Rivan bukan hanya teman sekelas, tapi juga seseorang saudara yang menyelamatkan hidupnya dengan cara sederhana: menemaninya makan.
Mental illness adalah istilah umum yang mencakup berbagai kondisi kesehatan mental yang memengaruhi suasana hati, pikiran, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Mental illness bisa ringan hingga berat.
Beberapa contohnya adalah:
1. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorders)
Contoh: Gangguan kecemasan umum (GAD), fobia, gangguan panik.